Kamis, 18 Desember 2008

Christopher Emille Jayanata

Christopher Emille Jayanata, Presiden Direktur PT Pronic Indonesia

Memberikan Penyuluhan dan Obat Ternak Gratis pada Peternak

Emil sempat terkena serangan jantung yang hampir saja merenggut nyawanya saat sedang berenang. Emil merasa kejadian itu merupakan teguran agar hidupnya bisa bermanfaat untuk orang banyak. Sejak saat itulah Emil bertekad mengisi hidupnya dengan sesuatu yang bermanfaat. Salah satunya adalah selalu berbagi dengan anak-anak tidak mampu.

Jumat (5/12) siang itu, matahari bersinar terik. Namun hawa panas seketika berganti sejuk saat Realita memasuki sebuah gedung berlantai 3, terletak di Jl. Pos Pengumben Graha Innova, Jakarta Barat. Gedung yang didominasi cat dinding berwarna putih itu adalah kantor pusat PT Pronic Indonesia.

Di lantai 3, Christopher Emille Jayanata, Presiden Direktur PT Pronic Indonesia yang akrab disapa Emil ini telah menunggu. ”Hallo apa kabar? Silakan masuk,” katanya ramah. Selanjutnya kami pun duduk di dalam ruang kerja Emil yang ternyata tak pernah ditutup ini. ”Karyawan adalah mitra bisnis saya. Kita semua sama di sini untuk saling membesarkan perusahaan. Dengan kata lain, saya nggak mau ada jarak dengan para karyawan saya,” begitulah alasannya.

Siang itu Emil tampak rapi dengan setelan batik cokelat lengan pendek dan celana krem. Di luar penampilannya yang tampak formal, ternyata Emil adalah sosok yang sangat menyenangkan. Nama PT Pronic Indonesia mungkin tak terlalu familiar di telinga kita. Begitu pun dengan bisnis yang ia geluti. Boleh dibilang PT Pronic adalah salah satu bisnis yang masih jarang digarap di Indonesia. PT Pronic bergerak di bidang penyediaan dan penyaluran ayam potong yang mengusung nama Probio Chicken, yaitu ayam yang dipelihara secara hygienis dengan menggunakan probiotik dan herbal. Secara singkat, PT Pronic menyediakan sejenis ayam organik yang bebas bahan-bahan yang membahayakan kesehatan.

Adalah Ir. Christoper Emille Jayanata sang penggagas bisnis ini. Kejeliannya melihat lahan bisnis yang masih jarang digarap oleh orang lain, membuat ia menjadi salah satu wiraswasta yang patut diperhitungkan. Meski begitu, sebuah pengalaman yang sempat membuatnya seakan-akan berada di titik kematian, berhasil membuat bapak dua anak ini menjadi sosok yang sangat peduli dengan orang lain. Sejak itu, ia ingin selalu berbagi dengan orang-orang yang membutuhkan.

Emil lahir di Bogor pada 17 Oktober 1972. Ia anak kedua dari dua bersaudara pasangan Ir. Rabbyanto Jayanta (Alm.) dan Natalia Jayanta (63). Ayahnya merupakan angkatan pertama dari Institut Pertanian Bogor (IPB), dan ibunya angkatan ketiga IPB. Karena kedua orang tuanya adalah sarjana pertanian dan berkecimpung di dunia pertanian, maka sedari kecil Emil sudah diperkenalkan oleh kedua orang tuanya dengan pertanian seperti menanam, memupuk, dan bahkan sampai dengan menjual hasil produknya. Pengetahuan Emil di dunia pertanian makin bertambah ketika ia bersekolah di SMA Regina Pacis Bogor jurusan Biologi. ”Pengetahuan pertanian saya menjadi bertambah ketika saya masuk di Biologi,” akunya. Namun anehnya ketika kuliah ia justru tidak mengambil jurusan pertanian, dan malah mengambil jurusan Teknik Arsitektur di Universitas Parahyangan, Bandung. ”Kalau saya mengambil jurusan pertanian ya bosanlah. Kebetulan saya hobi dan punya kemampuan bisa menggambar, jadi saya mau kuatkan di landscape di pertanaman karena pertanaman ini background-nya harus dari pertanian dan punya background gambar,” jelasnya.

Ditinggal Ayah. Ternyata Emil benar-benar jeli dalam memanfaatkan kemampuannya di bidang menggambar. Bagaimana tidak? Sejak di tingkat dua saja ia sudah bisa mencari uang dengan membuat landscape pertanaman. Beruntung karena Emil sudah tidak dibiayai lagi oleh orang tuanya. Sang ayah sudah meninggal dunia sejak Emil duduk di kelas 2 SMA. Ia juga tidak mungkin meminta-minta kepada saudaranya. Mau tidak mau ia harus mencari biaya kuliah sendiri. ”Sejak tingkat 2 saya sudah banyak mengerjakan proyek-proyek pertanaman untuk biaya kuliah,” cerita Emil.

Emil pun bisa merampungkan pendidikan strata satunya hanya dalam kurun waktu 4,5 tahun. Setelah mendapat gelar insinyur pada tahun 1995, Emil mendirikan PT Essicipta Lestarai yang bergerak di landscape pertanaman dan juga sebagai lembaga konsultan yang masih berjalan hingga sekarang. Banyak proyek yang telah ia garap baik swasta maupun pemerintah. PT Essicipta Lestarai sendiri merupakan cikal bakal dari PT Pronic. Pronic singkatan dari Probiotik Organik.

PT Pronic berawal dari pertemuan Emil dengan seorang peneliti yang mengembangkan mikroba atau probiotik untuk agrobisnis pada tahun 2001. Melihat keunggulan kualitas hasil dari pertanian yang memakai probiotik ini, dengan misi untuk membantu para petani karena harganya yang murah, Emil pun akhirnnya memasarkan probiotik ini ke petani di Jawa.

Probiotik adalah program yang digunakan untuk meningkatkan kualitas makanan yang diproduksi oleh mikro organisme tertentu yang bisa meningkatkan kesehatan setiap orang yang memakannya, tanpa bahan kimia ataupun pengawet. Tapi, rupanya bisnis probiotik ini tidak sesuai dengan yang ia harapkan. Di tengah perjalanan, banyak petani yang menunggak, tidak mampu membayar dan juga karena persaingan dengan obat-obatan lain yang banyak sekali. Karena uangnya macet, ia pun mengalami kerugian yang amat besar.

Rugi berbisnis di probiotik, tidak lantas membuat Emil putus harapan. Pada tahun 2004 ia banting setir dari yang tadinya menjual probiotik, diganti dengan menjual hasil dari probiotik. Namun ia hanya berkonsentrasi pada produk ayam saja. ”Selama ini saya hanya menjual obat probiotiknya saja. Sekarang saya ganti dengan menjual produk yang memakai probiotik, bekerjasama dengan para peternak ayam,” ungkapnya. Mengapa Emil memilih menjual ayam? Sebab ayam merupakan makanan yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Khusus Jakarta saja dalam sehari bisa sekitar 1.000 lebih orang mengkonsumsi ayam. Melihat besarnya peluang bisnis ini, Emil pun mulai menekuni seluk beluk pemeliharaan ayam yang sehat sehingga tidak sampai terkena penyakit, bekerjasama dengan para ahli dari IPB.

Pertama kali menjual ayam probio, Emil hanya memasarkannya di Ranch Market saja. Maklum, kala itu ia baru bisa memproduksi sekitar 170 ekor ayam probio per bulan. Pelan namun pasti, ayam probio ini mulai dikenal masyarakat. Kalau dahulu ia mengambil dari petani dan menaruh di Ranch Market, tapi kini ia sudah mulai fokus menggarap bisnis ini dengan serius. Mulai dari management sampai marketing ia benahi total. Alhasil dari yang tadinya hanya 170 ekor per bulan kini sudah mencapai 9.200 ekor per bulan. Ayam probionya juga sudah mulai dipasarkan di Hypermarket dan Carrefour.

Dengan lonjakkan kenaikan jumlah ini menurut Emil selain karena pengelolaannya yang profesional, juga karena masyarakat sudah mulai sadar akan pentingnya arti kesehatan. Sebab, ayam probio yang ia ciptakan bebas dari bahan kimia dan rekayasa genetika. Mulai dari pengembangbiakkan ayam sejak dari benih, lingkungan, hingga pengemasan.

Dengan kesuksesan Emil mengembangkan bisnis ayam probiotik ini membuatnya terus mengembangkan makanan organik lain seperti telur organik dan sayuran organik seperti bayam, buncis, dan wortel. ”Saya punya keinginan membuat restoran yang bahan-bahannya semua dari organik,” harapnya. Keseriusan Emil dalam mengembangkan dan mempromosikan produknya karena ia ingin masyarakat Indonesia mendapat makanan yang sehat, murah, berkualitas, dan terbebas dari racun. Menurutnya, banyaknya masyarakat yang menderita kanker, stroke pada usia muda, dan autis, karena makanan yang dikonsumsi banyak mengandung zat kimia.

Untuk rasanya, ayam-ayam probio produknya tidak kalah. Lebih gurih, tidak ada lemak dan lendirnya, dan saat dimasak tidak susut. ”Kalau anak autis kan tidak boleh makan makanan yang mengandung zat kimia. Jadi ayam ini sangat bagus buat anak autis karena bebas dari zat kimia,” ujarnya.

Karyawan Sebagai Mitra. Salah satu kunci kesuksesan Emil dalam membangun usaha karena ia tidak pernah memposisikan karyawannya sebagai bawahan. Bagi Emil, semua karyawannya adalah teman seperjuangan. ”Semuanya saya anggap sebagai teman. Mereka masing-masing punya bagian disiplin ilmu sendiri yang semuanya itu sama-sama penting untuk kemajuan usaha,” ungkapnya. Emil juga selalu memberi semangat kepada semua karyawannya untuk saling bahu membahu dan memberikan kontribusi untuk kemajuan usahanya.

Di tengah kesibukannya dalam berbisnis, Emil selalu meluangkan waktu untuk membaca. Ia sangat gemar membaca sejak kecil. Menurutnya, buku merupakan jembatan untuk mengetahui berbagai informasi. Saat ini koleksi bukunya telah berjumlah 2.500 judul buku. Sedangkan buku yang paling ia gemari adalah buku-buku sejarah dan biografi.

Selain gemar membaca, kesibukan lain yang dilakukan Emil saat hari libur adalah bereneng. Ada satu kejadian saat ia berenang yang membuatnya tersadar akan sebuah makna kehidupan. Suatu saat di akhir penghujung tahun 2006 ia berenang. Emil biasa berenang sampai 4 km nonstop. Namun entah kenapa kala itu, tidak ada keluhan atau tanda-tanda sebelumnya, ketika sedang asyik berenang tiba-tiba saja ia terkena serangan jantung. Pada saat terkena itulah Emil merasa seperti koma. ”Saya merasa sakit sekali dan sepertinya kematian sudah sangat dekat,” kenangnya sambil menerawang.

Anehnya lagi, di tengah menahan sakit, tiba-tiba saja ada suara yang berkata kepadanya dan ia diberi dua pilihan, mau lewat atau terus berusaha. ”Saat itu saya memilih untuk terus berusaha,” ceritanya. Setelah Emil menjawab untuk berusaha, ia merasa seolah-olah ada orang yang membantunya berenang ke tepi. Saat sampai ke tepi, Emil tidak langsung pergi ke dokter melainkan sempat duduk-duduk terlebih dahulu di bibir kolam renang. 14 jam kemudian baru ia pergi ke dokter. ”Ini benar-benar sungguh ajaib. Biasanya orang kalau terkena serangan jantung, setelah 6 jam tidak ditangani dokter, bisa langsung lewat (meninggal, red). Tapi saya di jam ke-14 baru dirawat dan masih bisa bertahan,” ujarnya heran.

Pada saat di-rontgen ternyata dari tiga pembuluh darah utama di jantung Emil, salah satunya hilang sama sekali dan menjadi buntu sehingga hanya tinggal dua. ”Dokter bilang, kalau saya tidak suka olahraga dan menjaga pola makan, serta suka merokok, sudah lewat,” ujarnya. Dalam silsilah keluarga Emil memang ada keturunan penyakit jantung. Jadi penyakit yang ia derita adalah penyakit keturunan.

Banyak Hikmah. Sejak kejadian itu Emil mengaku banyak sekali hikmah yang ia dapat. Baginya, kejadian itu merupakan teguran agar hidupnya harus lebih baik lagi serta berguna dan bermanfaat untuk orang lain. Selama ini mungkin ia terlalu mementingkan diri sendiri, egois sehingga Tuhan menegurnya. Sejak saat itu pula ia mulai serius mengelola usahanya sehingga bisnisnya terus berkembang. Kini, dari yang tadinya hanya mempekerjakan segelintir orang, karyawannya sudah berjumlah lebih banyak. ”Saya bekerja bukan untuk diri saya sendiri tapi juga untuk orang lain. Kalau saya hanya mikirin diri sendiri lama kelamaan pasti akan mentok,” ujarnya.

Dahulu ketika selesai kuliah, Emil punya satu keinginan yaitu membantu sebuah sekolah setelah bisa bekerja. ”Saya melihat sekolah itu jelek banget, tidak terurus. Dalam hati saya berkata, alangkah bahagianya kalau bisa bantu sekolah itu,” batinnya. Beberapa tahun kemudian, tiba-tiba saja ada orang datang kepadanya meminta bantuan biaya sekolah untuk anak-anak yang kurang mampu di daerah Sindikalang, Sumatera Utara. ”Di situ banyak anak-anak yang sekolahnya terlantar, karena kurang biaya dan kebanyakan berasal dari keluarga miskin,” terangnya.

Mendapat permintaan seperti itu Emil pun menyanggupinya sebab dahulu ia pernah punya keinginan untuk membantu anak-anak sekolah yang kurang mampu namun niat mulianya itu belum sempat terwujud. Untuk mewujudkan impiannya yang sempat tertunda itu Emil lantas mendirikan Yayasan Orang Tua Asuh bernama Wielda Kasih agar pemberian bantuannya lebih terencana. Emil juga mengajak beberapa rekannya untuk menjadi orang tua asuh. Dalam memberikan bantuan, Emil tidak langsung memberikan ke orang tuanya tapi langsung ke pihak sekolahnya masing-masing sehingga bantuan yang diberikan bisa sampai. Adapun bentuk bantuannya berupa uang SPP, uang Osis, uang buku, dan transportasi. ”Hingga saat ini ada 70 anak yang kita bantu dari mulai SD sampai kuliah,” bebernya. Kalau dahulu yang dibantu hanya anak Sindikalang saja, tapi sekarang ada beberapa daerah lain seperti Medan, Pematang Siantar, dan Jakarta. Emil berharap anak asuhnya kelak setelah lulus, bisa membuka lapangan kerja sendiri sehingga bisa bermanfaat untuk orang banyak.

Selain memberikan bantuan pendidikan kepada anak-anak yang kurang mampu, Emil juga sangat peduli dengan para mitra bisnisnya terutama petani. Sebab mereka adalah ujung tombak dari bisnisnya saat ini. Adapun bentuk perhatian yang dilakukan Emil adalah dengan memberikan penyuluhan gratis cara pemeliharaan ayam yang baik dan sehat serta memberikan obat secara gratis, dengan demikian risiko kematian ayam sangat menjadi sedikit sehingga dapat meningkatkan produksi usahanya. ”Dengan cara ini kesejahteraan para peternak bertambah lebih baik daripada sebelumnya karena semuanya diberikan secara gratis,” ucapnya bangga. Doel



Tidak ada komentar: