Selasa, 17 Juni 2008

Hj. Linda Agum Gumelar, Sip., Ketua Umum Kowani (Kongres Wanita Indonesia)

Semakin Peduli Setelah Nyawanya Sempat Divonis Hanya Tinggal 40 Persen

Hidup bagi Linda adalah sebuah pengabdian dan memberikan banyak kontribusi bagi masyarakat sekecil apapun. Sebab menurutnya hidup akan berarti jika bisa bermanfaat bagi orang lain. Prinsip hidup itulah yang mendorong Linda aktif di berbagai kegiatan sosial. Baik skala nasional maupun internasional. Lalu, seperti apa bentuk kegiatan sosialnya tersebut?

Pagi itu perumahan yang terletak di bilangan Panglima Polim, Jakarta Selatan terlihat ramai dengan lalu-lalang kendaraan di sepanjang jalan. Namun, di salah satu rumah di kawasan tersebut justru menunjukkan keadaan yang sebaliknya. Rumah bepagar besi itu nampak sepi seakan-akan ditinggal penghuninya. Meski dari luar terlihat sepi, ternyata sang pemilik tengah berada di dalam rumah. Saat Realita berkunjung Rabu (30/4), petugas jaga langsung membukakan pintu dan mempersilakan Realita masuk. Setelah menunggu di ruang tamu, seorang wanita paruh baya keluar dan menyapa dengan ramah. Dialah Linda Agum Gumelar, istri Jenderal TNI (Purn) Agum Gumelar. Seraya tersenyum, pemilik nama lengkap, Linda Amalia Sari ini pun menceritakan tentang kegiatannya kini yang sebagian besar dihabiskan untuk aktivitas sosial. Ia pun terlihat sangat antusias dan bersemangat ketika bercerita tentang perjalanan hidupnya dan kegiatan sosial yang dilakukannya.

Anak Seorang Pejuang. Linda merupakan anak keempat dari enam bersaudara pasangan (alm) Jenderal (Purn) TNI Achmad Tahir dan (almh) Rooslila Simanjuntak. Kedua orang tua Linda adalah seorang pejuang kemerdekaan negara Republik Indonesia, ayahnya adalah salah seorang yang mengumumkan kemerdekaan negara Indonesia di wilayah Sumatera. Sedangkan ibunya, penyiar radio dan pernah dua kali menjadi ketua Persit (Persatuan Isteri Tentara). Sebagai ketua Persit, di masa-masa peperangan tentunya ibunya punya tanggung jawab yang sangat besar dalam menyiapkan mental para istri tentara yang gugur di medan juang.

Meski anak seorang tentara, namun Linda mengaku kedua orang tuanya sangat demokratis dalam mendidik anak-anaknya. “Semua anak-anaknya diberi kebebasan untuk memilih jalan kehidupannya masing-masing,” aku Linda. Hanya saja, orang tuanya sangat menekankan untuk bisa bertanggung jawab terhadap pilihan yang telah diambil dan mengajarkan untuk menghargai orang lain, apapun profesi dan latar belakangnya. Berkat didikan yang sangat egaliter, Linda tumbuh menjadi sosok perempuan yang penuh dengan tanggung jawab. Linda juga sering mendapat pembelajaran secara tidak langsung dari kegiatan kedua orang tuanya, sebab rumahnya sering dijadikan tempat berkumpul bagi para pejuang untuk membicarakan berbagai persoalan bangsa.

Setelah Indonesia merdeka tahun 1945, lima tahun kemudian ayahnya dipindahkan ke Jakarta. Tak lama di Jakarta, lalu dipindahkan ke Bandung. Pada saat bertugas di Bandung inilah Linda lahir, tepatnya tanggal 15 November 1951. Karena ayahnya sering berpindah-pinah tugas, pendidikan Linda pun sering berpindah-pindah mengikuti tugas sang ayah. Linda mengaku sempat trauma sebab setiap kali masuk sekolah baru ia harus bertemu dengan kenalan baru, lingkungan baru, dan guru-guru baru. Namun untungnya ia sudah biasa dididik mandiri oleh kedua orang tuanya hingga ia bisa cepat menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya, termasuk saat ia sekolah SD di Italia saat ayahnya mendapat tugas di sana. Pengalaman berpindah-pindah saat sekolah SD, ia jadikan pelajaran berharga untuk tidak membawa anak-anaknya mengikuti tugas sang suami, Agum Gumelar yang juga seorang tentara.

Aktivis Sejak SMP. Kepedulian sosial yang dimiliki Linda bukanlah tiba-tiba muncul dengan sendirinya. Ia telah memilikinya sejak masih sekolah. Ibarat pepatah mengatakan buah tak mungkin jatuh jauh dari pohonnya, mungkin itu pepatah yang pas menggambarkan sosok Linda. Sang ibu yang aktif di pergerakan kemerdekaan rupanya menurun pada Linda. Sejak SMP, ia sudah dikenal sebagai anak perempuan yang sangat aktif di berbagai kegiatan, termasuk di sekolahnya yakni dengan menjadi anggota OSIS.

Saat SMU, Linda juga masuk di KAPI (kesatuan aksi pelajar Indonesia). Begitu pula saat kuliah, ia aktif di lembaga Senat Mahasiswa Farmasi. Tak heran ketika menikah dengan Agum Gumelar yang seorang tentara, keaktifannya berorganisasi terus berlanjut dengan menjadi anggota Persit. Berkat keaktifannya dalam kegiatan di Persit, membuatnya dipercaya menjadi ketua Persit Kartika Chandra Kirana daerah VII/Wirabuana.

Sebagai ketua Persit, Linda terus berjuang mengupayakan kesejahteraan para istri prajurit dan kesolidan di antara istri prajurit. Menurutnya, tugas Persit yang sangat berat adalah ketika harus menyampaikan berita kematian kepada salah satu istri yang suaminya gugur dalam berjuang. “Saya merasa tidak tega untuk menyampaikan karena kadang masih muda dan mempunyai anak yang masih kecil,” kisahnya. Sebagai ketua, tentunya Linda harus bisa menghibur dan membesarkan hati para istri yang suaminya meninggal.

Selain di Persit dan berbagai organisasi fungsional lainnya, pengagum tokoh Margaret Thatcher ini banyak aktif di berbagai kegiatan sosial seperti di Palang Merah DKI sebagai wakil ketua tahun 1992-1996, Yayasan Kanker Indonesia sebagai ketua bidang organisasi dan pembinaan wilayah tahun 2000-2005, anggota Yayasan Seni Rupa Indonesia, Pembina Yayasan Onkologi Anak dan pembina Yayasan Kesehatan Payudara Jakarta (YKPJ).

Keterlibatan Linda di berbagai yayasan sosial, karena ia merasa tersentuh ketika melihat seorang ibu atau anak yang menderita kanker yang tidak punya biaya. Sebab ia sendiri pernah mengalami bagaimana menderitanya terkena kanker payudara dan keponakannya juga pernah menderita kanker. Dari pengalaman dirinya dan keponakannya itulah ia terjun di berbagai yayasan kanker untuk membantu orang-orang yang tidak mempunyai biaya untuk berobat.

Sebagai pembina di berbagai yayasan sosial, Linda tidak terlibat langsung di kegiatan sosial yayasan. Ia hanya memberikan konsep, strategi, dan kebijakan lima tahunan yayasan. Linda juga sering mengadakan penggalangan dana untuk sumber pembiayaan segala macam kegiatan operasional yayasan seperti mengadakan malam penggalangan dana dan segala bentuk kerjasama dengan berbagai perusahaan. Menurutnya, apa yang ia lakukan di berbagai kegiatan sosial semata-mata adalah ibadah. Sehingga, ketika menjalaninya tidak terasa berat, justru sangat menyenangkan.

Memilih Pengurus. Keaktifan Linda di berbagai kegiatan sosial patut diapresiasi dan patut ditiru. Bagaimana tidak? Sederet amanah yang ia tanggung di pundaknya baik itu di organisasi maupun yayasan sosial, tapi ia mampu menjalaninya dengan lancar. Belum lagi ia harus mendampingi sang suami dan anak-anaknya. “Alhamdulillah saya bisa mengemban semua amanah ini dengan baik,” ujar mantan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, 1992-1997 ini. Kegiatan yang dilakoninya ini juga mendapat dukungan penuh dari sang suami tercinta dan anak-anaknya. Setiap kali ia akan menjabat sesuatu di sebuah organisasi, ia selalu meminta ijin kepada suaminya.

Kesuksesan Linda dalam memimpin tak lain berkat kemampuannya me-manage. Bagi Linda, sebuah organisasi haruslah dikelola dengan modern. Dalam organisasi modern, orang-orang yang mengisi adalah yang mempunyai kapasitas dan kapabilitas sehingga bisa mengatur organisasi dengan transparansi dan bertanggung jawab. “Makanya saya selalu memilih orang-orang yang kapabel,” ujarnya.

Menjadi Ketua Kowani. Keterlibatan Linda di berbagai kegiatan sosial tidak diragukan lagi. Dedikasinya selama ini setidaknya membuktikan bahwa ia mempunyai jiwa sosial yang tinggi. Maka tak heran pada tahun 1999 ia ditunjuk menjadi ketua Kowani (Kongres Wanita Indonesia), sebuah organisasi federasi yang menaungi 76 organisasi wanita di seluruh Indonesia dengan jumlah angota 30 juta orang lebih.

Sebagai ketua umum Kowani, Linda dituntut untuk kerja ekstra. Waktu dan tenaganya ia curahkan untuk memperjuangkan kaumnya yang sering dianggap manusia kelas dua. Menurutnya, masalah perempuan di Indonesia sangatlah kompleks, mulai dari kekerasan, pelecehan, sampai perdagangan perempuan (trafficking). Untuk memperjuangkan kaumnya itu, Linda bersama kawan-kawannya terus menggalakkan berbagai kegiatan dan pelatihan agar perempuan mempunyai kemandirian secara ekonomi. Sebab menurutnya, terjadinya trafficking karena masalah ekonomi dan minimnya pendidikan. Indonesia merupakan negara Asia yang paling sering terjadi kasus trafficking.
Selain masalah trafficking, Kowani juga sedang memperjuangkan Undang-Undang Pornografi yang belum disahkan. Sebab, menurut wanita yang hobi baca buku biografi ini, pornografi dan pornoaksi ini berdampak negatif dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Beberapa di antaranya adalah terjadi peningkatan jumlah pada kasus pemerkosaan, pencabulan yang disertai pembunuhan untuk menghilangkan jejak, dan free seks. Dengan adanya Undang-Undang Pornografi, bisa menyelamatkan generasi muda bangsa dari budaya-budaya yang tidak mendidik. Doel

Side Bar I

Sempat Divonis Nyawanya Tinggal 40 Persen

Bagi seorang Muslimah, dapat melaksanakan rukun Islam yang kelima merupakan anugerah yang sangat berharga. Bagaimana tidak, untuk dapat datang sendiri mengunjungi kota dimana Rasulullah melaksanakan wahyu yang diterimanya langsung dari Allah, bukanlah satu kesempatan biasa, tapi perlu banyak perjuangan dan persiapan. Bukan hanya persiapan finansial saja, tetapi juga kesehatan dan mental.
Begitupula dengan Linda. Pada tahun 1996, saat akan menunaikan ibadah haji, ia memeriksakan kesehatannya secara intensif. Waktu itu Linda merasakan dirinya sehat dan tidak mengalami keluhan yang serius. Ia tahu bahwa di payudaranya terdapat benjolan tapi tidak sakit. Jadi dianggap bukan masalah. Namun dari hasil pemeriksaan kesehatan sungguh mengejutkan. Benjolan yang dikira “biasa” itu ternyata adalah kanker jenis ganas. Dokter yang memeriksanya mengatakan nyawanya tinggal 40 persen. Bak disambar petir di siang bolong, Linda langsung shock dan sedih. Itulah yang sempat ia alami. Siapapun, jika divonis umurnya tinggal sejengkal lagi, pasti tidak punya semangat dalam menjalani hidup.

Linda dihadapkan pada dua pilihan. Tetap berangkat ke Tanah Suci atau pergi berobat ke luar negeri. Jika berobat, ia pun harus memutuskan apakah mau dioperasi atau tidak. Akhirnya, setelah berembuk dengan suami, Linda mengambil keputusan untuk segera berangkat ke Roterdam, sebuah kota di negeri kincir angin. Di sana ada sebuah rumah sakit khusus kanker payudara yang sudah banyak membantu kesembuhan penderita kanker payudara, termasuk pasien-pasien dari Indonesia. Artis kondang Rima Melati salah satu di antaranya. Rima termasuk orang yang banyak memberikan dukungan pada Linda saat dalam menjalani hari-hari yang berat.

Pada bulan Februari 1996, Linda berangkat ke negeri Belanda. Di sana Linda banyak mendapatkan keajaiban-keajaiban yang membuat semangat hidupnya bertambah kuat. Ternyata Kanker ganas yang bersarang di payudaranya yang sempat membuat nyawanya divonis hanya tinggal 40 persen, termasuk kategori stadium nol atau masih dini. Dengan tindakan operasi, harapan sembuh terbuka lebar. Tentu ini kabar baik yang sangat menggembirakan. Tiga bulan setelah kedatangannya di negeri Belanda, barulah Linda menjalani operasi kanker payudara. Operasi ini juga mengangkat kelenjar getah bening di ketiak kanan dan kirinya. Sebuah keajaiban kembali datang pada Linda. Menurut dokter, dari operasi pengangkatan penyakit dan kelenjar getah bening, diketahui belum terjadi penyebaran sel-sel kanker di tubuh Linda. Dengan begitu Linda dinyatakan tidak perlu menjalani kemoterapi dan radioterapi. Pasalnya, dua hal inilah yang biasanya menjadi momok menakutkan bagi para penderita kanker. Sebab, kemoterapi bisa mendatangkan berbagai efek samping yang membuat rasa tidak nyaman.

Setelah operasi, Linda tidak lepas begitu saja dari pengobatan. Selama dua tahun ia harus bolak balik Jakarta – Roterdam minimal sekali enam bulan untuk memonitor perkembangan kesehatannya. Setelah itu, kontrol cukup dilakukan sekali dalam setahun. “Setiap kali mengontrol kesehatan, saya selalu merasa deg-degan, khawatir bila penyakit itu masih ada,” tuturnya. Tapi sekarang dokter tidak lagi mengharuskannya memeriksakan diri secara rutin. Hanya bila sewaktu-waktu berkunjung ke Belanda, Linda diminta menyempatkan diri ‘main’ ke Roterdam dan melakukan check up di rumah sakit tempat ia dirawat dahulu.

Pengalaman Linda bergelut dengan penyakit kanker payudara, membuatnya tergerak untuk mengkampanyekan pentingnya deteksi dini kanker payudara dengan mendirikan Yayasan Kesehatan Payudara Jakarta (YKPJ), bersama teman-temannya. Dalam yayasan tersebut Linda menjadi Dewan Penasehat. Salah satu programnya adalah meluncurkan Gerakan Pita Pink. Gerakan itu diharapkan mendorong rasa saling peduli dan saling menjaga di antara sesama perempuan akan bahaya kanker payudara. Langkah pertama gerakan itu adalah membuat mobile mammography pertama di Jakarta, bahkan di Indonesia.

"Melalui mobile mammography ini, makin banyak perempuan Indonesia yang memeriksakan payudaranya sedini mungkin jika tidak sempat pergi ke rumah sakit," kata Linda seraya menambahkan biaya pemeriksaan di mobile mammography bisa 3/4 lebih murah dibandingkan dengan rumah sakit. Program YKPJ yang lain adalah sosialisasi di masyarakat, terutama kalangan muda untuk memeriksakan diri secara dini. Karena semakin dini penyakit itu diketahui, akan semakin mudah dan murah biaya pengobatannya. Doel

Side Bar II

Mendengar Suara Takbir Saat Mendapat Kesulitan Ketika Menunaikan Ibadah Haji

Siapa pun yang menunaikan ibadah haji pasti mengimpikan bisa mencium hajar aswad. Begitu pula dengan Linda, pada saat menunaikan ibadah haji yang pertama, Linda berobsesi untuk bisa memegang dan mencium hajar aswad. Linda menunaikan haji bertiga yaitu dengan tantenya dan kakak ipar. Saat mengelilingi Ka’bah dan sudah dekat dengan hajar aswad, ketika akan menciumnya tiba-tiba saja datang rombongan dari orang-orang Arab yang bertubuh besar. Akhirnya, badannya terjepit hingga terangkat. Untungnya, sebelum berangkat Linda sudah diberi tahu oleh pembimbingnya jika terjepit agar berjalan mundur membelakangi Ka’bah, karena kalau tidak berjalan mundur, akan terbawa lagi ke depan. Karena mengikuti arahan dari pembimbingnya itu, akhirnya Linda bisa lepas dari himpitan orang-orang Arab itu dan keluar.

Setelah tidak berhasil, Linda pun kembali ke kamar hotel. Pada saat shalat Ashar, tantenya mengajak untuk shalat Ashar di Masjid. Tapi karena badannya masih terasa sakit akibat terjepit saat akan mencium hajar aswad, ia pun menolak ajakan tantenya. Linda pun akhirnya menunaikan shalat Ashar di kamar. Saat shalat Ashar, Linda menangis menyesali perbuatannya karena tidak membaca Bismillah dan tidak minta bantuan Allah SWT saat akan mencium hajar aswad. Ia terlalu percaya dengan kemampuannya. “Ya Allah, kalau memang umur saya mau dicabut, nanti setelah ibadah haji karena saya sudah jauh-jauh meninggalkan suami dan anak,” batinnya.

Setelah itu Linda kembali ke tempat tidur untuk merebahkan badan. Tapi tiba-tiba saja badannya kedinginan dan menggigil. Saat adzan Maghrib berkumandang, tantenya mengajak lagi untuk shalat Maghrib di Masjid. Linda pun pergi ke Masjid dengan tantenya. Saat menuju Masjid, karena musim haji sehingga tempatnya berdesak-desakan, tiba-tiba saja di telinganya ada suara takbir. “Saat itu saya tidak terlalu menghiraukan bunyi suara di telinganya itu,” kisahnya. Anehnya, ia bisa mendapatkan tempat untuk shalat padahal banyak yang tidak dapat termasuk tantenya.

Setelah menunaikan shalat Maghrib, ia kembali ke hotel dan begitu tiba di hotel, suara takbir terngiang lagi di telinganya. Karena penasaran ia pun mencari sumber suara itu dengan membuka jendela kamar hotel. Rupanya di luar tidak ada suara takbir. Dengan perasaan takut, ia pun kembali menutup pintu jendela. Anehnya, suara takbir itu selalu berbunyi saat dirinya mendapat kesulitan ketika menunaikan ibadah haji. Meski demikian, kejadian itu tidak pernah ia ceritakan kepada siapapun. Setelah selesai menunaikan ibadah haji, pada saat akan kembali ke Jakarta, barulah Linda bercerita kepada pembimbingnya. Mendengar cerita yang sangat menakjubkan seperti itu, sang pembimbing mengatakan kalau suara takbir itu adalah malaikat yang menjaganya. “Saat pembimbing mengatakan suara itu adalah malikat, saya langsung merinding dan menangis,” ungkapnya. Doel

Tidak ada komentar: