Selasa, 18 Desember 2007

Zubaedah Kamal

Pengakuan Penderita Tumor, Zubaedah Kamal (54), yang Sembuh Setelah Mengalami Operasi Secara Ghaib

Memang cukup sulit untuk diterima akal sehat, namun begitulah kejadiannya. Zubaedah Kamal yang telah tiga tahun menderita tumor, mengaku sembuh setelah dirinya dioperasi secara ghaib. Bagaimana ceritanya?
Suasana panas kota Jakarta siang itu seakan hilang ketika memasuki sebuah rumah di Jalan Malaka IV No. 160 Rt 10/08 Kel. Malaka Sari Kec. Duren Sawit Perumnas Klender Jakarta Timur. Sebuah bangunan yang asri dengan ornamen bernuansa Arab menghadirkan suasana religius dan ketenangan tersendiri. Di sebuah ruang tamu yang cukup luas dengan hiasan kaligrafi Arab, terlihat seorang wanita paruh baya tengah duduk dengan serius. Di wajahnya terlihat ada sisa air wudhu yang menandakan bahwa dia baru saja selesai melaksanakan sholat Ashar.

“Mari mas silahkan masuk,” sambut wanita tersebut ketika melihat kedatangan Realita. Ditemani oleh sang suami, Kamal (60), wanita bernama Zubaidah (54) itu pun menceritakan peristiwa religius yang dialaminya pada bulan Ramadhan tahun lalu. Zubaedah yang sudah menderita tumor selama tiga tahun mengalami peristiwa aneh yaitu menjalani operasi tumor secara ghaib. “Peristiwa tersebut merupakan salah satu bentuk kekuasaan Tuhan yang tidak mungkin saya lupakan dalam sepanjang hidup saya,” ujar Zubaedah.

Pada awalnya, Zubaedah tidak pernah mengira kalau benjolan di belakang kepalanya akan tumbuh menjadi tumor. Semula Zubaedah mengira kalau benjolan di tengkuknya itu hanya merupakan daging lebih saja dan tidak berbahaya sama sekali. Sebab ketika benjolan tersebut diraba dan ditekan tidak terasa sakit sedikitpun. Oleh karena itulah Zubaedah tidak begitu memperhatikan benjolan tersebut dan hanya mendiamkannya saja. Akan tetapi setahun kemudian benjolan tersebut mulai bertambah besar. Meskipun begitu, Zubaedah tetap tidak merasakan sakit di daerah benjolan tersebut. Dan baru dua tahun kemudianlah Zubaedah merasakan ada sesuatu yang mengganggu pada benjolannya itu. “Kalau leher saya digerakkan atau kalau lagi menjalankan sholat sewaktu ruku maupun sujud, leher saya terasa sakit sekali,” tutur Zubaedah yang saat itu mengenakan baju jubah berwarna putih. Meskipun sudah mulai merasakan sakit di lehernya jika digunakan untuk beraktivitas, namun Zubaedah masih tetap menganggap kalau benjolan itu hanya penyakit biasa saja dan akan sembuh dengan sendirinya. “Jadi pikir saya saat itu ya tidak perlu dibawa ke dokter,” ujar Zubaedah.

Tapi, lama kelamaan setelah benjolan tersebut memasuki tahun ketiga, Zubaedah mulai merasakan kalau seluruh tubuhnya mengalami perubahan. “Suara saya jadi parau, badan terasa panas dingin dan saya mulai merasa tersiksa sekali dengan benjolan tersebut. Setiap malam saya merasakan susah sekali untuk tidur. Kalaupun bisa tidur, harus dimiringkan. Karena kalau benjolan itu menyentuh kasur, akan terasa ngilu sekali,” ucapnya mengenang. Karena dari hari ke hari benjolan tersebut semakin bertambah besar ukurannya hingga seperti telur ayam, akhirnya Zubaedah berkonsultasi dengan keluarga dan teman-temannya. “Suami dan anak-anak saya menyuruh saya segera memeriksakan diri ke dokter agar dapat diketahui apa penyakitnya,” aku wanita asal Palembang ini. Meskipun Zubaedah berprofesi sebagai orang yang memberikan pengobatan alternatif dan tidak sedikit orang yang telah berhasil disembuhkannya, namun Zubaedah mengaku kalau ramuan obat yang diraciknya tidak mampu menyembuhkan penyakitnya.

Akhirnya, pada tanggal 29 Agustus 2006, Zubaedah memeriksakan diri ke RSIJ Pondok Kopi Jakarta Timur untuk memastikan penyakit yang sedang dideritanya. Waktu itu dokter men-CT Scan kepala Zubaedah agar benjolan di tengkuknya tersebut dapat di ketahui apa penyebabnya. “Saya sangat kaget ketika dokter mengatakan kalau di dalam otak saya ada cairan. Padahal yang saya tahu hanya di tengkuk belakang saya saja yang ada penyakitnya,” ungkap ibu delapan anak ini. Karena ditakutkan akan terjadi kanker otak, maka dokter pun menyarankan agar segera dibawa ke RSUD Cipto Mangun Kusumo untuk diperiksa lebih lanjut. “Sebenarnya pada waktu itu saya menolak, tapi karena merasa tidak enak dengan saran dari dokter, saya pun menerima saja surat rekomendasinya,” terang Zubaedah sambil menunjukkan hasil CT Scan-nya. Akan tetapi surat rekomendasi dokter tersebut oleh Zubaedah tidak diteruskan ke RSUD Cipto Mangun Kusumo. Zubaedah memutuskan untuk mengobati lagi penyakitnya dengan caranya sendiri. “Waktu itu saya berfikir, masa mengobati orang lain sembuh, tapi mengobati diri sendiri tidak bisa,” ujar Zubaedah.

Obati dengan Sholat Malam. Dalam mengobati pasien, tidak hanya menggunakan obat ramuannya, Zubaedah juga sering melakukan sholat malam untuk meminta petunjuk kepada Allah. Begitu pula ketika ia menderita sakit dan tidak sembuh-sembuh, sejak diperiksa RSIJ Pondok Kopi Jakarta Timur, hari-harinya selalu diisi dengan beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah. Setiap malam, Zubaedah selalu melakukan sholat tahajud minta petunjuk pada Allah agar diberikan jalan keluar atas penyakitnya. “Ya Allah, saya bisa membantu orang lain, tetapi untuk diri saya sendiri saya tidak bisa. Ya Allah, saya tidak bisa menolong kecuali atas kehendak-Mu. Hanya kepada-Mu saya menyerah dan meminta petunjuk atas penyakit saya. Tidak ada daya upaya kecuali Engkau ya Allah,” begitu doa yang selalu dipanjatkan Zubaedah dalam setiap sholat tahajudnya.

Hingga sampai pada suatu malam ketika Zubaedah sedang bermunajat mengadukan penyakitnya kepada Allah, ia seolah-olah melihat ada segumpal daging di otak manusia di atas sajadah. Zubaedah yang saat itu sedang dalam keadaan berdoa, antara percaya dan tidak percaya merasa bahwa apa yang ada di depannya itu merupakan petunjuk dari sang Maha Kuasa. Zubaedah pun segera menghentikan doanya dan kemudian membuka segumpal daging tersebut. Zubaedah pun terperangah ketika membuka gumpalan daging tersebut yang ternyata didalamnya ada beberapa lembar kertas yang bertuliskan Al-Malik (Raja). “Spontan saat itu keringat dingin mengucur deras dari tubuh saya. Keringat dingin membasahi mukena saya, tembok, dan ubin. Sambil bersandar di tembok musholah rumah, tak henti-hentinya saya menyebut Asma Allah,” ucap Zubaedah terbata-bata.

Akhirnya Zubaedah pun memutuskan untuk mengambil air wudhu kembali agar bisa menenangkan hati dan bersih menghadap Allah sang pencipta alam semesta. “Waktu itu ketika saya kembali merenungkan akan ke-esa-an Allah dan ke-mahakekuasa-an Allah atas apa yang telah saya alami dengan selalu memohon petunjuknya, tiba-tiba saja saya mendapat tuntunan suara,” jelas Zubaedah. “Baca wirid dan amalkan Al-Malik itu sebanyak tujuh puluh ribu kali, kemudian baca lagi doa Akasah 169 kali kemudian baca lagi Al-Muluk tiga kali, Arrohman tiga kali, surat Yasin pembuka tujuh kali dan Yasin penutup tujuh kali. Selesaikan dalam 17 hari Ramadhan,” ucap Zubaedah menirukan suara yang menuntunnya itu.

Menjelang bulan Ramadhan tahun 2005, tak lupa Zubaedah mempersiapkan segala kebutuhannya. Termasuk amalan yang telah diberikan oleh suara yang menuntunnya itu. Bulan Ramadhan bagi Zubaedah memang merupakan bulan yang sangat istimewa. Karena pada bulan itu segala amalan kebaikan akan ditingkatkan pahalanya, dan segala perbuatan dosa akan diampuni. Di bulan Ramadhan itu pula Zubaedah segera mengamalkan tuntunan suara yang diperolehnya. Tidak hanya itu, Zubaedah juga menambah dengan amalan-amalan yang lainnya. Selama kurang lebih 40 hari Zubaedah menjalani tuntunan suara itu sejak mendapatkannya sampai dengan 17 Ramadhan. Tanpa lelah dan bosan, Zubaedah membaca amalan tersebut sehabis sholat wajib dan sholat tahajud. Pada tanggal 16 Ramadhan ketika Zubaedah sedang sholat tahajud dan larut dalam dzikir, tiba-tiba saja suara itu datang lagi. “Sucikan, bersihkan kepala mu dengan air zam-zam dan bawa keluarga, kamu akan di operasi,” lanjut Zubaedah sambil merinding.

Dengan perasaan yang masih dilingkupi rasa takut dan was-was, Zubaedah pun menceritakan kejadian yang dialaminya itu kepada suaminya. Setelah berkonsultasi dengan suami, akhirnya Zubaedah memutuskan mungkin yang dimaksud dengan membawa keluarga dalam tuntunan suara itu adalah untuk membantu doa. Besok malamnya selain keluarga, Zubaedah juga memanggil beberapa ustadz untuk membantu doa dengan harapan tidak akan terjadi apa-apa saat proses operasi nanti.

Dioperasi Secara Ghaib. Malam itu, tepat pukul 01.30 Zubaedah sudah melakukan sholat di musholah pribadinya. Setelah itu Zubaedah berdzikir, sedangkan keluarganya melakukan sholat di samping musholah. Tepat pukul 02.10, insting operasi sudah mulai dirasakan oleh Zubaedah. Diakui Zubaedah, suara itu datang lagi. “Jangan lepaskan kalimat Allah,” ucap suara tersebut. Zubaedah pun terus membaca kalimat La Illa Ha Illa Allah. Waktu itu lampu dimatikan, tapi Zubaedah merasa disekelilingnya terang benderang dan seolah-olah ada lampu yang menyala. Selama kurang lebih 15 menit, Zubaedah merasakan kejadian itu. Zubaedah tidak tahu bahwa pada waktu itu ia sedang dioperasi secara ghaib. Pasalnya, saat itu Zubaedah tidak merasakan sakit ataupun merasakan sesuatu pada tubuhnya. Dengan mengenakan mukena, ia hanya duduk terdiam sambil melafazkan kalimat Allah.

Sedangkan keluarganya yang di luar, tidak henti-hentinya terus memanjatkan doa. Setelah operasi selesai, Zubaedah langsung sujud syukur. Dengan keadaan yang masih lemas, ia dibawa ke ruang tamu oleh suaminya. Kemudian satu per satu Zubaedah mulai membuka mukenanya. Setelah mukenanya dibuka, Zubaedah kaget bukan kepalang lantaran tumor yang bersemayam dalam tengkuknya yang berbentuk benjolan sebesar telur ayam, telah hilang sama sekali. “Saya merasa setelah itu kepala saya jadi ringan dan suara saya jadi tidak berat lagi,” urai Zubaedah menceritakan pengalaman ghaibnya itu. Doel

Sidebar I:

Ustadzah Zuhroh Carman (53)

Saksi Operasi Dan Pembantu Doa

Merinding Ketika Melihat Cahaya Di Musholah

Orang lain mungkin banyak yang menganggap bahwa operasi ghaib itu tidak masuk akal dan hanya untuk mencari popularitas saja. Tapi tidak demikian halnya dengan ustadjah Zuhroh Carman yang mengaku bahwa melihat peristiwa tersebut dengan mata kepalanya sendiri. “Orang lain mungkin menganggap peristiwa ini tidak masuk akal dan akan berkata hanya mencari popularitas saja. Tapi bagi saya yang menyaksikan hal tersebut dengan mata kepala saya sendiri, peristiwa ini adalah satu mukjizat dari Allah yang telah diberikan kepada hambanya yang terpilih,” tutur ustadjah Zuhroh. “Di mata saya, ibu Zubaedah adalah orang yang taat menjalankan ibadah dan beliau juga sering membantu anak yatim piatu,” tambahnya.

Ustadzah Zuhroh pun bercerita bahwa pada malam tersebut dirinya benar-benar menyaksikan kebesaran Allah. “Begitu mudahnya Allah menyembuhkan penyakit yang diderita oleh ibu Zubaedah. Malam itu saya sholat hajat lalu berdzikir membaca tahlil, tahmid, dan tasbih untuk kelancaran proses operasi. Saya merasa merinding waktu melihat cahaya terang di dalam musholah. Cahaya itu lebih terang dari pelita. Lalu cahaya itu berputar-putar di atas kepala ibu Zubaedah,” urai ustadzah Zuhroh. “Sambil terus membaca dzikir saya melihat cahaya itu seperti berubah menjadi sinar laser yang masuk ke tengkuk ibu Zubaedah. Dan beberapa menit kemudian cahaya itu hilang,” tambah ustadzah Zuhroh.

Ustadzah Zuhroh pun sangat bersyukur bisa menyaksikan kejadian itu secara langsung. “Saya merasa yakin akan kebesaran Allah. Setelah peristiwa itu, saya langsung sujud syukur sambil menangis merenungkan kejadian itu. Lalu saya memeluk ibu Zubaedah erat-erat sambil terus membaca tahlil,” tuturnya. Doel

Sidebar II:

Prof. Dr. Yunasril Ali. MA

Guru besar tasawuf Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

Terbukanya Tabir Manusia dengan Tuhan
Peristiwa yang dialami oleh Zubaedah, adalah suatu peristiwa di luar kebiasaan umum dan sulit dicerna oleh akal sehat. Karena bagaimana mungkin orang bisa di operasi secara ghaib padahal ia hidup dalam alam nyata. Tapi hal ini di mata Yunasril Ali, guru besar tasawuf UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, kasus yang dialami oleh Zubaedah adalah sesuatu yang wajar terjadi. Menurutnya, jika ada seseorang yang menderita suatu penyakit kemudian orang itu sangat dekat kepada Allah dan selalu melakukan ibadah baik pada waktu siang maupun malam hari serta mengadukan dan memohon kesembuhan penyakit yang dideritanya hanya kepada Allah, maka akan terbukalah hijab (pembatas) antara orang tersebut dengan Tuhannya. “Maka bisa saja Allah akan menyembuhkannya,” ujar Yunasril. Hal tersebut sebagaimana yang dituangkan dalam surat Al-kahfi ayat 110 yang artinya, “barang siapa yang ingin bertemu dengan Tuhannya maka hendaklah ia perbanyak amal sholeh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadat kepada Tuhannya.”

Dalam perspektif tasawuf di dalam dunia ini menurut Yunasril, semuanya serba mungkin jika memang Allah SWT sudah menghendakinya. “Kalau memang Allah ingin memperlihatkan kekuasaannya dan ingin memperlihatkan Maha Kasihnya, hal itu bisa saja terjadi. Dan jalan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan adalah melalui ibadah. Semakin dekat orang tersebut kepada Allah, semakin banyak orang tersebut mendapat kasih Allah,” papar Yunasril. “Boleh jadi apabila orang itu dekat kepada Allah maka ada istilah maqam dan khal. Kalau maqam itu upaya kita untuk mendekat kepada Tuhan, sedangkan khal itu adalah pemberian Allah kepada kita,” tambahnya.

Pada hakikatnya, segala macam penyakit itu adalah datangnya dari Allah. Kalau manusia itu sudah berusaha untuk berobat kemana-mana namun tidak kunjung sembuh, dan juga sudah berdoa namun juga tidak bisa, maka jika orang tersebut pasrah dengan penyakitnya dan yakin bahwa segala penyakit itu datangnya dari Allah, bisa saja orang tersebut mendapatkan Irhas.

Dalam sejarah Nabi Muhammad juga pernah mengalami kejadian seperti itu. Pernah sewaktu kecil saat Nabi Muhammad belum diangkat sebagai nabi, beliau dioperasi secara ghaib oleh malaikat Jibril untuk dibersihkan hatinya agar terhindar dari penyakit-penyakit hati yang sering menggrogoti manusia. Sehingga dalam pandangan tasawuf, seseorang bisa menerima bisikan-bisikan ghaib melalui “rijal al-ghaib” yaitu sosok yg dikirim oleh Allah untuk membisikkan kepada manusia tanpa melalui marhalah atau maqam-maqam yang biasa orang sufi lakukan untuk mencapai hakikat. Hal ini biasanya terjadi karena orang tersebut hanya menggantungkan segalanya kepada Tuhan dan hati atau jiwanya siap menerima anugerah dari Tuhan.

Dalam peristiwa tersebut kita dapat mengambil hikmah, pertama, bahwasanya jika Allah sudah berkehendak, tidak ada yang mustahil dalam dunia ini. Apa pun bisa terjadai. Kedua, doa jika dilakukan dengan sungguh-sunguh, ikhlas, pasrah, dan dilakukan secara terus menerus, maka bisa membuka hijab antara manusia dan Tuhan. Ketiga, bahwa orang yang mendapatkan penyembuhan dengan cara seperti itu menandakan orang tersebut mempunyai kedekatan dengan Tuhan atau kalau dalam istilah sufi orang itu telah mendapatkan kasaf. Keempat, bisa juga orang tersebut mendapatkan karomah karena ketekunannya beribadah kepada Allah. Doel

Jalinan Cinta Selama Dua Tahun itu Sirna Dibakar Api

Jalinan Cinta Selama Dua Tahun itu Sirna Dibakar Api

Siapa yang bisa mengukur dalamnya hati seseorang. Seorang kekasih sekalipun tak mampu mengetahui perasaan paling dalam pasangannya. Itu sebabnya, ketika Fitri akan membakar diri, tak seorang pun bisa mengetahui hal itu. Termasuk Hadi, kekasihnya. Kini, setelah Fitri Agustini (23), meninggal di RS Koja, Jakarta Utara, Selasa (31/10) lalu, karena membakar diri dimakamkan, orang tuanya belum percaya kalau anaknya nekad melakukan tindakan sekeji itu. Karena di mata mereka, Fitri adalah anak yang taat beragama, sehingga mustahil ia bisa melakukan tindakan yang dilarang agama tersebut. Atas dasar itulah, kerabat Fitri melaporkan kajadian ini ke Polsek Koja dengan tuduhan Fitri mati karena dibakar orang. Apa kata keluarga tentang Fitri? Bagaimana pengakuan Hadi, kekasih Fitri yang menjadi orang paling dekat ketika wanita itu membakar diri? Orang tua mana yang tidak sedih melihat anaknya meninggal dengan cara membakar tubuhnya sendiri. Siapa pun akan merasakan terpukul jika melihat anaknya yang diasuhnya sejak kecil harus mengakhiri hidupnya dengan cara yang mengenaskan seperti itu. Hal itu juga yang dialami Rosyidi (51). Ia sama sekali tidak menyangka kalau anaknya, Fitri Agustini (23) akan melakukan perbuatan senekat itu. Kini ia hanya bisa meratapi nasib setelah ditinggal anaknya.

Fitri Agustini adalah anak ketiga dari lima bersaudara pasangan suami istri Rosyidi dan Herly. Di mata keluarga, Fitri termasuk anak yang berbakti kepada orang tuanya. Selain itu, ia juga selalu membantu keperluan sekolah adik-adiknya. Kematian Fitri membuat beban keluarga Rosyidi menjadi berat. Karena Fitri merupakan salah satu tulang punggung keluarga. Penghasilan Rosyidi tidak seberapa. Sebagai penjual kopi di pinggir jalan, ia hanya bisa mengantongi penghasilan sekitar Rp 10 ribu setiap hari. Untuk membantu membiayai keperluan sehari-hari, Fitri yang bekerja sebagai buruh pabrik, sudah sangat membantu ekonomi keluarga.

Sore itu, kondisi rumah Rosyidi di Jln. Manggar Blok Y, Gang I, RT 04/08 No. 101 B, Koja, Jakarta Utara terlihat masih ramai. Seluruh anggota keluarga dan beberapa tetanga berkumpul untuk mengadakan tahlilan. Padahal, orang tua Fitri baru pulang dari Polsek Koja, Jakarta Utara untuk mendengarkan keterangan Hadi, pacar Fitri tentang kematian anaknya. Kamis (03/11) merupakan hari ketiga keluarga Rosidi mengadakan tahlilan setelah meninggalnya Fitri. Di depan rumahnya, masih tampak tumpukan kursi sewaan untuk digunakan pelayat yang datang untuk mengucapkan rasa bela sungkawa.

Meski sudah tiga hari dimakamkan, hingga saat ini orang tua Fitri belum menerima kematian anaknya. “Tidak mungkin anak saya bakar diri. Fitri itu anak yang tahu tentang agama. Ia tahu bahwa bunuh diri itu dosa. Ia sering menjalankan shalat lima waktu dan mengaji. Jadi tidak mungkin ia tega bunuh diri dengan cara sesadis itu,” bantah Rosyidi yang juga menjabat sebagai ketua RT di lingkungannya ini. Selain itu, orang tua Fitri sangat menyesalkan sikap Fitri yang tidak mau terus terang kepada orang tuanya kalau ia sedang menghadapi masalah serius dengan kekasihnya. Padahal, Fitri sering menceritakan masalahanya kepada teman-temannya. “Mungkin dia takut dimarahi kalau orang tua tahu masalahnya,” keluh Rosyidi yang saat ditemui Realita memakai peci haji berwarna cokelat. Hingga saat ini masalah tersebut masih dalam penyidikan aparat Polsek Koja.

Segera Menikah. Menurut Rosyidi, kepergian Fitri terlalu cepat. Karena rencananya, Desember 2006 mendatang setelah Lebaran Haji, Fitri akan melangsungkan pernikahan dengan Hadi. Karena hubungan mereka sudah terlalu jauh. Sebenarnya pernikahan itu sudah direncanakan sejak lama. Namun Hadi selalu menunda-nunda. Setiap kali ditanya tentang rencana pernikahan, Hadi hanya memberikan jawaban tidak pasti. “Nggak tahu kenapa, ia selalu menunda. Bilangnya nggak punya duit karena habis sakit,” ungkap Anita (17) adik perempuan Fitri. Rencananya, setelah gajian November ini, Fitri akan mencetak undangan pernikahan mereka.

Semua anggota keluarga Rosyidi mengaku sama sekali tidak mengira kalau hari itu, Selasa (31/10) Fitri bakal menemui ajalnya. Karena ia tidak menunjukan tingkah laku aneh atau mencurigakan. “Malamnya Kak Fitri masih nonton Smac Down di Lativi bersama kami, kenang Andi (10) adik Fitri. Bahkan paginya pun Fitri masih melakukan pekerjaan rumah seperti biasa, seolah-olah ia tidak merencanakan sesuatu. “Siangnya, Fitri masih mambantu ibu memasak makan siang kelaurga” tambah Andi.

Usai makan siang, Fitri berpamitan ke rumah pacarnya. Fitri memang sering main ke rumah pacarnya. Sampai separuh pakaiannya ia tinggalkan di rumah Hadi. Begitu pula juga dengan Hadi, ia sering main ke rumah Fitri. Rumah Hadi dan Fitri memang tidak jauh. Hadi tinggal bersama kelurgannya di Jln. Mantang Blok K Gg IV/14 RT 7/8 Lagoa Koja, Jakarta Utara.

Namun, satu jam setelah pamitan, Rasyidin dikejutkan dengan berita bahwa Fitri bakar diri di rumah Hadi. “Waktu itu, saya sedang duduk di depan rumah sambil ngobrol bersama teman. Ketika sampai di tempat kejadian, tubuh Fitri sangat mengerikan. Sekujur badannya nyaris hangus terbakar. Ia lalu dibawa ke Rumah Sakit Koja.

Peristiwa meninggalnya Fitri berawal dari surat kekecewaan Hadi atas sikap Fitri yang telah menduakannya. Dalam surat itu, Hadi mengatakan bahwa ia tetap akan menikahi Fitri. Tapi pernikahan itu bukan atas dasar cinta, tapi karena bertanggung jawabnya atas apa yang telah mereka lakukan. Ia juga mengatakan bahwa Fitri hanya bisa bersembunyi dari kesalahan di balik tangisan dan air mata. Surat yang menuding Fitri telah menduakan cinta Hadi itulah yang diduga membuat Fitri kecewa dan nekat mengakhiri hidup di depan kekasihnya. Padahal, Hadi dan Fitri sudah berpacaran selama kurang lebih dua tahun.

Setelah mendapat surat dari Hadi, keesokan harinya sekitar pukul 13.00 WIB, Fitri ke rumah pacarnya. Sampai di rumah, Hadi mencoba mengajak Fitri ngobrol, tapi Fitri diam saja. Akhirnya Hadi meninggalkan Fitri dan tidur. Namun beberapa saat kemudian Hadi terbangun dan mendapti pacarnya membakar diri. Ia mencoba menghentikan api yang membakar Fitri, namun ia gagal. Setelah itu, ia bersama warga membawa Fitri ke Rumah Sakit Koja untuk mendapat pertolongan.

Selama kurang lebih tiga hari Fitri dirawat di rumah sakit. Saat dalam masa perawatan, Fitri sempat siuman dan mengungkapkan keinginannya setelah sembuh. Ia ingin masuk pesantern dan tidak mau menikah dengan Hadi. Namun, karena luka bakarnya terlalu parah, Fitri menghembuskan napas terakhir pada Selasa (31/10) pukul 02.30 WIB. Ia kemudian dikebumikan di Tempat Pemakaman Umum Bumi Darma, Cilincing, Jakarta Utara. Doel

Side bar....1

Hadi Maryadi (kekasih Fitri)

“Saya akan tetap menikahi Fitri meski cacat”

Sebagi seorang kekasih, Hadi sempat shock berat setelah kekasihnya meninggal. Ketika ditanya tentang kronologis kejadian, tidak banyak keterangan yang ia berikan. Hadi hanya bisa menangis di pangkuan ibunya. Kalaupun menjawab, nadanya sangat pelan, sehingga nyaris tidak kedengaran. “Saya sangat terkejut dan shock ketika melihat Fitri terbakar,” kenang Hadi sehabis dimintai keterangan oleh aparat Polsek Koja. “Fitri memang membakar diri di kamar saya, tapi waktu itu saya lagi tidur,” ungkap Hadi sambil merangkul ibunya.

Hadi mengaku sempat mencoba menolong Fitri dengan berusaha memegang tangannya yang terbakar dan mematikan api. Namun ia tidak mampu. “Seandainya waktu itu saya tahu Fitri mau bakar diri, pasti sudah saya cegah,” katanya pelan. Ia memang sama sekali tidak menduga Fitri akan melakukan perbuatan senekat itu. Padahal kalau ia mau terbuka, apa yang diinginkan Fitri bisa dibicarakan bersama.

Hadi kemudian mengungkapkan keinginannya. Seandainya Fitri masih bisa ditolong dan bisa sembuh, meski kondisinya tidak seperi sediakala pun, ia siap menikahinya. “Karena hal ini sudah menjadi tekad saya. Kalau nanti ia sembuh, saya akan langsung menikahinya,” janjinya. Sikap Hadi itu merupakan perwujudan rasa tanggung jawabnya karena sudah terlanjur mengenal Fitri sangat dalam. Tapi ternyata, Tuhan memiliki encana lain. Doel

Kebakaran

Di Tinggal Pulang Lebaran, Rumahnya Ludes di Lumat Api
  • Tiga Anak Ngapani Terancam Putus Sekolah

Tragedi demi tragedi sepertinya hanya akrab dengan orang kecil. Mulai dari penyakit, bayi aneh dan kemiskinan hanya menjadi bagian dari kehidupan orang tak berdaya. Dalam setahun, ribuan peristiwa kebakaran menimpa orang miskin. Dan, di saat Umat Muslim baru saja merayakan hari Idul Fitri, ratusan warga di Jln. Kapten Tendean, RT 05 RW 01 Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, harus bergelut melawan derita, karena rumah mereka hancur dilalap api. Bahkan di antara korban ada yang pada saat terjadi kebakaran tengah merayakan Lebaran di kampung halaman, dan ketika balik menemukan rumahnya yang sudah menjadi puing. Bagaimana kisah di antara korban kebakaran tersebut?

Lelaki paruh baya itu terlihat duduk tenang di atas karpet plastik. Tangannya sesekali digerakkan seirama dengan tutur katanya. Wajahnya kusam, karena sudah dua malam ini ia tidak sanggup memejamkan mata. Rambutnya begitu kusut, matanya terlihat dalam hingga raut wajahnya tampak lebih tua dari usianya. Ngapani (42), nama lelaki itu. Sejak dua hari lalu, ayah tiga anak ini dipaksa mengungsi ke tempat penampungan karena rumahnya ludes terbakar, saat ia sedang merayakan Lebaran bersama keluarga di Kendal, Jawa Tengah. Akibat kebakaran itu, semua hartanya ludes dilalap jago merah.

Tak ada yang bisa dikatakan dari persitiwa itu, selain penyesalan. Andai saja saat itu Ngapani tidak mudik ke Kendal, mungkin sebagian dari barang-barang miliknya bisa diselamatkan. Tapi apa boleh buat, ia terpaksa mengurut dada setelah mengetahui rumahnya sudah tinggal puin-puing berserakan di tanah. Itu berarti tak satu pun barang-barang berharga miliknya yang bisa diselamatkan. Kejaidan ini membuat beban hidupnya semakin berat. Dalam kondisi normal saja, bebannya sudah sangat berat, apalagi ditambah dengan tragadi kebakaran itu. Bebannya terasa berlipa ganda.

Tanpa disadari, mata Ngapani menerawang jauh. Ia seakan meneropong masa depannya sendiri. Berbagai pertanyaan kemudian bergolak dalam pikirannya. Bagaimana dengan nasib anak-anaknya yang seharusnya sudah sekolah? Bagaimana nasib keluarganya yang membutuhkan biaya setiap hari? Dari mana Ngapani bisa memperoleh uang untuk menyewa rumah sebagai tempat berteduh keluarganya? Sejumlah pertanyaan terus menggerogoti pikirannya.

“Saya memang kehilangan segalanya. Tapi saya masih punya keluarga. Selama ini saya bekerja sebagai penjual ikan di Pasar Mampang. Pekerjaan itu akan saya teruskan untuk mencari uang. Saya hanya berharap, dari pekerjaan ini saya bisa memperoleh uang untuk bisa menghidupi keluarga dan biaya sekolah anak-anak saya,” harap Ngapani yang mengenakan baju kaos kutang dan celana abu-abu, seragam SMU milik anaknya itu.

Meski begitu, pria yang tidak tamat sekolah dasar di kampungnya ini mengaku usahanya tidak akan berjalan mulus. Karena masih banyak hal yang harus ia lakukan untuk bisa memulihkan kondisi ekonomi keluarganya. Itu sebabnya, Ngapani sangat membutuhkan uluran tangan para dermawan yang mau berbuat baik kepada orang-orang yang sedang dirundung malang seperti dirinya.

Yang sangat mendesak bagi Ngapani saat ini adalah bagaimana ia bisa menyewa rumah yang layak untuk keluarganya dan mendapatkan uang bagi biaya sekolah anak-anaknya. Dari hasil pekawinannya dengan Mulyati (36), pasangan ini dikarunai tiga orang anak. Anak sulngnya, Ari Setyawan, 15 tahun kini duduk di kelas 2 SMU di Mampang. Dua anak lainnya adalah Ety (15) kelas 2 SMP dan Chaerul (10) kelas 4 SD juga di Mampang. Namun, istri dan ketiga anaknya kini terpaksa tinggal lebih lama di rumah orang tuanya di Kendal. Sementara Ngapani harus rela tidur beralas karpet plastik di tempat penampungan sementara, ruang kelas TK Budi Jaya, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan.

Rumah miliknya yang terbakar, dibangun di atas tanah kontrakkan. Semua barang miliknya dalam rumah semi permanen itu ludes. Seperti lemari pakaian, TV, tape recorder dan alat rumah tangga lain, semuanya hangus. Saat persitiwa itu terjadi, Ngapani sedang mudik ke kampung halamannya di Kendal. Kini, Ngapani sudah memutuskan untuk menghentikan sementara sekolah ketiga anaknya. Karena ia sudah tidak memiliki apa-apa lagi untuk membiayai sekolah anak-anaknya. Nanti setelah ia mendapatkan uang, baru ia bisa menjemput istri dan anak-anaknya.

Ditelepon Tetangga. Bagi Ngapani, kejadian yang menimpa rumahnya seperti mimpi. Ia tidak menyangka bakal terjadi musibah kebakaran. Pertama kali ia mengetahui persitiwa kebakaran setelah ditelepon salah seorang tetangganya. Awalnya, Ngapani tidak percaya. “Masa sih, rumah bisa terbakar siang bolong?” batin lelaki yang mengaku tidak lulus SD ini.

Untuk memastikan berita itu, Ngapani menunggu sampai sore hari lewat tayangan televisi. Ia sangat terkejut setelah mengetahui bahwa informasi yang diberikan tetanggnya ternyata benar. “Saya langsung shock melihat rumah saya habis terbakar,” ceritanya dengan nada terbata-bata. Sore itu juga, setelah berpamitan dengan orang tua, Ngapani langsung berrangkat sendirian ke Jakarta untuk melihat kondisi rumahnya. “Selama dalam perjalanan, saya berharap harap ada orang yang bisa menyelamatkan barang-barang milik saya. Tapi ternyata harapan itu sirna setelah melihat kondisi riil di tempat kejadian. Hampir semua korban kebakaran tidak sempat menyelamatkan barang-barang miliknya. Bagaimana mungkin mereka sempat menyelamtkan barang orang lain?” kata Ngapani sambil berlinang air mata.

Kini, Ngapani harus tidur beralaskan karpet tanpa bantal dan selimut. Karena tempat pengungsian sangat sempit, maka setiap kali mau tidur ia harus berdesak-desakan bersama warga lainnya. Tinggal di pengungsian adalah sesuatu yang sangat tidak ia harapkan. Padahal tidak banyak uang yang dibawa Ngapani ketika harus balik ke Jakarta. Karena uangnya sudah habis dibelanjakan untuk keperluan Lebaran. Seperti membeli baju untuk anak-anak dan ongkos mudik ke kampung halaman. Untungnya, saat musibah itu terjadi, banyak orang atau lembaga yang memberikan bantuan keperluan sehari-hari, sehingga kesedihan dan beban warga sedikit tertolong.

Terancam Putus Sekolah. Selain musibah kebakaran, hal lain yang membuat Ngapani sedih adalah ia tidak bisa membawa keluarganya balik ke Jakarta. Padahal ketiga anaknya sudah harus mulai masuk sekolah. “Mungkin saya harus menunda dulu sekolah anak-anak sampai saya bisa mengumpulkan uang guna membelikan buku dan baju seragam baru buat mereka,” keluhnya sambil menatap bangunan rumahnya yang hangus terbakar. Tanpa disadari, pria yang selalu mengenakan tas pinggang ini menitikan air mata. Ngapani kemudian mengutarakan keinginannya sebagai kepala keluarga. Ia sangat ingin anak-anaknya bisa masuk sekolah lagi. Tapi bagimana mungkin anak-anak bisa sekolah kalau semua buku dan seragam sekolahnya hangus terbakar?

Profesi Ngapani sebagai penjual ikan di Pasar Mampang Prapatan memang tidak bisa menghasilkan banyak uang dalam sekejap. Itu sebabnya, untuk menunjang ekonomi keluarga, istrinya membukat kue untuk dijual di pasar. Sebagai buruh, penghasilan Ngapani tidak seberapa. Jadi, untuk membangun rumahnya kembali atau mencari kontrakan baru, ia harus menunggu hingga berbulan-bulan untuk mengumpulkan uang. Sekarang kondisi Ngapani sangat memperihatikan. Ia sudah tidak punya apa-apa lagi selain baju yang menempel di badannya. Harta yang ia kumpulkan dengan susah payah selama kurang lebih 26 tahun tinggal di Jakarta, semuanya hangus terbakar.

Baginya, targedi ini adalah musibah terberat yang harus ia jalani. Beban itu terlukis dari raut wajah dan pakaiannya yang terlihat kusam. Tak banyak yang bisa diharapkan oleh para korban kebakaran, kecuali agar mereka bisa menghuni kembali rumah yang sekarang telah menjadi puing-puing. Demikian juga halnya dengan Ngapani sekeluarga, ia sangat berharap pemerintah mau membantu mendirikan kembali bangunan rumahnya yang hangus terbakar.

Peristiwa kebakaran itu terjadi pada hari Jumat (27/10) pukul 14.00 WIB di saat warga sedang beristirahat sehabis menjalankan ibadah shalat Jumat. Musibah itu berawal ketika salah seorang warga yang bernama Latif sedang memasak daging sepulang dari pasar. Entah apa pemicunya, tiba-tiba kompornya meledak. Malapetaka itu mengagetan penduduk. Masyarakat berhamburan keluar rumah untuk menyelamatkan barang-barang yang dianggap penting sambil meminta pertolongan dari warga sekitar. Tapi kobaran api begitu besar karena sebagian besar bangunan terbuat dari bahan gampang terbakar, seperti bambu dan tripleks, warga tidak bisa berbuat apa-apa.

Sekitar satu jam kemudian, baru tiba delapan unit mobil pemadam kebakaran untuk menjinkan api. Setelah dua jam bertarung dengan api, barulah pasukan pemadam kebakaran mampu menjinakkan si jago merah. Dalam musibah Jumat kelabu memang tidak ada korban jiwa. Namun kerugian diperkirakan mencapai ratusan juta rupiah. Sedikitnya 46 rumah ludes terbakar dan 144 jiwa hidup dalam pengungsian. Setelah beberapa hari dalam pengungsian, warga Jln. Kapten Tendean, RT 05 RW 01 Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, tampak mulai membersihkan puing-puing rumahnya sambil mencari-cari barang yang masih bisa untuk diamankan. Hingga saat ini, para korban kebakaran masih dibantu oleh dapur umum yang dikerjakan oleh para relawan dari Palang Merah Indonesia (PMI). Doel

Side Bar I

Mochamad Tohir (Ketua RW 1)

Latif Sudah Tiga Kali Mencoba Bakar Rumah

“Seandainya Latif tidak mabuk, mungkin peristiwa kebakaran ini tidak perlu terjadi,” kata pertama yang diungkapkan Mochamad Tohir, Ketua RW 01, Mampang Prapatan Jakarta Selatan yang baru menjabat tujuh bulan. Sebenarnya, bukan baru sekarang ini Latif memicu peristiwa pembakaran. Sudah sejak lama, kalau sedang mabuk, Latif selalu mengancam akan membakar rumah. Peristiwa ini merupakan kasus ketiga. Pada kasus pertama, ia pernah membakar kasur di kamarnya karena alasan yang tidak jelas.

Untungnya, kasus ini segera diketahui warga sehingga api yang sudah mulai membesar, segera dipadamkan warga. Kasus kedua, ia juga pernah membakar kertas di dalam rumahnya. Kejadian itu hampir saja membakar rumahnya, namun hal itu segera diketahui warga sehingga api segera dihentikan. Sedangkan kasus ketiga, entah karena disengaja atau tidak, Latif membakar rumanhya sehingga api merambat ke rumah tetangganya. Kali ini warga tidak bisa membantu memadamkan api karena umumnya tetangga sedang mudik Lebaran.

Dalam pengakuannya di kantor Polsek Mampang, Latif mengatakan bahwa persitiwa kebakaran itu disebabkan bukan karena kompor yang melesak, tapi hubungan arus pendek dari kipas angin yang lupa dimatikan. Sebetulnya, Latif bukan pemilik rumah yang ia tempati sekarang. Ia hanya menumpang di rumah Selamet, kakak iparnya. Waktu peristiwa itu terjadi, Selamet tidak ada di rumah karena sedang bekerja.

Menurut Mochamad Tohir, warga sudah sangat kesal dengan tingkahlaku Latif. Ia sering meminta minta uang dari para pedagang di Pasar Mampang untuk mabuk-mabukan. Kalau saja pada peristiwa kebakaran itu, Latif tidak segera diamankan polisi, mungkin ia sudah dilempar warga ke dalam rumah yang sedang terbakar. Namun sebagi ketua RW, Mochamad Tohir berharap peristiwa ini tidak terulang lagi. Baik di lingkungannya, maupun di tempat lain. Karena persitiwa seperti ini menelan banyak kerugian. Enrah itu kerugian material maupun kerugian psikis. Apalagi dalam kondisi sekarang, sangat sulit mencari kerja. Doel

Side Bar...2

Ustadz Muslim Bakri :

“Semua harta adalah titipan Allah”

Dalam pandangan Ustadz Muslim Bakri, peristiwa kebakaran yang terjadi di Mampang Prapatan itu merupakan salah satu bentuk ujian dari Allah SWT. Apakah masyarakat siap menghadapi ujian tersebut ataukah tidak, terutama setelah melewati sebulan berpuasa. Menurutnya, jika korban bisa melewati peristiwa tersebut dengan hati yang ikhlas dan menganggapnya ujian bukan sebagai musibah, maka kualitas ketakwaan seoarang hamba Allah akan bertambah menjadi lebih besar.

Salah satu tujuan ibadah puasa adalah untuk memperoleh ketakwaan. Realisasi dari ketakwaan tersebut sebagimana yang tersirat dari surat Al-Imran ayat 133 ada tiga. Pertama, orang akan meng-infaq-an hartanya baik dalam keadaan sulit maupun dalam keondisi berkelimpahan. Kedua, akan menjadi orang yang tabah ketika mendapat musibah. Ketiga, menjadi lapang dada sehingga bersedia memaafkan kesalahan sesama.

Menurut Ustadz Muslim Bakri, ketika orang mendapatkan musibah, ia harus sadar dan yakin bahwa cobaan itu datangnnya dari Allah. Dan yang pasti, Allah mempunyai rencana dan maksud sendiri terhadap musibah tersebut. Jadi, jangan sekali-kali kita mempunyai persangka yang jelek terhadap Allah SWT. Seolah-olah Allah tidak tahu yang terbaik bagi umatnya. Selain itu, sebagai orang beriman, sikap yang harus mereka tunjukkan dalam menghadapi musibah kebakaran tersebut adalah selalu sabar. Karena kesabaran bisa mendorong mereka untuk bisa ikhlas. Karena harta yang mereka miliki saat ini, pada hakikatnya adalah titipan Allah yang sewaktu-waktu akan diambil kembali oleh pemiliknya. Dan, kita tidak tahu bagaimana cara mengambilnya. Bisa jadi lewat kebakaran atau dengan cara lainnya. Sedangkan, kalau mendapat nikmat, mereka harus bersyukur. Karena dengan bersyukur, Allah akan menambah nikmat yang diperoleh.

Sebagaimana pesan Rosulullah SAW sehabis memperoleh kemenangan pada Perang Badar. Dalam sejarah Islam, Perang Badar merupakan perang terbesar pada masa Rosulullah. Tapi apa kata Rosulullah sesudah perang tersebut, bahwa ada perang yang lebih besar lagi yang akan dihadapi oleh kaum Muslim, yaitu perang melawan hawa napsu. Peringatan Rosulullah SAW tersebut seharusnya dijadikan pelajaran bagi para korban kebakaran di Mampang. Setelah sebulan berpuasa, akhirnya umat Muslim mendapatkan kemenangan. Tapi disaat kemenangan itu diperoleh, disusul dengan ujian baru, yakni persitiwa kebakaran. Kalau korban belum bisa menerima musibah kebakaran yang menimpanya, berarti mereka masih dikuasai hawa napsu yang selalu mencintai kenikmatan dunia. Doel

Senin, 12 November 2007

Daus Acil

Ahmad Firdaus alias Acil (20)

Meski Bertubuh Kecil, Namun Allah SWT Memberikan Rezeki yang Besar

Allah Maha Adil, meski Daus lahir tidak sesempurna seperti orang lain pada umumnya, namun Allah SWT memberikan talenta yang tidak dimiliki orang normal, sehingga Daus pun bisa bekerja di dunia entertainment yang justru dimimpikan banyak orang. Bagaimana ceritanya Daus bisa menjadi pemain sinetron?

Rumah yang terletak di Kampung Lio, RT 03 RW 19, Depok Baru, Jawa Barat malam itu terlihat sangat menyolok dibandingkan dengan rumah-rumah sekitarnya. Pasalnya, rumah itu merupakan satu-satunya rumah bertingkat. Dari dalam rumah, tampak ada seorang yang bertelanjang dada sambil mengibas-ngibaskan bajunya. Orang itu tak lain adalah Ahmad Firdaus, pemeran tokoh Acil dalam sinetron Tuyul Milenium.

Lelaki yang akrab disapa Daus Acil ini, merupakan anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Wildan (50) dan Yuriani (44). Di antara saudara-saudaranya, Daus merupakan anak yang paling kecil. Padahal sewaktu mengandung, Yuriani mengaku tidak mengalami firasat aneh. “Waktu mengandung Daus, saya tidak mengalami keganjilan apa-apa. Sama seperti anak pertama kami,” terang Yuriani. Begitupula waktu Daus lahir, berat badannya cukup normal yaitu tiga kilogram. Tapi anehnya, ketika pada masa pertumbuhan, badannya bertumbuh tidak normal.

Menurut Yuriani, dalam silsilah keluarganya, tidak ada yang mempunyai kondisi fisik seperti Daus, sehingga ia merasa heran dengan kondisi anaknya itu. Kakak Daus yaitu Wirda Aryani (24), meskipun berpostur tubuh kecil, tapi tidak seperti Daus adiknya. Daus sendiri memiliki tinggi badan 105 cm dan berat badan 20 kilogram. Meskipun memiliki postur tubuh mungil, kedua orang tua Daus tidak membeda-bedakan mereka dalam mendidik anak-anaknya. “Semua anak, saya perlakukan sama. Tidak ada perlakuan khusus meskipun Daus bertubuh kecil,” ungkap Yuriani.

Sering Dihina. Sudah menjadi sesuatu yang umum, ketika ada orang yang memiliki tubuh tidak normal, biasanya sering menjadi bahan hinaan. Begitu pula dengan Daus. Sebelum menjadi orang terkenal, ia kerap dihina maupun diremehkan banyak orang. “Waktu itu, kalau ada orang yang ngejek, seandainya ada batu di depan mata, sudah saya timpuk orangnya,” kenang pria kelahiran Jakarta, tahun 1987 ini.

Namun kini, setelah ia menjadi orang terkenal, masyarakat menghargai dan menghormatinya. “Dulu mana ada orang yang berani menyapa saya. Yang ada, hanya mau mengejek saya,” ujarnya. Sebenarnya Daus tidak pernah bermimpi jadi artis seperti sekarang. Pasalnya, cita-citanya hanyalah ingin jadi mubaligh seperti Aa Gym atau Ustadz Jefri. Untuk merealisasikan cita-citanya itu, ia pun memilih mondok di Pesantren Al-Ahyar, pimpinan Kyai Wahab di Beiji, masih di kawasan Depok.

Ketika menjadi santri, ia sering diundang untuk mengisi pengajian baik itu di Depok maupun di Jakarta. Seperti dalam acara Maulid Nabi, HUT RI, maupun acara-acara keagamaan lain. Maka tak heran, ia sempat mendapat julukan sebagai Ustadz Cilik. Sebenarnya hal ini tidak aneh. Karena Uwa-nya juga seorang mubaligh yang sering mengisi ceramah. Namun, sejak menjadi artis terkenal, Acil jarang mengisi ceramah. Bahkan kalau ada orang yang memintanya untuk berceramah, selalu ditolaknya dengan alasan memberi ceramah mempunyai konsekuensi cukup berat. Karena setelah menjadi artis pelawak, kadang kata-katanya tidak pantas untuk ditiru penonton.

Meski memiliki postur tubuh tidak seperti orang kebanyakan, Daus tidak merasa minder lalu menutup diri dari pergaulan. Baginya, sudah lahir ke dunia saja merupakan hal yang harus disyukuri. “Ada untungnya juga sih bertubuh kecil seperti aku. Karena semuanya serba irit. Makan irit, beli baju pun irit,” ujar pria yang biasa dipanggil Bang Daus di lingkungan tempat tinggalnya tersebut.

Main Sinetron. Lepas dari cita-citanya menjadi mubaligh, kini Daus justru menjadi seorang pemain sinetron. Keterlibatannya di dunia sinetron pun sebetulnya tanpa sengaja. Suatu ketika di tahun 2002, salah seorang tetangganya yang bekerja sebagai penata kostum di Multivision Plus, menawarinya untuk ikut kasting sinetron Tuyul dan Mbak Yul. Pasalnya, pemeran utama, Oni Syahrial yang selama ini memerankan tokoh Ucil, tidak mau lagi memerankan figur Ucil, karena sudah merasa dewasa dan cukup lama memainkan peran itu. Alasan lainnya, karena rambutnya tidak mau lagi digunduli.

Ketika ikut kasting, Daus tidak berharap akan terpilih, karena tidak pernah belajar akting. Selain itu, banyak sekali orang yang mengikuti kasting. Tapi setelah pengumuan dan ia terpilih, Daus merasa sangat bersyukur. “Mungkin karena sudah rezeki saya, jadi saya yang terpilih,” ungkap pria yang suka main playstation ini.

Meski Acil mengikuti kasting untuk sinetron Tuyul dan Mbak Yul, tetapi sinetron pertamanya adalah Tuyul Milenium. Sejak ia bermain dalam sinetron itu, banyak sutradara yang mengakui aktingnya, sehingga banyak tawaran untuk main di sinetron lain. Sampai sekarang, sudah delapan sinetron yang telah ia bintangi. Baik itu sebagai pemeran utama, peran pembantu utama maupun figuran. Tapi menurutnya, sinetron yang paling berkesan adalah ketika bermain di Tuyul Milenium. Pasalnya, waktu itu ia baru pertama kali main sinetron.

Bangun Rumah. Sejak Daus main sinetron, membuat roda ekonomi keluarganya berubah. Padahal tadinya, ayahnya hanya seorang kuli bangunan, dan memiliki penghasilan yang hanya cukup buat makan sehari-hari. Itu pun belum tentu Ayahnya mendapatkan pekerjaan setiap hari, karena belum tentu setiap hari ada orang membangun rumah. “Kalau tidak ada order, ya menganggur,” ujar Wildan, ayah Acil sambil menghembuskan asap rokok kretek.

Kini kondisi ekonomi keluarga Daus sudah mulai membaik setelah Daus menjadi artis sinetron. Jerih payah Daus dari dunia sinetron cukup untuk membangun rumah orang tuanya di daerah Depok. Ia juga sudah memiliki sebuah mobil dan sepeda motor. “Alhamdulillah, sejak Daus main sinetron, banyak membantu ekonomi keluarga kami,” tutur Wildan bangga.

Meskipun Daus sudah bisa membahagiakan kedua orang tuanya, namun ada satu cita-cita yang sampai kini belum kesampaian. Yaitu memberangkatkan kedua orang tuanya ke Tanah Suci Mekkah untuk menunaikan ibadah haji, Rukun Islam kelima.

Tiga Kali Pacaran. Meskipun memiliki tubuh kecil, bukan berarti tidak ada cewek yang mau sama Daus. Menurutnya, selama ini petualangan cintanya cukup memiliki lika-liku. Ternyata, sudah tiga kali Daus berpacaran dengan gadis normal. Namun sayang, percintaannya tidak sampai ke pelaminan. “Pacar pertama saya orang Kerawang. Tapi cuma berjalan enam bulan. Pacar saya secara sepihak memutuskan hubungan kami tanpa alasan yang jelas,” ujar pria yang mengaku dirinya sebagai cover boy ini.

Sedangkan pacar keduanya adalah orang Bogor. Namun itu hanya bertahan dua bulan. Begitu pula pacar ketiganya yang berasal dari Cijantung, hanya bertahan satu bulan. Doel


Side bar I

Yuriani, Ibunda Daus

“Anak adalah rezeki yang harus disyukuri”

Setiap orang tua ingin anak-anaknya lahir normal. Begitu juga dengan Yuriani. Namun ketika Yang Maha Kuasa memberi keturunan yang tidak sempurna, tentu sebagai hamba-Nya, kita tidak bisa mengelak. “Saya pernah mengeluh dan mempertanyakan kepada Tuhan. Mengapa anak saya lahir dengan tubuh seperti ini? Tapi hal itu langsung saya sadari, anak adalah rezeki dan anugerah yang harus disyukuri dan bukan untuk disesali,” katanya menirukan pesan-pesan orang bijak.

Yuriani tidak menyangka kalau Daus bakal menjadi orang terkenal seperti sekarang ini. Karena awalnya ia berharap Daus menjadi seorang Ustadz. “Mungkin ini sudah takdirnya,” terang wanita asli Betawi ini. Kini, Yuriani sangat bangga memiliki anak seperti Daus, karena bisa membahagiakan kedua orang tuanya. “Meskipun anaknya kecil, tapi Allah Maha Adil. Rezekinya tidak seperti orangnya,” ungkapnya.

Yuriani juga sangat berharap anaknya cepat mendapatkan jodoh. “Saya ingin anak saya cepat menikah,” harap wanita yang mengenakan jilbab cokelat ini. Menurutnya, sejak kecil Daus tidak pernah menyusahkan kedua orang tuanya. Karena Daus adalah tipe lelaki yang mandiri dan bertanggung jawab. Doel

Ajudan Jenderal Soedirman yang Tidak Pernah Diberi Pensiunan


Sarni (86)

Ajudan Jenderal Soedirman yang Tidak Pernah Diberi Pensiunan, dan Kini Menjadi Tukang Sapu

  • Rumahnya Digadaikan untuk Mengurus Pensiunan

Hari Kemerdekaan 17 Agustus selalu diperingati dengan gegap gempita oleh seluruh rakyat Indonesia. Namun demikian, gegap gempitanya perayaan hari kemerdekaan tersebut sangat kontras dengan nasib para Veteran pejuang kemerdekaan. Sebut saja Sarni, pria asal Desa Sobontoro Tulung Agung, Jatim, yang dulu pernah berjuang merebut kemerdekaan bersama Panglima Besar Jenderal Soedirman. Kini, ia harus berjuang seorang diri untuk mempertahankan hidupnya dengan menjadi seorang tukang sapu jalanan di pasar Templek Sobontoro. Sudah 62 tahun bangsa Indonesia merdeka namun nasibnya tidak pernah diperhatikan. Bagaimana keseharian Sarni? Kenangan apa yang paling membekas saat bersama Jenderal Soedirman?

Udara sejuk dan dingin di pagi hari menyambut kedatangan Realita pada hari Rabu (22/07) di kota Tulung Agung, Jawa Timur, yang dikenal sebagai penghasil marmer terbesar di Indonesia. Di kota yang hanya berjarak sekitar 90 km dari Pacitan (dimana Presiden SBY dilahirkan, red) itulah Sarni, salah seorang mantan ajudan Jenderal Soedirman tinggal.

Sarni, itulah nama yang diberikan orang tuanya pada 68 tahun silam. Kakek satu cucu ini merupakan salah satu dari mantan Veteran perang yang nasibnya kurang beruntung. Mbah Sarni, begitu ia kerap disapa, merupakan anak pertama dari enam bersaudara pasangan almarhum Kabul dan Sarmi. Rupanya, nama Sarni bukan sembarang nama, orang tuanya menamai Sarni dengan maksud tertentu yaitu singkatan dari “Saya Anak Rakyat Nasional Indonesia.” Dengan nama tersebut, tentu saja orang tua Sarni berharap agar kelak Sarni menjadi anak yang berguna bagi nusa dan bangsa.

Tidak berbeda dengan Sarni, demikian juga halnya Sarmi, nama sang ibu yang juga memiliki arti khusus yaitu “Saya Anak Rakyat Miskin Indonesia.” Masa penjajahan pada waktu itu memang membuat masyarakat Indonesia menjadi bangsa yang miskin dan bodoh. Baik Sarmi maupun Kabul berharap, anaknya kelak bisa mengusir penjajah dari bumi pertiwi yang membuat bangsa ini menjadi miskin. Tak heran kalau ada dua orang dalam keluarganya yang menjadi tentara yaitu Sarni sendiri dan adiknya, Samiri. Akan tetapi, nasib Samiri tidak seberuntung kakaknya. Samiri belum sempat menikmati indahnya hidup di alam kemerdekaan karena keburu menghadap Yang Maha Kuasa.

Saat muda, Sarni melihat bangsa Belanda menjajah Indonesia dengan semena-mena sehingga menimbulkan kesengsaraan dan penderitaan di mana-mana. Hatinya pun terketuk untuk membebaskan bangsa ini dari kungkungan penjajah. Ia tidak rela tanah airnya diinjak-injak oleh bangsa lain. Dengan tekad bulat, Sarni mendaftarkan diri menjadi tentara rakyat yang siap mengorbankan jiwa dan raganya demi kemerdekaan bangsa ini. Berkat kesungguhannya itulah di usianya yang ke-22 tahun, ia diterima di Angkatan Darat tepatnya pada tahun 1943.

Setelah diterima kemudian Sarni dilatih di kota Surabaya selama enam bulan. Menurut Sarni, waktu itu belum ada kesatuan, yang ada hanya sebuah Badan yang mirip seperti kesatuan sekarang.Sarni sendiri masuk dalam Badan di kota Surabaya.

Ajudan Jenderal Soedirman. Ketika Jenderal Soedirman jatuh sakit sehingga tidak bisa memimpin peperangan, Sarni ditugaskan oleh komandannya untuk menjaga Jenderal Soedirman dari incaran tentara Belanda. Jenderal Soedirman sendiri waktu sakit bersembunyi di kaki Gunung Willis, Nganjuk Jawa Timur. Sebagai anak buah, Sarni tidak pernah lengah dan selalu siap siaga setiap waktu untuk menjaga Jenderal Soedirman. Di matanya, sosok Jenderal Soedirman adalah orang yang sangat pintar dan bijaksana. Oleh Jenderal Soedirman, Sarni kerap dinasehati agar dalam berjuang selalu berhati-hati dan kelak jangan mengharapkan imbalan setelah merdeka.

Akan tetapi, Sarni sendiri tidak lama menjaga Pak Dirman-sapaan Jenderal Soedirman. Ia hanya menjaga sekitar lima bulan. Ketika kota Sidoarjo, Tanggulangin, diserang oleh pasukan Belanda, Sarni dipindahkan ke Kota Sidoarjo untuk membantu tentara yang lain. Menurutnya, pertempuran di Sidoarjo merupakan pertempuan yang sangat menegangkan selama ia berperang karena pada waktu itu tentara Belanda dengan persenjataan yang modern sudah hampir menguasai seluruh kota. Sedangkan tentara Indonesia sendiri hanya sebagian saja yang memegang senjata dan sebagian yang lain hanya menggunakan bambu runcing. Sarni sendiri waktu itu juga hanya menggunakan bambu rucing. Ketika pertempuran sedang berkecamuk, tiba tiba saja Sarni terkena tembakan di bagian kepala. Untungnya saat itu posisi Sarni sedang dalam keadaan tiarap sehingga hanya terserempet saja. Meski hanya terserempet, namun cukup melukai kepalanya hingga darah pun mengalir bercucuran membasahi kepalanya. Setelah tentara Belanda mundur, Mbah Sarni segera ke barak untuk diobati.

Selama menjadi tentara, Mbah Sarni hanya dibayar Rp 35. Meskipun terbilang kecil saat itu, namun Sarni menerimanya dengan lapang dada karena tujuan dia masuk tentara bukanlah untuk mencari uang namun untuk mengabdi kepada negara. Pada tahun 1968 ketika kondisi bangsa sudah tenang dan bangsa Belanda sudah hengkang dari Tanah Air, Sarni pun berhenti menjadi tentara. Sejak saat itu pulalah ia tidak lagi menerima gaji dari pemerintah.

Menjadi Buruh Tani. Setelah berhenti menjadi tentara, Sarni mulai bekerja sebagai buruh tani di desanya. Sebagai buruh yang menggarap sawah orang lain, Sarni hanya menerima uang ketika panen saja. Sehingga pendapatannya sangat bergantung dari hasil panen. Kalau panen bagus ia akan menerima uang banyak, kalau gagal panen ya tidak menerima apa-apa. Tapi menurutnya selama bekerja sebagai buruh tani, ia paling banyak mendapat bagian sebesar Rp 200 ribu.

Sarni yang biasa disebut orang di sekitarnya dengan sebutan Mbah Sarni, hanya memiliki satu orang anak yaitu Musaroh Eko Bangun Wati hasil pernikahannya dengan Musriyah. Karena hanya memiliki satu anak, Mbah Sarni sangat berharap anaknya kelak akan menjadi orang pintar. Ia pun berencana akan menyekolahkan anaknya hingga tingkat Universitas. Tapi karena tidak punya biaya, selepas sekolah SMU, putrinya hanya melanjutkan ke tingkat D-1 saja.

Menjadi Tukang Sapu. Pada tahun 1972, di usianya yang ke-51 Mbah Sarni merasa sudah tua dan tidak kuat lagi untuk mencangkul di sawah. Mbah Sarni pun memutuskan untuk berhenti bekerja sebagai buruh tani. Setelah tidak lagi bekerja sebagai buruh tani sebenarnya Mbah Sarni ingin berjualan sembako di rumahnya agar bisa menikmati hari tua dengan tenang bersama istri dan anaknya. Namun karena tidak punya modal, Mbah Sarni mengurungkan keinginannya. Dan karena desakan ekonomi, akhirnya Mbah Sarni memutuskan untuk menjadi tukang sapu di pasar Templek Sobontoro, Tulung Agung, Jawa Timur. “Sebenarnya saya tidak ada keinginan untuk menjadi tukang sapu, tapi mau kerja apa lagi. Mau jualan tidak punya modal. Jadi tukang becak, sudah tidak punya tenaga, terpaksa saya jadi tukang sapu yang tidak banyak mengeluarkan tenaga,” ujarnya dengan sesekali terbatuk.

Adapun jarak antara pasar Templek, tempatnya menyapu dengan rumah Mbah Sarni lumayan jauh yaitu sekitar 1 kilometer. Setiap hari dengan sepeda pancal tuanya, pagi-pagi buta Mbah Sarni sudah berangkat ke pasar Templek. Tepatnya pukul 05.00 pagi Mbah Sarni harus sudah sampai di pasar sebelum para pedagang datang untuk membereskan lapak-lapaknya. Kegiatan menyapunya baru berhenti pada pukul 09.00. Namun setelah itu Sarni juga tetap bersih-bersih kembali.

Selain sebagai tukang sapu pasar, Mbah Sarni juga bertugas sebagai penarik karcis pasar. Pasar Templek sendiri bukanlah pasar yang besar, jumlah pedagangnya hanya sekitar 20 orang yang hanya menjual sayur mayur dan alat-alat dapur. Karena jumlah pedagangnya yang sedikit itulah dalam sehari Mbah Sarni hanya bisa mengumpulkan uang paling banyak 5000 rupiah karena tidak semua para pedagang mau membayar karcis. Bahkan jika musim hujan tiba, terkadang Mbah Sarni tidak mendapatkan uang sama sekali. Padahal ia harus menyetor ke desa setiap bulan Rp 50 ribu. “Makanya kadang saya sering nombokin kalau kurang dari Rp 50 ribu,” tuturnya dengan logat jawa yang kental. Selama satu bulan, dari penghasilannya sebagai tukang sapu, Sarni hanya mendapat sekitar seratus sampai seratus lima puluh ribu rupiah. Dengan uang sekecil itu ia harus menghidupi istri dan satu orang anaknya. Istri Mbah Sarni sendiri hanya berprofesi sebagai ibu rumah tangga biasa saja.

Tak heran kalau kehidupan Mbah Sarni sangat sederhana. Di dalam rumahnya, tidak ada barang-barang mewah. Satu-satunya barang yang terlihat mewah hanyalah kursi sofa warna cokelat yang sudah tidak empuk lagi jika diduduki. Kursi itu pun didapat dari hasil sisa uang menjual tanahnya yang berada di belakang rumah untuk membiayai sekolah anak semata wayangnya.

Sering Sakit-Sakitan. Karena kondisinya yang sudah semakin sepuh, Mbah Sarni sering mengalami sakit-sakitan. Sejak tahun 1992 Mbah Sarni sering terkena batuk. Kalau sudah batuk, bisa sampai mengeluarkan darah. Padahal sudah banyak uang yang telah dikeluarkan untuk mengobati penyakitnya. Namun penyakit Mbah Sarni tidak juga kunjung sembuh. Bahkan pada tanggal 1 Agustus 2007 lalu, Mbah Sarni sempat diopname selama empat hari di rumah sakit Tulung Agung karena muntah darah. Untungnya pada awal Januari, Mbah Sarni sudah punya kartu Askes sehingga perawatannya gratis. Menurutnya, sebelum punya kartu Askes, tidak ada satu orang pun yang membantu biaya pengobatannya. Terkadang Sarni harus meminjam dari tetangga untuk membayar biaya rumah sakit.

Sejak menderita sakit batuk, Mbah Sarni jarang mau makan. Kondisi kesehatan tubuhnya pun terus menurun padahal istri dan anaknya sudah sering memperingatkan. Namun Mbah Sarni tetap saja susah untuk diajak makan. Hari-hari Mbah Sarni sendiri banyak dihabiskan di rumah. Tidak banyak aktivitas yang dilakukan. Biasanya sehabis dari pasar ia langsung istirahat dan bermain dengan cucunya, Habib Ali Afzalul Rahman, putra dari anak semata wayangnya. Selain itu, Mbah Sarni juga ditunjuk oleh masyarakat sebagai ketua RW I di Dusun Ngerco. Sebagai ketua RW, Mbah Sarni tidak pernah mendapat gaji maupun tunjangan dari pemerintah setempat. Justru terkadang ia mengeluarkan uang jika ada kegiatan di dusunnya.

Gadai Rumah untuk Ngurus Pensiunan. Pada pertengahan tahun 1985, Mbah Sarni bertemu dengan Karsono, salah satu pegawai di kantor Veteran. Mbah Sarni pun bercerita kalau dirinya mantan veteran perang tahun 1945. Oleh Karsono, Mbah Sarni diminta untuk mengurus pensiunnya. “Mbah urus saja pensiunnya biar nanti dapat tunjangan dari pemerintah, kan eman kalau tidak diurus,” ujar Mbah Sarni menirukan ucapan Karsono.

Sebelum bertemu dengan Karsono, Mbah Sarni tidak pernah berfikir untuk mengurus pensiunnya karena baginya ia berjuang karena panggilan hati. Akan tetapi ketika bertemu dengan Karsono, ia pun tergerak untuk mengurus pensiunnya. “Kalau tidak dikasih tahu sama Karsono, tidak mungkin saya mengurus itu,” ungkapnya. Saat itu Mbah Sarni juga berfikir dirinya sudah tua dan hanya bekerja sebagai tukang sapu. Mbah Sarni membayangkan setelah mendapat uang pensiun ia akan hidup tenang bersama keluarga.

Namun, rupanya untuk mendaptakn haknya sebagai pensiunan tentara pengabdi negara tidaklah sesederhana itu . Dipikirannya kala itu, ia hanya cukup melapor ke Kodim saja lalu oleh Kodim akan diurus. Tapi ternyata ia harus melapor terlebih dahulu ke desa, kecamatan, kapolres, dan barulah ke kodim. Yang membuat Mbah Sarni kesal adalah setiap melapor, ia dimintai uang administrasi yang tidak sedikit jumlahnya. Karena sudah terlanjur keluar uang banyak dan janji manis akan mendapat uang pensiun, Mbah Sarni pun tidak putus asa. Bahkan karena ingin prosesnya cepat, Mbah Sarni sampai menggadaikan sertifikat tanahnya demi mendapat uang 500 ribu rupiah. Dari pinjaman itu, Mbah Sarni juga harus membayar bunganya. Padahal rumah tersebut adalah warisan dari orang tuanya. Menurut Sarni, sudah jutaan uang yang ia keluarkan untuk bisa mengurus pensiunnya. Dari mulai menjual barang-barang yang ada di rumah, menggadaikan sertifikat tanah, bahkan sampai pinjam uang dengan para saudara dan tetangganya.

Namun, setiap kali Mbah Sarni menanyakan ke kantor veteran, orang-orang veteran yang berjaga hanya memberi alasan belum di Acc dari pusat dan Mbah Sarni diminta untuk sabar menunggu karena yang mengajukan pensiun tidak sedikit. Karena tidak ada kepastian, akhirnya Mbah Sarni pun tidak pernah memikirkan tentang status pensiunannya.

Hingga pada suatu hari di bulan Maret tahun 1998, Mbah Sarni mendapat surat dari kantor veteran. Ia diminta untuk datang. “Saya pikir SK pensiun saya sudah keluar. Saya sudah punya angan-angan untuk segera melunasi utang-utang dan mengambil surat tanah. Tapi ternyata ia hanya mendapat selembar surat piagam penghargaan saja dari presiden Soeharto,” keluhnya. Satu bulan kemudian ia juga mendapat piagam penghargaan dari Jenderal Wiranto sebagai mantan veteran BKR. Menurut Sarni, kalau dia tidak punya janji untuk mengambil sertifikat tanah yang telah digadaikan, mungkin ia sudah meninggal. Pasalnya, teman-teman seperjuangannya dahulu sudah meninggal semua. “Nasib teman-teman saya sebelum meninggal juga tidak ada yang beruntung. Kebanyakan teman-teman saya hanya menjadi buruh tani,” terangnya.

Mbah Sarni pun memahami kenapa kebanyakan para mantan veteran perang nasibnya kurang beruntung. Karena kebanyakan dari mereka tidak punya keahlian termasuk dirinya. Pada masa penjajahan, ia tidak sempat berfikir untuk belajar. Yang dipikirkan hanyalah bagaimana agar bangsa ini merdeka.

Mbah Sarni sendiri tidak pernah berharap akan dikasihani orang lain meski memang orang tidak ada yang peduli dengan nasibnya kini. Padahal dahulu jika sehabis pulang bertempur, orang-orang menyambutnya sebagai pahlawan. Namun setelah merdeka, orang-orang melupakannya. Bahkan kadang tidak sedikit juga ada orang yang mencibir pekerjaannya sebagai tukang sapu pasar. Tapi Mbah Sarni menerima semuanya dengan lapang dada. “Saya harus terima kondisi ini apa adanya meskipun saya mantan tentara 45, kalau saya mau marah, marah sama siapa,” tanyanya.

Bagi Mbah Sarni, selagi pekerjaan itu halal dan ia sanggup mengerjakannya maka akan ia lakoni meskipun pekerjaan itu oleh sebagian masyarakat dipandang sebagai pekerjaan yang rendah. Meski tidak ada orang yang menghargai atas perjuangannya selama ini, Mbah Sarni tidak merasa menyesal atau bersedih karena baginya berjuang adalah tugas yang paling mulia untuk membebaskan bangsa. Menurutnya, bulan Agustus 2007 lalu merupakan bulan yang paling membahagiakan. Pasalnya, sejak ia berhenti dari tentara pada tahun 1986, tidak ada seorang pun yang pernah menanyakan kehidupannya kini. Tapi pada bulan Agustus tahun ini setelah beberapa media mengangkat profilnya, sontak berbondong-bondong orang dari mulai pejabat sampai anak-anak sekolah, datang menemuinya. Bahkan Bupati Tulung Agung Ir. Heru Tjahjono saja tidak tahu kalau salah satu warganya ada yang bekas veteran perang. “Bupati baru tahu setelah lihat koran. Bupati pun mengundang saya ke pendopo dan memberikan penghargaan dan syukuran buat saya. Saya sangat senang sekali orang mulai menanyakan kondisi saya,” ucapnya dengan mata berkaca-kaca. Doel

Side Bar I

Musaroh Eko Bangun Wati (24), Putri Mbah Sarni

“Saat SMP bapak menjanjikan akan membelikan sepeda jika pensiunnya turun”

Sebagai anak satu-satunya, Musaroh Eko Bangun Wati atau yang biasa disapa Wati ini sebenarnya ingin sekali membahagiakan kedua orang tuanya. Terutama kepada bapaknya yang sudah sangat sepuh. Namun ia juga tidak bisa berbuat banyak karena ia sendiri tidak bekerja. Setelah lulus SMU, ia langsung menikah dengan pemuda di kampungnya yang bernama Tri Agung Puji Jatmiko. Wati sendiri sudah meminta kepada bapaknya untuk tidak bekerja lagi, namun karena bapaknya tidak mau, ia pun tidak bisa memaksa. “Bapak orangnya tidak mau merepotkan orang lain meskipun kepada anaknya sendiri. Padahal saya sudah berkali-kali meminta untuk istirahat dan membuatkan warung untuk aktivitas bapak, namun bapak tetap saja bekerja,” ujar wanita berkerudung ini.

Sebagai anak mantan veteran, Wati merasa sangat bangga karena bapaknya ikut berjuang dalam memerdekakan bangsa ini. Tapi ia juga sangat perihatin dengan kondisi bapaknya yang tidak mendapat perhatian dari pemerintah. Wati ingat betul saat masih duduk di bangku SMP kelas satu ketika ayahnya akan mengurus surat pensiun. Bapaknya selalu minta didoakan agar surat pensiunnya segera turun. Bapaknya juga selalu menjanjikan kalau dapat uang pensiun nanti akan membelikan sepeda untuk Wati pergi ke sekolah. Wati pun sangat berharap agar SK pensiunnya cepat turun. Tapi ternyata sampai ia sudah menikah dan punya anak, surat pensiun itu tak kunjung turun juga. Kini, baik Wati maupun orang tuanya tidak pernah berharap lagi akan mendapat pensiun. Wati hanya berharap agar orang tuanya dalam kondisi sehat wal ‘afiat. Doel

Sidebar 2:

Sugi, Tetangga Mbah Sarni

Berharap agar Pemerintah Segera Memberi Uang Pensiun kepada Mbah Sarni

Sebagai mantan veteran perang 45, sosok Mbah Sarni sangat familiar di lingkungannya. Menurut Sugi, meskipun Mbah Sarni mantan veteran perang, ia tidak pernah mengatakan kepada lingkungannya kalau ia mantan veteran perang. Sugi sendiri baru tahu kalau Mbah Sarni adalah mantan veteran perang dari tetangganya. Di matanya, Mbah Sarni adalah orang yang baik dan suka menolong tetangganya. Ia juga orang yang cukup dituakan di dusun Ngerco. “Kalau ada masalah biasanya orang-orang akan minta Mbah Sarni sebagai penengahnya,” ujar bapak dua orang anak ini.

Sebagai tetangga, tentunya ia sangat iba dan kasihan jika melihat pekerjaan Mbah Sarni yang sebagai tukang sapu pasar meskipun Sugi sendiri hanya sebagai tukang becak. Namun jika melihat perjuangan Mbah Sarni pada masa penjajahan, dalam benaknya seolah-olah tidak ada perhatian dari pemerintah terhadap nasib para veteran perang. Sugi juga berharap agar pemerintah segera memberikan uang pensiun Mbah Sarni. Karena sebagai tetangga tentunya Sugi tahu bagaimana perjuangan Mbah Sarni untuk memperoleh surat pensiun sampai ia menggadaikan sertifikat tanahnya. Doel

Sidebar:

DR. K.H. M. Hamdan Rasyid, MA., Ketua MUI Jakarta

Seharusnya Pemerintah Memperhatikan Orang-Orang yang Berjasa Memerdekakan Negara

Menurut KH. Hamdan Rasyid, masalah kemiskinan adalah takdir Tuhan yang bisa diubah dengan usaha kita. Karena Allah tidak pernah memperlihatkan takdir seseorang, kecuali senantiasa menjadi misteri, agar manusia mencari jawabannya. Kalau manusia tidak berjuang untuk memecahkan misteri takdirnya, maka akan tetap terpuruk dalam kemiskinan dan kefakiran. Sementara mereka yang berhasil memecahkan persoalan hidupnya, akan mendapatkan takdirnya sebagai orang yang kaya.

Dari sini kita bisa mengambil kesimpulan bahwa manusia tetap dituntut untuk berupaya seoptimal mungkin untuk mencapai kehidupan yang baik di dunia maupun di akhirat dengan seimbang tanpa melupakan sisi pasrah dan tawakal manusia terhadap Penciptanya. Pasrah bukan berarti sikap fatalis yang hanya menunggu perubahan dari Allah atau bertindak sesuatu yang irrasional. Sebagaimana yang dinyatakan dalam AlQuran, "Sesungguhnya Allah tidak mengubah suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri." (QS 13:11). Selain itu Allah SWT juga mengisyaratkan manusia untuk terus bekerja dan berbuat untuk tujuan jauh ke masa mendatang yaitu bertindak untuk tujuan akhirat tanpa melupakan sisi manusiawi seorang hamba untuk bekerja dan beraktivitas demi kehidupannya di dunia. Dalam hal ini Allah berfirman, "Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan kebahagiaan dari kenikmatan duniawi dan berbuat baiklah kamu kepada orang lain sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu."(QS 28:77 ).

Sedangkan mengenai nasib Sarni yang menjadi tukang sapu itu merupakan takdirnya, sehingga tergantung Sarni sendiri mau mengubah atau tidak. Selain itu, seharusnya juga ada perhatian dan penghargaan dari pemerintah agar orang-orang yang telah berjasa memerdekakan bangsa ini bisa menikmati masa tuanya dengan tenang.

Maka, dengan demikian hikmah yang dapat diambil, janganlah putus asa mencari rezeki Allah, karena Allah mengetahui yang terbaik buat hamba-Nya. Selalu berkhusnudzon kepada Allah, karena dengan berkhusnudzon kita akan dimudahkan dalam segala urusan. Dan yang terakhir adalah ikhlas, karena dengan ikhlas menerima kenyataan hidup, akan memberikan harapan yang positif di hari depan. Doel

Terapi Rukyah

Abi Ma’ruf Hidayat

Mengobati Penyakit Medis dan Nonmedis dengan Rukyah

Lewat terapi rukyah, Abi Ma’ruf Hidayat mampu mengobati berbagai macam penyakit baik yang bersifat medis seperti kanker dan tumor, maupun yang bersifat nonmedis seperti terkena santet ataupun guna-guna. Pengobatan yang bersandarkan AlQuran dan Hadist ini memang mulai diminati masyarakat. Bagaimana proses rukyah tersebut berlangsung?

Bangunan bertingkat yang terletak di Jalan Raya Kebagusan Gg. Butet No.01 RT05/RW07 Pasar Minggu Jakarta Selatan sore itu (26/8) nampak dipadati orang. Beberapa orang nampak keluar masuk di gang tersebut, rupanya orang-orang itu adalah para pasien Abi Ma’ruf Hidayat, seorang pemuda yang dipercaya memiliki kemampuan lebih.

Abi Ma’ruf Hidayat atau yang kerap dipanggil Abi ini merupakan salah satu orang yang mumpuni dalam hal pengobatan alternatif rukyah yang bersandarkan AlQuran dan Hadist. Abi sendiri mulai tertarik di dunia pengobatan ketika ia masih duduk di kelas tiga Aliyah (setaraf SLTA, red). Kala itu secara khusus Abi berguru kepada ustadz Sutoyo. Baru berjalan tiga bulan belajar, sang guru melihat pada diri Abi memiliki kelebihan tersendiri dibandingkan dengan murid-muridnya yang lain. Sejak saat itu, sang maha guru mengajar Abi secara khusus selama kurang lebih tujuh bulan. Sejak digembleng sang maha guru, kemampuan Abi bertambah drastis, bahkan bisa melampaui para seniornya yang sudah berguru puluhan tahun.

Sebenarnya tidak aneh kalau Abi bisa mengobati. Pasalnya, dari silsilah keluarganya, ada yang punya keahlian mengobati orang yaitu kakeknya. Semasa hidup ia sangat terkenal di kota Jombang sebagai orang yang bisa mengobati berbagai penyakit baik itu yang medis maupun non medis. Tak heran kalau kemudian Abi menuruni ilmu dari kakeknya itu.

Selain belajar ilmu pengobatan dari guru dan kakeknya, Abi juga belajar pengobatan sendiri secara otodidak. Inilah yang membuat meski Abi baru berumur 25 tahun, tapi sudah dikenal di kampungnya sebagai pakar rukyah muda. Abi sendiri secara resmi membuka praktek pengobatan alternatif pada tahun 1996 di kota tempat tinggalnya yaitu Jombang, Jawa Timur. Satu tahun kemudian, ia pindah ke Surabaya membantu gurunya yang membuka praktek pengobatan. Di tahun 1998 karena sang guru pindah ke Jakarta, Abi pun mau tidak mau mengikuti gurunya.

Selama hampir dua tahun lebih Abi mengikuti sekaligus diajari oleh gurunya tentang pengobatan alternatif. Pada tahun 2000 ketika Abi merasa sudah siap dan sanggup membuka praktek sendiri, sang guru pun mengizinkan Abi membuka praktek sendiri.

Rukyah Ada di Zaman Nabi Muhammad. Abi sendiri mendalami ilmu rukyah dengan gurunya secara khusus. Namun karena pada tahun 1993 belum terlalu populer, rukyah masih dianggap asing oleh sebagian besar masyarakat. Padahal menurut Abi, Nabi Muhammad SAW dan para shahabatnya telah mencontohkan pengobatan dengan mempergunakan AlQuran dan doa-doa untuk mengobati berbagai macam penyakit, baik yang disebabkan oleh tukang sihir seperti guna-guna atau yang disebabkan oleh gangguan jin seperti kesurupan dan penyakit-penyakit aneh lainnya. Tidak hanya itu, bisa juga untuk mengobati jika terkena gigitan binatang berbisa seperti kalajengking, ular, dan lain sebagainya.

Rasulullah SAW juga mempergunakan ayat-ayat AlQuran dan doa-doa untuk penjagaan dan perlindungan diri. Namun karena perkembangan zaman dan sekarang banyak pengobatan yang canggih, masyarakat pun mulai melupakan pengobatan rukyah yang dianggap kuno dan tidak ilmiah. Adapun alasan-alasan dilakukan rukyah adalah sebagaimana hadist yang diriwayatkan Bukhari Muslim yang artinya, “Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam meruqyah dirinya sendiri tatkala mau tidur dengan membaca surat Al-Ikhlash, Al-Falaq dan An-Nas, lalu beliau tiupkan pada kedua telapak tangannya, kemudian beliau usapkan ke seluruh tubuh yang terjangkau oleh kedua tangannya.

Dalam hadist yang lain juga ditegaskan seperti yang diriwayatkan oleh Muslim yaitu, Jabir Bin Abdillah Radhiyallahu ‘Anhu berkata, “Seseorang di antara kami disengat kalajengking, kemudian Jabir berkata, “Wahai Rasulullah apakah saya boleh meruqyahnya? Maka beliau bersabda, “Barangsiapa di antara kalian yang sanggup memberikan manfaat kepada saudaranya, maka lakukanlah.”

Mulai Dikenal. Di Indonesia sendiri metode pengobatan rukyah mulai banyak diminati sejak akhir tahun 2004 silam. Sedangkan pengertian Rukyah sendiri menurut Abi adalah jampi-jampi atau mantera yang dibacakan oleh seseorang untuk mengobati penyakit atau menghilangkan gangguan jin atau sihir atau untuk perlindungan dan lain sebagainya dengan hanya menggunakan ayat-ayat AlQuran dan atau doa-doa yang bersumber dari Hadits-Hadits Rasulullah SAW. Bisa juga dengan doa-doa yang bisa dipahami maknanya selama tidak mengandung unsur kesyirikan. Jadi intinya dalam rukyah adalah pembakaran. Yaitu pembakaran terhadap satu penyakit yang tidak dapat dilihat secara kasat mata maupun secara medis.

Proses Rukyah. Menurut pria Asal Jombang Jawa Timur ini, untuk merukyah harus melalui beberapa tahapan. Yang pertama, orang tersebut harus suci baik secara lahir maupun batin yang bertujuan untuk memudahkan proses rukyah itu sendiri. Kedua, dibacakan salah satu ayat yang ada hubungannya dengan penyakit pasien. Karena setiap penyakit pada dasarnya ada ayatnya masing-masing. Seperti kalau orang terkena guna-guna, maka ayat yang dibacakan adalah ayat kursi dan surat At-Taubah dua ayat terakhir. Ketiga, biasanya setelah proses rukyah selesai, si pasien akan diberi segelas air putih yang sudah didoakan oleh Abi. Akan tetapi, meminum air putih itu sendiri tidak wajib dan bergantung kepada kondisi si pasien mau menerima atau tidak. Sebenarnya tujuan memberikan air putih itu sendiri untuk mendinginkan kondisi si pasien, karena setelah di rukyah, badan akan terasa panas. Selain juga ada manfaat air sebagai sumber kehidupan bagi manusia.

Selama ini pengalaman yang pernah dialami Abi, saat orang dirukyah, jika kondisinya sudah cukup parah maka si pasien akan berteriak-teriak dan meronta-ronta. Setelah itu sang pasien akan memuntahkan sesuatu dari mulutnya seperti jarum, benang, batu, ataupun benda-benda yang lainnya. Akan tetapi jika kondisi si pasien tidak parah, biasanya nafas mereka hanya akan tersengal-sengal saja yang dikarenakan dalam tubuhnya ada proses pembakaran.

Penyebab Perceraian. Sebenarnya rukyah sendiri bukan hanya diperuntukkan bagi orang yang sakit. Orang yang tidak sakit juga bisa dirukyah. Karena biasanya orang mengirim teluh atau guna-guna bukan hanya berupa santet, tapi kadang teluh juga dikirim untuk memberi kebingungan kepada seseorang sehingga menimbulkan kegelisahan dan ketidaktenangan. Bahkan kalau dalam rumah tangga tidak ada ketentraman dan keharmonisan, bisa jadi dalam rumah tangga itu ada orang yang tidak suka.

Kasus-kasus perceraian yang marak terjadi bisa juga disebabkan dengan hal-hal seperti ini. Namun sebelum dilakukan rukyah, harus dideteksi terlebih dahulu. Kalau memang sebabnya bikinan orang, maka itu harus dilakukan rukyah. Akan tetapi kalau tidak ada sebab yang membuat ketidaktenangan, maka yang dilakukan bukan lagi terapi rukyah, namun ruwat.

Ruwat sendiri dalam pengobatan Abi termasuk penyempurnaan dari rukyah. Jadi tingkatannya di atas rukyah. Ruwat sendiri bermakna merawat batin. Termasuk membuang sial dan menjauhkan diri dari mara bahaya selain juga untuk merombak dan merenovasi serta membersihkan diri dari unsur-unsur negatif.

Selama ini kebanyakan pasien yang datang berobat ke Abi adalah orang yang memiliki penyakit-penyakit non medis seperti santet dan sejenisnya. Sudah tak terhitung jumlahnya orang yang telah ditolong oleh Abi. Selain mengobati penyakit yang non medis Abi sebenarnya juga bisa mengobati berbagai penyakit medis yang lain seperti kanker, tumor, dan hepatitis. Dalam mengobati penyakit yang nonmedis Abi menggunakan berbagai terapi seperti terapi listrik, akupunktur, dan herbal. Abi juga tetap menggunakan terapi rukyah sebagai penunjang kesembuhan. Karena menurutnya semua penyakit adalah datangnya dari Allah, manusia hanya memiliki obat saja. Jadi, meskipun diobati berulang kali, kalau Allah tidak mengijinkan untuk sembuh, orang itu tidak akan sembuh.

Dalam pandangan Abi, semua penyakit bisa sembuh manakala memenuhi tiga unsur. Pertama 30 persen untuk obat, kedua, 30 persen untuk doa, dan yang 40 persen adalah keinginan. Faktor keinginan merupakan faktor yang dominan daripada faktor-faktor yang lain. Sebagaimana pendapat para ahli fiqih bahwa tercapainya cita-cita harus dibarengi dengan keinginan yang kuat. Jika orang menderita sakit tidak sembuh-sembuh dan sudah berbagai obat di coba namun tidak sembuh juga, bisa jadi karena keinginan hatinya untuk sembuh sangat lemah.

Pernah suatu kali Abi mengobati ibu Mulyani yang berasal dari Cianjur. Sudah hampir dua bulan ia mengalami gangguan dalam perutnya. Setelah diperiksa ke dokter, ibu itu divonis menderita penyakit kista. Mengingat operasi kista biayanya cukup mahal, si ibu pun mencari pengobatan alternatif. Datanglah sang ibu ke tempat praktek Abi. Setelah menceritakan persoalannya, dan diterawang oleh Abi ternyata ibu itu tidak menderita kista tetapi karena ada makhluk ghaib yang menitipkan janin ke dalam rahim ibu itu. Lalu oleh Abi sang ibu dirukyah dan dikeluarkan janin ghaib yang ada diperut ibu tersebut. Setelah dikeluarkan, ibu itu pun tidak merasa kesakitan lagi. Pada malam harinya ibu itu didatangi oleh nenek-nenek dan mengatakan, “Masa dititipi seperti itu saja tidak boleh.”

Abi juga pernah mengobati seorang ibu yang bernama Kasemu dari Surabaya yang menderita penyakit kanker otak dan sudah parah sehingga ibu itu tidak kuat berjalan dan badannya menjadi kurus. Oleh Abi, ibu Kasemu diterapi dengan bunga mawar setelah terlebih dahulu dirukyah. Karena ibu itu punya keinginan besar untuk sembuh, ia pun menuruti nasihat dari Abi seperti minum bunga mawar yang sudah ditumbuk sehari sekali. Tidak sampai lima bulan kanker otaknya sembuh.

Pasien Abi datang dari berbagai kalangan baik masyarakat biasa sampai dengan pejabat negara dan artis. Meski demikian Abi tidak pernah mengistimewakan setiap pasien, semua pasien mendapat perlakuan yang sama, baik itu orang kaya maupun miskin. Sedangkan tarifnya sendiri Abi tidak pernah mematok, tergantung kemampuan pasien. Karena baginya menolong orang yang dalam kesusahan adalah tugas mulia. Doel

Side Bar I

Wiwin (33), Mantan Pasien Abi

Penyakit Anehnya Hilang Setelah Dirukyah

Pada tahun 2006 ibu Wiwin, salah satu warga Pasar Rebo Jakata Timur ini menderita penyakit aneh. Setiap malam hampir selama delapan bulan dari mulai jam dua belas malam sampai jam tiga ia tidak bisa tidur dengan nyenyak. Selain itu dadanya juga merasa ditusuk-tusuk dengan benda-benda tajam. Anehnya, ketika Wiwin periksa ke rumah sakit, dokter yang memeriksanya tidak bisa mendeteksi penyakit apa-apa. Dokternya hanya bilang kalau Wiwin kecapaian sehingga harus banyak istirahat. Karena tidak mendapat kepastian apa penyakitnya dari dokter, akhirnya Wiwin menemui Abi.

Oleh Abi, ibu Wiwin dideteksi penyakitnya. “Ternyata selama ini penyakit yang diderita saya karena saya dimasuki makhluk halus,” ujar wanita berkerudung ini. Lalu oleh Abi, ibu Wiwin diminta untuk dirukyah. “Pada waktu dirukyah, badan saya seperti terbakar, seolah-olah makhluk yang bersemayam di kepala saya antara mau keluar dan tidak. Tapi akhirnya Abi bisa mengeluarkan makhluk halus itu,” kenangnya. Kira-kira satu jam setelah dirukyah, badan dan kepala Wiwin terasa ringan. Padahal sebelumnya, kepala dan badannya terasa berat. Kini ibu Wiwin bisa tidur nyenyak lagi. Doel