Rabu, 22 Juli 2009

Ki Wongso

Wongso Sydharta alias Ki Wongso
Kontraktor yang Memberikan Pengobatan Alternatif Sebagai Sarana Ibadah

Lewat therapi doa, pemijatan, dan jamu godok, banyak sudah pasien yang ditolong oleh Ki Wongso. Kontraktor yang juga memiliki bidang usaha lainnya ini mengaku kalau semua itu dilakukannya dalam rangka ibadah. Tak heran, meski tidak mematok tarif, uang yang terkumpul dari padepokannya tersebut, seluruhnya disumbangkan untuk kaum dhuafa. Penyakit apa saja yang bisa disembuhkannya?

Barangkali terlihat kontras. Di pojok belakang kompleks perumahan Bintaro Jaya yang megah, tepatnya di Jl. Kasuari Raya Sektor IX Bintaro Jaya, Tangerang, terdapat sebuah padepokan dengan bangunan sederhana. Itulah padepokan Ki Wongso. Dari namanya mungkin Anda membayangkan, penghuninya adalah seorang kakek tua, berpakaian serba hitam, berambut panjang terbalut kain sorban hitam, berkumis, dan berjenggot panjang. Kemudian duduk bersila di depan berbagai sesaji dan asap dupa yang mengepul.
Anda pasti keliru. Pasalnya, padepokan tersebut justru dipimpin oleh orang muda bergaya macho yang kalau dilihat dari ketampanannya, justru lebih cocok sebagai pemain sinetron dibanding sebagai pemberi jasa pengobatan alternatif. Dialah Wongso Sydharta, yang oleh banyak teman dan pasiennya sering dipanggil Wongso atau Ki Wongso. Jadilah nama itu sebagai trade-mark-nya. Kontraktor yang juga menggeluti berbagai bisnis ini membuka padepokan sebagai aktivitas sosial dan bagian dari ibadahnya. Ki Wongso sendiri gampang tersentuh dan langsung merasa iba jika mendengar ada orang yang sakit berkepanjangan, sudah menghabiskan banyak biaya, tetapi harapan untuk sembuh tak juga kunjung datang.


Keturunan Joko Tingkir. Ki Wongso sendiri mengaku kalau dirinya masih memiliki darah keturunan dari Joko Tingkir. Berdasarkan legenda, semasa hidupnya, Joko Tingkir memang dikenal sebagai orang yang mempunyai ilmu kedigdayaan yang tak tertandingi oleh siapapun. Tak heran, sebagai keturunannya, Ki Wongso mempunyai kelebihan yang tidak dimiliki orang kebanyakan terutama dalam hal menguasai ilmu pengobatan tradisional. Apalagi sejak kecil Ki Wongso juga memiliki jiwa menyenangi warisan nenek moyang baik dalam urusan rohaniyah maupun badaniyah. Sejak masih berusia 20 tahun, Ki Wongso sudah mengasah bakatnya melalui pendalaman ilmu tenaga dalam dan spiritual di sebuah padepokan persilatan di daerah Sukabumi, Jawa Barat. Diakuinya, ilmu yang diperolehnya saat itu sangat membantu dalam proses penyembuhan pasien-pasiennya sekarang.
Pengobatan yang dilakukan Ki Wongso sesungguhnya adalah penyembuhan alternatif berbasis alam, dengan andalan jamu godok, pemijatan, dan motivasi berdoa sesuai agama masing-masing pasien. Yang datang untuk berobat ke padepokan Ki Wongso memang sangatlah beragam. Tidak terbatas pada orang tertentu saja, tetapi juga dari berbagai kalangan baik kalangan atas maupun kelas menengah ke bawah. Kebanyakan pasiennya adalah para penderita penyakit yang sudah cukup lama dan sudah lelah dengan pengobatan modern.
Therapi Doa. Doa merupakan sarana komunikasi antara seorang hamba dan pencipta-Nya. Dengan berdoa, segala permasalahan yang ada akan menemukan jalan keluarnya. Karena kekuatan doa itulah Ki Wongso berkeyakinan bahwa segala macam penyakit yang menimpa manusia pasti akan sembuh kalau manusia tersebut bersunguh-sungguh berdoa. “Semua penyakit datangnya dari Tuhan dan Tuhan pasti memberikan penawarnya,” ujar Ki Wongso.
Dalam therapi doanya, biasanya Ki Wongso akan terlebih dahulu menanyakan nama lengkap pasien dan ayah pasien. Kemudian Ki Wongso memanjatkan doa dan menerapi pasien dengan pijatannya. Ki Wongso sendiri mengaku akan lebih suka dengan pasien yang terus terang mengenai penyakit yang dideritanya. Meski sebenarnya Ki Wongso sendiri tahu apa penyakit yang sedang diderita si pasien saat datang.
Selain dengan therapi doa, Ki Wongso juga menggunakan therapi pemijatan. Ia pun menjelaskan bagaimana pentingnya pemijatan untuk tubuh manusia. Menurutnya, pemijatan sebagaimana kerokan, urut, sekop, pijat refleksi, tusuk jarum, totok, “kepretan”, setrum, berendam air panas dan dingin, dan lainnya, tak beda dengan olah raga sesungguhnya. Pada dasarnya merupakan shock-therapy kepada tubuh manusia yang berfungsi untuk membuat kejutan pada urat syaraf yang melemah, peredaran darah yang tersumbat, kumpulan urat-urat syaraf yang melemah, kumpulan urat-urat yang pindah, dan lemak yang membeku, yang semuanya itu disebabkan oleh tegangnya metabolisme tubuh karena racun yang ada di dalamnya. Dengan shock therapy, diharapkan terjadi sistem motorik yang akan merangsang dan menggerakkan fungsi-fungsi organ tubuh tersebut kembali bergairah. “Itulah sebabnya orang yang usai dipijat atau sepulang dari spa, akan merasa segar kembali karena saluran-saluran darahnya terbuka oleh pijatan, atau mengembang karena berendam di air yang panas yang menyebabkan aliran darah lancar kembali,” ujarnya.
Bagian yang dipijat pun pastinya dipusatkan pada bagian tubuh yang dirasakan paling terganggu. Menurut Ki Wongso, untuk pasien yang terserang stroke sehingga tidak lancar bicaranya, akan dilakukan pemijatan di lidahnya sehingga bisa berbicara normal kembali. “Nah, di samping pemijatan sebagai proses awal, kesehatan akan lebih lestari kalau diikuti dengan penghancuran toksin dari tubuh dengan minum jamu godok secara berkesinambungan,” tambahnya.
Membuang Racun. Penyakit itu sendiri menurut Ki Wongso bermula dari sampah makanan yang karena terlalu banyak dimakan dalam kurun waktu yang lama menjadi racun (toksin). Racun ini menempati berbagai bagian dari usus sebagai sistem pencernaan makanan yang utamanya terpusat di usus besar (kolon) yang panjangnya lebih kurang 10 meter, berlipat, dan berlekuk-lekuk, sehingga sangat berpotensi untuk menghambat pembuangan racun. Oleh karenanya harus dibuang atau dilakukan detoksifikasi. Setelah didetoksifikasi, makanlah sekadarnya saja yaitu berhenti sebelum kenyang. Yang dimakan pun jangan terkontaminasi oleh bahan-bahan kimia seperti vetsin atau MSG, bumbu-bumbu penyedap, bahan pengawet makanan seperti formalin, bahan pewarna, dan lain sebagainya. Bahkan Ki Wongso juga mengatakan, proses produksi makanan pun bisa membawa bahan-bahan yang sesungguhnya kurang baik bagi tubuh kita seperti tanaman yang dipupuk dengan pupuk kimia dan bukannya pupuk kandang, atau ternak yang dibesarkan secara cepat dengan memberikan obat-obatan tertentu. “Sebaiknya kita back to nature atau kembali ke alam,” tegas Ki Wongso.
Mengingat di zaman sekarang ini dimana kita sudah terkepung dengan makanan-makanan seperti itu. Untuk menghindarinya memang tidak mudah. Ki Wongso pun mengingatkan tentang kepandaian nenek moyang dahulu yang melakukan antisipasi masuknya bahan-bahan tak berguna ke dalam tubuh dengan rutin meminum jamu godok. Dengan jamu tersebut, sisa-sisa makanan segera rontok dan keluar dari usus besar. Dengan antisipasi seperti itu, terbukti nenek moyang kita dahulu sehat dan panjang umurnya. Banyak di antara mereka yang mencapai umur di atas 90 tahun. Lain halnya dengan zaman sekarang dimana rata-rata orang hanya sampai berumur 63 tahun.
Menurutnya, jamu bukanlah obat, melainkan makanan pencegah bersemayamnya racun di dalam tubuh. Ramuan yang dibuat Ki Wongso sendiri terdiri dari akar-akaran, dedaunan, biji-bijian, dan bagian dari batang berbagai jenis pepohonan serta rempah-rempah yang sejak zaman nenek moyang telah diyakini memiliki khasiat. Ramuan buatan Ki Wongso bisa merontokkan racun-racun penyebab berbagai penyakit seperti batu ginjal, polip, gondok, kista, miom, amandel, tumor, kanker, kelenjar getah bening, rheumatik, maag, diabetes, bahkan stroke.
Orang yang datang berobat ke Ki Wongso, biasanya hanya cukup datang sekali. Jarang sekali pasien datang sampai dua kali, kecuali penyakitnya memang sangat parah seperti kanker, tumor, dan stroke. Semua pasien Ki Wongso juga selalu diberi oleh-oleh jamu godok cap timbangan untuk merontokkan penyakit yang diderita setelah ditherapi doa dan pijit. Seperti yang pernah dialami oleh seorang pasiennya yang bernama ibu Hindun. Ia menderita penyakit komplikasi yaitu kanker payudara yang sudah pecah, diabetes, rheumatik, dan ginjal. Menurut Ki Wongso, ibu Hindun sudah mengeluarkan puluhan juta rupiah untuk mengobati penyakitnya. Karena tidak sembuh-sembuh, ia pun pasrah dengan penyakitnya hingga akhirnya bertemu dengan Ki Wongso. Oleh Ki Wongso, bagian yang sakit dipijat dan diberi segelas air putih yang sudah didoakan. Selain itu, ibu Hindun juga diminta untuk meminum jamu godok. Setelah dua bulan, penyakitnya mulai hilang dan kini sudah sembuh.
Asal tahu saja, Ki Wongso juga sering mendapat pasien yang berasal dari dokter. Para pasien tersebut datang ke padepokannya karena ingin merasakan pengobatan alternatif.
Tidak Mematok Tarif. Dalam mengobati pasiennya, Ki Wongso tidak mematok biaya, karena tujuan Ki Wongso semata-mata hanyalah ibadah untuk mencari keridhoan Allah. Menurutnya, orang hidup di dunia haruslah seimbang antara kehidupan duniawi dan ukhrawi. Ki Wongso sendiri hanya menyediakan sebuah kotak bagi pasien yang ingin memberi tanda terima kasih dan itu terserah si pasien mau memasukkan berapapun. Sebab, uang yang terkumpul tersebut tidak untuk dirinya melainkan untuk disalurkan kepada yatim piatu dan kaum dhuafa yang lebih membutuhkan. Doel

Side Bar:
Airlangga Heri Herman (59)
Dalam Satu Minggu, Kadar Gula Diabetesnya Turun Drastis
Sekitar tahun 2001, Airlangga Heri Herman atau yang biasa disapa pak Heri ini menderita penyakit diabetas yang sudah cukup akut dimana kadar gulanya mencapai 375. Berat badannya yang tadinya 60 kilogram, turun drastis menjadi 40 kilogram. Penyakit diabetesnya juga telah menyebabkan badannya menjadi kurus dan tidak bertenaga. Sejak menderita diabetes ia praktis tidak melakukan aktivitas apapun. “Untuk mengemudi saja saya tidak kuat,” kenang bapak dua anak ini.
Selain diabetes, kantong kemih pak Heri juga mengalami kebocoran. Sudah berbagai pengobatan modern dicoba termasuk ke Rumah Sakit International Bintaro. Namun penyakitnya tak kunjung sembuh juga. Suatu saat istrinya menyarankan untuk berobat alternatif ke padepokan Ki Wongso. Pak Heri pun mendatangi padepokan Ki Wongso untuk ditherapi. Oleh Ki Wongso, ia ditherapi doa dan pijit. Setelah itu, pak Heri diberi jamu godok cap timbangan untuk diminum dua kali sehari. Ia juga disarankan untuk selalu melaksanakan shalat lima waktu dan hidup normal.
Setelah mengikuti semua saran Ki Wongso, satu minggu kemudian kondisinya mulai membaik. Penyakit diabetesnya juga turun menjadi 150. Pak Heri sangat bersyukur bisa bertemu dengan Ki Wongso. “Saya tidak bisa membayangkan nasib saya kalau tidak bertemu Ki Wongso,” ungkap suami Endang Merti Ningsih ini. Doel





2 komentar:

Novian mengatakan...

ada nomor kontak yg bisa dihubungi gak?
soalx kalo mau ke beliau sehari sebelumnya minta di telp.
nah, catatan di saya sudah gak ada.
mohon bantuannya ya pak.

Novian mengatakan...

oiya, bisa dikirim ke email saya saya
di profesor1908@yahoo.com
terima kasih