Kamis, 18 Desember 2008

Dwi Ryanta Soerbakti, MBA.

Dwi Ryanta Soerbakti, MBA., Managing Director Lorena Group

Memilih Untuk Memberikan Kail Bagi Masyarakat Tidak Mampu

Sukses mengantarkan Lorena Group sebagai salah satu perusahaan transportasi terbesar di Indonesia, ternyata tidak membuat Dwi Ryanta Soerbakti lupa diri. Ia justru memiliki kepedulian sosial terhadap nasib masyarakat yang kurang mampu. Melalui perusahaan keluarga yang dibesarkannya itulah, Ryanta (sapaannya, red) kerap memberikan kail kepada orang yang tidak mampu sebagai sarana untuk memberdayakan ekonomi lemah. Seperti apa bentuk kepedulian sosial ayah dari dua anak ini?

Seperti hari-hari di penghujung Minggu pada biasanya, situasi jalan raya di Ibukota tak begitu ramai. Begitulah situasi yang tampak saat Realita menyusuri jalan di bilangan Lebak Bulus, Jakarta Selatan pada Sabtu (22/11). Awan mendung yang menggelayuti langit Ibukota membuat hawa siang itu tak terlalu panas. Namun, situasi jalan yang sepi tampak kontras saat Realita menginjakkan kaki di halaman sebuah Pool bus yang terletak di Jl R.A Kartini No. 16, Jakarta Selatan. Lorena, begitulah tulisan yang terdapat di plang di depan pool bus tersebut. Halaman pool yang cukup luas itu diisi oleh beberapa buah bus yang datang silih berganti. Ya, siang itu, Realita memang akan bertemu dengan sang Managing Director Lorena Group, Dwi Ryanta Soerbakti.

Seorang wanita muda berparas cantik langsung menyambut kedatangan Realita. “Hallo dari Realita ya? Silakan masuk. Tapi tunggu sebentar ya, saya panggilin dulu bapaknya,” ujarnya ramah sambil menjabat tangan Realita. Wanita yang tak lain adalah Rima Lesmanawati, sekretaris sang Managing Director tersebut mengajak masuk ke dalam sebuah ruangan yang cukup nyaman. Rima pun langsung memperkenalkan Realita dengan sang Managing Director, Dwi Ryanta Soerbakti.

Ryanta, begitu ia kerap disapa, adalah lelaki muda yang tampak selalu bersemangat dan sosok yang sangat menyenangkan. Tak jarang, beberapa kali obrolan kami harus terhenti karena gelak tawa. Meski duduk sebagai salah satu pejabat penting di Lorena Group, namun penampilan Ryanta jauh dari kesan formal. Ia hanya mengenakan kaos berwarna hitam dengan celana panjang warna senada. Meski masih berusia 36 tahun, namun prestasi yang dihasilkannya tak dapat dipandang sebelah mata.

Generasi Kedua. Ryanta terlahir sebagai anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan GT. Soerbakti dan Kariany K. Sembiring. Ayahnya adalah seorang perwira di Angkatan Darat. Sebagai anak seorang tentara, Ryanta selalu hidup berpindah dari satu tempat ke tempat lain mengikuti tugas sang ayah. Dari situlah Ryanta belajar bagaimana beradaptasi dengan cepat terhadap situasi yang selalu berubah-ubah. ”Dengan seringnya berpindah-pindah saya jadi cepat belajar bagaimana beradaptasi dengan lingkungan baru,” ujarnya mengurai senyum. Ryanta sendiri merupakan anak laki-laki satu-satunya. Namun sebagai anak laki-laki satu-satunya tidak lantas membuat orang tua Ryanta memberikan fasilitas lebih ataupun memanjakannya. ”Bagi orang tua saya, kedisiplinan itu merupakan nomor satu, jadi meski sebagai anak laki-laki satu-satunya saya tidak pernah dimanja,” akunya. Berkat nilai-nilai disiplin yang ditanamkan sejak kecil, kini Ryanta tumbuh menjadi sosok yang ulet dan mandiri.

Pria kelahiran Jakarta, 29 Oktober 1972 ini menamatkan pendidikan SD hingga SMU-nya di Jakarta. Sejak sekolah Ryanta sudah menunjukkan jiwa kepemimpinan di antara teman-temannya. Setelah menamatkan SMAK Tirta Marta tahun 1991, ia melanjutkan pendidikan S1-nya ke Amerika Serikat di Universitas Dayton, Ohio, mengambil jurusan Science in Business Administration. Setelah menyelesaikan S1, ia meneruskan S2 di Cleveland State University, Ohio, USA. Ryanta memang tergolong anak yang cerdas. Selama kuliah baik S1 maupun S2, IPK-nya selalu 3,5 sehingga ia bisa menyelesaikan pendidikan S2 pada umur 23 tahun.

Setelah menyelesaikan S2 tahun 1997 Ryanta tidak langsung bergabung dengan Lorena Group, perusahaan milik ayahnya namun ia bekerja di perusahaan asing sebagai Konsultan Finansial tahun 1998-2000. ”Saya mulai bekerja dari bawah sebagai junior consultan, jadi saya merasakan bagaimana sebagai bawahan dan itu merupakan pelajaran paling baik yang saya rasakan. Dan bagaimana saya bisa menjadi seorang pimpinan yang baik saat ini misalnya karena saya pernah merasakan bagaimana rasanya jadi anak buah,” ujar mantan Ketua Kompartemen Hubungan dan Kerjasama Internasional DPP Organda (Organisasi Pengusaha Angkutan Jalan Raya). Orang tua Ryanta memang mempunyai prinsip untuk tidak memperbolehkan anak-anaknya langsung bergabung dengan bisnis keluarga.

Selama bekerja di perusahaan asing, banyak sekali pengalaman yang Ryanta peroleh yang tidak didapatinya di bangku kuliah. Pengalaman itu pula yang ia terapkan dalam memimpin Lorena Group. Setelah tiga tahun bekerja dengan orang lain, barulah Ryanta diajak bergabung di perusahaan milik orang tuanya. Meski ia bekerja di perusahaan orang tuanya, tidak lantas langsung menjadi seorang direktur. Ia justru memulai karirnya dari bawah sebagai Manager Internal Audit, kemudian karirnya terus merangkak naik sebagai VP and GM Finance and Admin Lorena Group (2002- 2004), Vice President Lorena Group (2004-2007) hingga menjadi Managing Director Lorena Group. ”Setelah tujuh tahun bekerja, baru saya dipercaya sebagai Managing Director. Orang tua saya mengajarkan segala sesuatu itu tidak ada yang diperoleh dengan gratis semuanya harus diperoleh dengan kerja keras dan disiplin. Jadi karir saya menanjak di Lorena Group ini karena kerja keras bukan karena orang tua,” ujarnya berbangga. Ryanta pun berhasil membuktikan prestasinya di perusahaan keluarga dengan kerja keras sehingga tidak ada yang menganggap dirinya sebagai orang karbitan.

Ryanta merupakan generasi ke-dua di Lorena Group. Menurutnya, pada awal Lorena dirintis sang ayah pada tanggal 9 September 1970 hanya berawal dari 2 unit bus yang melayani rute Jakarta-Bogor. Nama Lorena sendiri diambil dari nama sang kakak yaitu Eka Sari Lorena br Soerbakti. Lorena berarti arah atau jalan yang baik. Rupanya nama kakaknya itu membawa hoki. Bus yang diberi nama Lorena cepat diterima dan mendapatkan kepercayaan masyarakat. Dan seiring dengan perjalanan waktu, berkat kerja keras dan ketekunan ayahnya dalam merintis usaha, Lorena pun terus berkembang dari yang tadinya melayani rute Jakarta-Bogor kini melayani jalur antar kota dan antar provinsi.

Tidak hanya itu, setelah masuk generasi kedua, Lorena juga mengekspansi usahanya di luar usaha transportasi seperti perkebunan kelapa sawit, sekuritas, properti, SPBU, kurir, logistik, dan sekarang juga sedang merintis Lorena Air. Semua bidang usaha itu bernaung di bawah payung PT Lorena Karina sebagai holding company.

Kesuksesan Lorena Group dalam berbisnis diakui Ryanta karena membuat bisnis model atau cetak biru yang bersifat, high risk (berisiko tinggi), medium risk (risiko sedang), dan low risk (risiko rendah). Seperti di-high risk ada namanya Karina Transport, Lorena Transport, dan Lorena Air, semua adalah berisiko tinggi. Lalu dibawahnya di-back up lagi dengan Sari Lorena seperti rental dan busway. Sedangkan yang low risk adalah dengan membuka perkebunan kelapa sawit dan SPBU. ”Dalam berbisnis, Lorena Group selalu mengikuti patron seperti itu. Jadi kalau terjadi sesuatu, ada yang mem-back up,” terangnya.

Memberi Kail. Keberhasilan Lorena Group dalam membangun unit usaha bisnisnya tidak lantas melupakan orang-orang di sekelilingnya. Kesuksesan yang diraih saat ini selain kerja keras Tim Lorena juga karena dukungan banyak pihak termasuk orang-orang di sekitar cabang Lorena. Makanya Ryanta selalu berbagi dengan cara menerapkan kebijakan di setiap cabang Lorena minimal 2 persen SDM-nya berasal dari penduduk lokal. ”Sistem ini kami lakukan sejak tahun 80-an. Hal ini kami lakukan agar roda ekonomi di sekitar cabang kami juga ikut tumbuh. Jangan sampai perusahaan kami maju tapi penduduk sekitar kiri kanan tidak merasakan efeknya dengan keberadaan kami di daerah tersebut,” ujar bapak dari Dante Rebuena Toman Soerbakti dan Chloe Rejilena Sofie br Soerbakti ini.

Bagi Ryanta, berbagi dengan memberikan kail seperti lapangan pekerjaan itu lebih baik daripada memberikan ikan seperti sembako misalnya. Sebab dengan memberikan kail, masyarakat bisa mengembangkan roda perekonomiannya sehingga tidak mempunyai ketergantungan kepada orang lain. ”Jika kita memberikan kail atau pancing, diharapkan mereka bisa mandiri dan tidak terbiasa menerima bantuan orang lain,” tegasnya. Kebanyakan di Indonesia, orang memberikan bantuan dengan memberikan barang atau sembako. Padahal pemberian bantuan tersebut tidak efektif, malah justru masyarakat akan mempunyai mental peminta-minta. Meski demikian bukan berarti Lorena tidak pernah memberikan bantuan sosial kepada masyarakat. Lorena Group tetap memberikan bantuan sosial namun pada hari-hari tertentu saja seperti hari raya Idul Adha. Baik di kantor pusat maupun cabang, Lorena selalu memberikan kurban kepada penduduk sekitar. Begitu pula saat Idul fitri dan Natal, Lorena memberikan bantuan kepada orang-orang yang tidak mampu. Bantuannya sendiri bisa berbentuk barang dan juga uang untuk pembangunan masyarakat.

Tidak hanya memberikan lapangan pekerjaan dan memberikan santunan kepada orang-orang yang tidak mampu, Lorena Group juga memberikan bantuan secara rutin kepada Sekolah-sekolah Dasar Negeri yang kondisinya memprihatinkan di setiap cabang. Sedangkan bentuk bantuannya sendiri berupa pembuatan perpustakaan, pembuatan kelas-kelas baru, dan kegiatan ekstrakurikuler. ”Kalau sekolah fasilitasnya lebih baik, maka sekolah bisa memberikan kualitas yang lebih baik kepada siswanya. Ujung-ujungnya adalah kualitas dari SDM kita juga akan meningkat,” jelasnya.

Kepedulian Ryanta dalam dunia pendidikan dikarenakan bagi Ryanta pendidikan merupakan kunci dari keberhasilan dalam membangun kehidupan. Baginya, maju mundurnya sebuah bangsa bisa diukur dari tingkat pendidikan di negaranya. Kalau kualitas pendidikan di suatu negara tinggi maka bisa dipastikan negara tersebut maju. Begitu pula sebaliknya. Orang tua Ryanta sendiri juga sangat menekankan arti pentingnya sebuah pendidikan. Tak heran kalau Ryanta dan saudara-saudaranya bisa kuliah sampai ke luar negeri. Ryanta juga berharap kelak anak-anaknya ketika sudah besar bisa kuliah di luar negeri.

Suami dari Vera br Lumban Tobing ini berharap dengan pemberian bantuan ke sekolah-sekolah dan pemberian lapangan pekerjaan, semata-mata agar masyarakat mempunyai kemandirian ekonomi sehingga bangsa ini cepat keluar dari krisis yang berkepanjangan. Kepedulian Ryanta dengan kegiatan sosial tidak lepas dari contoh dan ajaran sang ibu. Ibunya merupakan anggota Majlis Gereja dan sudah 18 tahun aktif di kegiatan sosial. Ryanta juga sangat percaya segala kebaikan yang ditanam maka Tuhan akan melihat dan memberikan balasan kepada kita. Doel


Christopher Emille Jayanata

Christopher Emille Jayanata, Presiden Direktur PT Pronic Indonesia

Memberikan Penyuluhan dan Obat Ternak Gratis pada Peternak

Emil sempat terkena serangan jantung yang hampir saja merenggut nyawanya saat sedang berenang. Emil merasa kejadian itu merupakan teguran agar hidupnya bisa bermanfaat untuk orang banyak. Sejak saat itulah Emil bertekad mengisi hidupnya dengan sesuatu yang bermanfaat. Salah satunya adalah selalu berbagi dengan anak-anak tidak mampu.

Jumat (5/12) siang itu, matahari bersinar terik. Namun hawa panas seketika berganti sejuk saat Realita memasuki sebuah gedung berlantai 3, terletak di Jl. Pos Pengumben Graha Innova, Jakarta Barat. Gedung yang didominasi cat dinding berwarna putih itu adalah kantor pusat PT Pronic Indonesia.

Di lantai 3, Christopher Emille Jayanata, Presiden Direktur PT Pronic Indonesia yang akrab disapa Emil ini telah menunggu. ”Hallo apa kabar? Silakan masuk,” katanya ramah. Selanjutnya kami pun duduk di dalam ruang kerja Emil yang ternyata tak pernah ditutup ini. ”Karyawan adalah mitra bisnis saya. Kita semua sama di sini untuk saling membesarkan perusahaan. Dengan kata lain, saya nggak mau ada jarak dengan para karyawan saya,” begitulah alasannya.

Siang itu Emil tampak rapi dengan setelan batik cokelat lengan pendek dan celana krem. Di luar penampilannya yang tampak formal, ternyata Emil adalah sosok yang sangat menyenangkan. Nama PT Pronic Indonesia mungkin tak terlalu familiar di telinga kita. Begitu pun dengan bisnis yang ia geluti. Boleh dibilang PT Pronic adalah salah satu bisnis yang masih jarang digarap di Indonesia. PT Pronic bergerak di bidang penyediaan dan penyaluran ayam potong yang mengusung nama Probio Chicken, yaitu ayam yang dipelihara secara hygienis dengan menggunakan probiotik dan herbal. Secara singkat, PT Pronic menyediakan sejenis ayam organik yang bebas bahan-bahan yang membahayakan kesehatan.

Adalah Ir. Christoper Emille Jayanata sang penggagas bisnis ini. Kejeliannya melihat lahan bisnis yang masih jarang digarap oleh orang lain, membuat ia menjadi salah satu wiraswasta yang patut diperhitungkan. Meski begitu, sebuah pengalaman yang sempat membuatnya seakan-akan berada di titik kematian, berhasil membuat bapak dua anak ini menjadi sosok yang sangat peduli dengan orang lain. Sejak itu, ia ingin selalu berbagi dengan orang-orang yang membutuhkan.

Emil lahir di Bogor pada 17 Oktober 1972. Ia anak kedua dari dua bersaudara pasangan Ir. Rabbyanto Jayanta (Alm.) dan Natalia Jayanta (63). Ayahnya merupakan angkatan pertama dari Institut Pertanian Bogor (IPB), dan ibunya angkatan ketiga IPB. Karena kedua orang tuanya adalah sarjana pertanian dan berkecimpung di dunia pertanian, maka sedari kecil Emil sudah diperkenalkan oleh kedua orang tuanya dengan pertanian seperti menanam, memupuk, dan bahkan sampai dengan menjual hasil produknya. Pengetahuan Emil di dunia pertanian makin bertambah ketika ia bersekolah di SMA Regina Pacis Bogor jurusan Biologi. ”Pengetahuan pertanian saya menjadi bertambah ketika saya masuk di Biologi,” akunya. Namun anehnya ketika kuliah ia justru tidak mengambil jurusan pertanian, dan malah mengambil jurusan Teknik Arsitektur di Universitas Parahyangan, Bandung. ”Kalau saya mengambil jurusan pertanian ya bosanlah. Kebetulan saya hobi dan punya kemampuan bisa menggambar, jadi saya mau kuatkan di landscape di pertanaman karena pertanaman ini background-nya harus dari pertanian dan punya background gambar,” jelasnya.

Ditinggal Ayah. Ternyata Emil benar-benar jeli dalam memanfaatkan kemampuannya di bidang menggambar. Bagaimana tidak? Sejak di tingkat dua saja ia sudah bisa mencari uang dengan membuat landscape pertanaman. Beruntung karena Emil sudah tidak dibiayai lagi oleh orang tuanya. Sang ayah sudah meninggal dunia sejak Emil duduk di kelas 2 SMA. Ia juga tidak mungkin meminta-minta kepada saudaranya. Mau tidak mau ia harus mencari biaya kuliah sendiri. ”Sejak tingkat 2 saya sudah banyak mengerjakan proyek-proyek pertanaman untuk biaya kuliah,” cerita Emil.

Emil pun bisa merampungkan pendidikan strata satunya hanya dalam kurun waktu 4,5 tahun. Setelah mendapat gelar insinyur pada tahun 1995, Emil mendirikan PT Essicipta Lestarai yang bergerak di landscape pertanaman dan juga sebagai lembaga konsultan yang masih berjalan hingga sekarang. Banyak proyek yang telah ia garap baik swasta maupun pemerintah. PT Essicipta Lestarai sendiri merupakan cikal bakal dari PT Pronic. Pronic singkatan dari Probiotik Organik.

PT Pronic berawal dari pertemuan Emil dengan seorang peneliti yang mengembangkan mikroba atau probiotik untuk agrobisnis pada tahun 2001. Melihat keunggulan kualitas hasil dari pertanian yang memakai probiotik ini, dengan misi untuk membantu para petani karena harganya yang murah, Emil pun akhirnnya memasarkan probiotik ini ke petani di Jawa.

Probiotik adalah program yang digunakan untuk meningkatkan kualitas makanan yang diproduksi oleh mikro organisme tertentu yang bisa meningkatkan kesehatan setiap orang yang memakannya, tanpa bahan kimia ataupun pengawet. Tapi, rupanya bisnis probiotik ini tidak sesuai dengan yang ia harapkan. Di tengah perjalanan, banyak petani yang menunggak, tidak mampu membayar dan juga karena persaingan dengan obat-obatan lain yang banyak sekali. Karena uangnya macet, ia pun mengalami kerugian yang amat besar.

Rugi berbisnis di probiotik, tidak lantas membuat Emil putus harapan. Pada tahun 2004 ia banting setir dari yang tadinya menjual probiotik, diganti dengan menjual hasil dari probiotik. Namun ia hanya berkonsentrasi pada produk ayam saja. ”Selama ini saya hanya menjual obat probiotiknya saja. Sekarang saya ganti dengan menjual produk yang memakai probiotik, bekerjasama dengan para peternak ayam,” ungkapnya. Mengapa Emil memilih menjual ayam? Sebab ayam merupakan makanan yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Khusus Jakarta saja dalam sehari bisa sekitar 1.000 lebih orang mengkonsumsi ayam. Melihat besarnya peluang bisnis ini, Emil pun mulai menekuni seluk beluk pemeliharaan ayam yang sehat sehingga tidak sampai terkena penyakit, bekerjasama dengan para ahli dari IPB.

Pertama kali menjual ayam probio, Emil hanya memasarkannya di Ranch Market saja. Maklum, kala itu ia baru bisa memproduksi sekitar 170 ekor ayam probio per bulan. Pelan namun pasti, ayam probio ini mulai dikenal masyarakat. Kalau dahulu ia mengambil dari petani dan menaruh di Ranch Market, tapi kini ia sudah mulai fokus menggarap bisnis ini dengan serius. Mulai dari management sampai marketing ia benahi total. Alhasil dari yang tadinya hanya 170 ekor per bulan kini sudah mencapai 9.200 ekor per bulan. Ayam probionya juga sudah mulai dipasarkan di Hypermarket dan Carrefour.

Dengan lonjakkan kenaikan jumlah ini menurut Emil selain karena pengelolaannya yang profesional, juga karena masyarakat sudah mulai sadar akan pentingnya arti kesehatan. Sebab, ayam probio yang ia ciptakan bebas dari bahan kimia dan rekayasa genetika. Mulai dari pengembangbiakkan ayam sejak dari benih, lingkungan, hingga pengemasan.

Dengan kesuksesan Emil mengembangkan bisnis ayam probiotik ini membuatnya terus mengembangkan makanan organik lain seperti telur organik dan sayuran organik seperti bayam, buncis, dan wortel. ”Saya punya keinginan membuat restoran yang bahan-bahannya semua dari organik,” harapnya. Keseriusan Emil dalam mengembangkan dan mempromosikan produknya karena ia ingin masyarakat Indonesia mendapat makanan yang sehat, murah, berkualitas, dan terbebas dari racun. Menurutnya, banyaknya masyarakat yang menderita kanker, stroke pada usia muda, dan autis, karena makanan yang dikonsumsi banyak mengandung zat kimia.

Untuk rasanya, ayam-ayam probio produknya tidak kalah. Lebih gurih, tidak ada lemak dan lendirnya, dan saat dimasak tidak susut. ”Kalau anak autis kan tidak boleh makan makanan yang mengandung zat kimia. Jadi ayam ini sangat bagus buat anak autis karena bebas dari zat kimia,” ujarnya.

Karyawan Sebagai Mitra. Salah satu kunci kesuksesan Emil dalam membangun usaha karena ia tidak pernah memposisikan karyawannya sebagai bawahan. Bagi Emil, semua karyawannya adalah teman seperjuangan. ”Semuanya saya anggap sebagai teman. Mereka masing-masing punya bagian disiplin ilmu sendiri yang semuanya itu sama-sama penting untuk kemajuan usaha,” ungkapnya. Emil juga selalu memberi semangat kepada semua karyawannya untuk saling bahu membahu dan memberikan kontribusi untuk kemajuan usahanya.

Di tengah kesibukannya dalam berbisnis, Emil selalu meluangkan waktu untuk membaca. Ia sangat gemar membaca sejak kecil. Menurutnya, buku merupakan jembatan untuk mengetahui berbagai informasi. Saat ini koleksi bukunya telah berjumlah 2.500 judul buku. Sedangkan buku yang paling ia gemari adalah buku-buku sejarah dan biografi.

Selain gemar membaca, kesibukan lain yang dilakukan Emil saat hari libur adalah bereneng. Ada satu kejadian saat ia berenang yang membuatnya tersadar akan sebuah makna kehidupan. Suatu saat di akhir penghujung tahun 2006 ia berenang. Emil biasa berenang sampai 4 km nonstop. Namun entah kenapa kala itu, tidak ada keluhan atau tanda-tanda sebelumnya, ketika sedang asyik berenang tiba-tiba saja ia terkena serangan jantung. Pada saat terkena itulah Emil merasa seperti koma. ”Saya merasa sakit sekali dan sepertinya kematian sudah sangat dekat,” kenangnya sambil menerawang.

Anehnya lagi, di tengah menahan sakit, tiba-tiba saja ada suara yang berkata kepadanya dan ia diberi dua pilihan, mau lewat atau terus berusaha. ”Saat itu saya memilih untuk terus berusaha,” ceritanya. Setelah Emil menjawab untuk berusaha, ia merasa seolah-olah ada orang yang membantunya berenang ke tepi. Saat sampai ke tepi, Emil tidak langsung pergi ke dokter melainkan sempat duduk-duduk terlebih dahulu di bibir kolam renang. 14 jam kemudian baru ia pergi ke dokter. ”Ini benar-benar sungguh ajaib. Biasanya orang kalau terkena serangan jantung, setelah 6 jam tidak ditangani dokter, bisa langsung lewat (meninggal, red). Tapi saya di jam ke-14 baru dirawat dan masih bisa bertahan,” ujarnya heran.

Pada saat di-rontgen ternyata dari tiga pembuluh darah utama di jantung Emil, salah satunya hilang sama sekali dan menjadi buntu sehingga hanya tinggal dua. ”Dokter bilang, kalau saya tidak suka olahraga dan menjaga pola makan, serta suka merokok, sudah lewat,” ujarnya. Dalam silsilah keluarga Emil memang ada keturunan penyakit jantung. Jadi penyakit yang ia derita adalah penyakit keturunan.

Banyak Hikmah. Sejak kejadian itu Emil mengaku banyak sekali hikmah yang ia dapat. Baginya, kejadian itu merupakan teguran agar hidupnya harus lebih baik lagi serta berguna dan bermanfaat untuk orang lain. Selama ini mungkin ia terlalu mementingkan diri sendiri, egois sehingga Tuhan menegurnya. Sejak saat itu pula ia mulai serius mengelola usahanya sehingga bisnisnya terus berkembang. Kini, dari yang tadinya hanya mempekerjakan segelintir orang, karyawannya sudah berjumlah lebih banyak. ”Saya bekerja bukan untuk diri saya sendiri tapi juga untuk orang lain. Kalau saya hanya mikirin diri sendiri lama kelamaan pasti akan mentok,” ujarnya.

Dahulu ketika selesai kuliah, Emil punya satu keinginan yaitu membantu sebuah sekolah setelah bisa bekerja. ”Saya melihat sekolah itu jelek banget, tidak terurus. Dalam hati saya berkata, alangkah bahagianya kalau bisa bantu sekolah itu,” batinnya. Beberapa tahun kemudian, tiba-tiba saja ada orang datang kepadanya meminta bantuan biaya sekolah untuk anak-anak yang kurang mampu di daerah Sindikalang, Sumatera Utara. ”Di situ banyak anak-anak yang sekolahnya terlantar, karena kurang biaya dan kebanyakan berasal dari keluarga miskin,” terangnya.

Mendapat permintaan seperti itu Emil pun menyanggupinya sebab dahulu ia pernah punya keinginan untuk membantu anak-anak sekolah yang kurang mampu namun niat mulianya itu belum sempat terwujud. Untuk mewujudkan impiannya yang sempat tertunda itu Emil lantas mendirikan Yayasan Orang Tua Asuh bernama Wielda Kasih agar pemberian bantuannya lebih terencana. Emil juga mengajak beberapa rekannya untuk menjadi orang tua asuh. Dalam memberikan bantuan, Emil tidak langsung memberikan ke orang tuanya tapi langsung ke pihak sekolahnya masing-masing sehingga bantuan yang diberikan bisa sampai. Adapun bentuk bantuannya berupa uang SPP, uang Osis, uang buku, dan transportasi. ”Hingga saat ini ada 70 anak yang kita bantu dari mulai SD sampai kuliah,” bebernya. Kalau dahulu yang dibantu hanya anak Sindikalang saja, tapi sekarang ada beberapa daerah lain seperti Medan, Pematang Siantar, dan Jakarta. Emil berharap anak asuhnya kelak setelah lulus, bisa membuka lapangan kerja sendiri sehingga bisa bermanfaat untuk orang banyak.

Selain memberikan bantuan pendidikan kepada anak-anak yang kurang mampu, Emil juga sangat peduli dengan para mitra bisnisnya terutama petani. Sebab mereka adalah ujung tombak dari bisnisnya saat ini. Adapun bentuk perhatian yang dilakukan Emil adalah dengan memberikan penyuluhan gratis cara pemeliharaan ayam yang baik dan sehat serta memberikan obat secara gratis, dengan demikian risiko kematian ayam sangat menjadi sedikit sehingga dapat meningkatkan produksi usahanya. ”Dengan cara ini kesejahteraan para peternak bertambah lebih baik daripada sebelumnya karena semuanya diberikan secara gratis,” ucapnya bangga. Doel