Selasa, 17 Juni 2008

Sys NS

Raden Mas Haryo Heroe Syswanto NS. Soerio Soebagio (Sys NS), Ketua Umum Partai NKRI

Otak Menjadi Fresh dan Badan Menjadi Sehat karena Berbagi

Selama ini publik hanya mengenal sosok Sys NS sebagai seorang sutradara, aktor, atau bahkan politisi. Tapi publik jarang yang mengetahui bahwa di balik popularitasnya itu ternyata ia mempunyai kepedulian sosial yang tinggi. Berbagai aksi sosial kerap ia lakukan. Seperti apakah bentuk kepedulian Sys?

Bangunan yang terletak di Jalan Prapanca Raya no 39, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan itu nampak berbeda dengan bangunan-bangunan lainnya yang berada di sepanjang jalan tersebut. Bangunan itu terlihat begitu mencolok dengan adanya beberapa bendera sebuah partai politik yang berwarna orange. Setelah memasuki halaman bangunan itu, semua orang pasti akan langsung bisa menebak bahwa bangunan tersebut adalah sebuah kantor partai politik yang didirikan oleh seniman ternama, Sys NS.

Setiap tamu asing yang datang pun harus berhadapan terlebih dahulu dengan petugas jaga. Begitu juga terhadap Realita yang datang berkunjung. Petugas jaga itu langsung menanyakan maksud kedatangan Realita. Setelah menjelaskan maksud dan kedatangan, petugas itu kemudian mempersilakan masuk karena telah membuat janji. Tak berapa lama kemudian muncul pria bertubuh tegap menghampiri, dialah Raden Mas Haryo Heroe Syswanto NS. Soerio Soebagio atau yang kerang disapa Sys NS.

Sys NS, pria kelahiran Semarang pada 18 Juli 1956 ini anak ketiga dari sebelas bersaudara. Meski lahir di Semarang, namun ia menjalani pendidikan Sekolah Dasar hingga Kuliah di Jakarta. “Ibu saya setiap mengandung tujuh bulan pasti pulang kampung ke Semarang, jadi saya numpang lahir saja di Semarang,” candanya. Ayahnya, Suryo Subagio (alm.) yang seorang anggota militer mendidik Sys kecil dengan penuh disiplin. Contohnya, setiap pulang sekolah harus tidur, sore hari harus mengaji, dan malamnya harus belajar. Kalau Sys melanggar, ayahnya tak segan-segan untuk menghukum. Lain halnya dengan ibunya, Siti Suciati (almh.), ia justru mendidik Sys dengan lemah lembut dan penuh kesabaran. Bahkan terkadang ibunya sering membela Sys dari kemarahan sang ayah walaupun sebenarnya Sys yang nakal.

Hidup Mandiri. Ketika Sys masuk SMU, kedua orang tuanya pindah dari Jakarta ke Semarang karena ayahnya ditugaskan di kota Semarang. Pada awalnya Sys juga ikut pindah beserta anggota kelurganya yang lain. Namun karena sudah biasa hidup di Jakarta dan juga di Semarang tidak banyak teman-temannya, karena tidak betah akhirnya secara diam-diam ia kabur ke Jakarta. Keluarga di Semarang dibuat kalang kabut dan mencari kemana-mana hingga akhirnya Sys ditemukan di Jakarta. Sys pun dibawa pulang kembali keluarganya ke Semarang. Tapi dasar Sys tidak kerasan, Sys kembali lagi kabur ke Jakarta. Akhirnya Sys mengatakan kepada orang tuanya agar jangan menghiraukannya lagi dan tidak usah memikirkan biaya hidupnya di Jakarta. Ia mengaku bisa cari uang sendiri dan berjanji akan tetap melanjutkan sekolah. Orang tuanya pun akhirnya mempercayai dan merestuinya.

Di Jakarta, Sys numpang tinggal di rumah saudara. Merasa tidak enak tinggal di rumah saudara dan tidak bebas, ia pun akhirnya memutuskan untuk pindah dan tinggal sendiri. Untuk membiayai hidup dan sekolahnya, ia menjadi disc jockey (DJ). Rupanya uang yang diperoleh dari menjadi DJ malah lebih banyak dibandingkan saat ikut orang tua. Dalam pergaulannya pun, Sys selalu ingin terlihat lebih menonjol jika dibandingkan dengan teman-temannya.

Bagi mantan Ketua Umum PB PARFI periode 1998-2002 ini, kehidupan anak muda selalu menuntut tiga hal, yakni sekolah, pergaulan, dan uang. Saat masih menjadi mahasiswa, Sys pernah ingin meraih ketiga-tiganya sekaligus. Kuliah di IKJ, bergaul dengan sesama artis dan mahasiswa, serta cari uang sebagai disc jockey. Setelah setahun dua tahun dilaluinya, akhirnya ia baru menyadari bahwa itu tidak mudah bahkan tidak mungkin diraih semuanya.

Akhirnya ia mengambil keputusan untuk meninggalkan bangku kuliah. Bagi Sys, belajar bukan hanya di bangku kuliah, di mana pun orang bisa belajar asal punya kemauan. Sedangkan kalau pergaulannya yang harus ia korbankan, ia merasa jika mau bergaul lagi nanti sudah tidak mungkin. Dan jika cari duit yang ia korbankan, ia merasa tidak punya pengalaman kerja, nanti sampai tua dan uang juga tidak terkumpul. Akhirnya Sys berhenti kuliah di tingkat dua tapi cari uang semakin giat dan pergaulannya juga semakin luas.

Pilihan untuk meninggalkan bangku kuliah, bukanlah pilihan mudah. Ia pun sudah mempertimbangkannya dengan matang-matang. Sehingga Sys pun harus membayarnya dengan kerja keras untuk mendapatkan uang dan memperluas jaringan. Berkat kerja kerasnya pula Sys banyak mendapatkan uang. Bayangkan saja, sekali membuat show ia bisa untung Rp 25 jutaan. Pada tahun 70-an saja misalnya, anak-anak muda paling jajan sekitar Rp 5000, tapi dikantong Sys bisa jutaan. Meski demikian, apa pun yang telah dihasilkan Sys kala itu selalu habis. Ia tidak pernah punya apa-apa. Uangnya habis untuk foya-foya bersama teman-temannya.

Kehidupan Sys yang glamour, mendadak berubah ketika ia berpacaran dengan Shanty Widhiyanti yang kelak menjadi belahan jiwanya. Sebagai seorang pacar, Shanty selalu mengingatkan Sys untuk menabung sebagai bekal rumah tangganya kelak. Berkat nasehat pacarnya itulah, Sys tidak lagi berfoya-foya dan bisa memiliki rumah dan mobil. Sejak berpacaran dengan Shanty, hidupnya menjadi lebih tertib dan kerja menjadi lebih sungguh-sungguh. Namun Sys sendiri juga banyak mempengaruhi istrinya dalam kehidupan. Misalnya, cara berpikir dan pergaulan. Karena si istri bukan anak jalanan, jadi tidak begitu mahir dalam ilmu pergaulan. Tapi intinya mereka jadi saling mendapat hal-hal positif.

Pertemuan Sys dengan Shanty sendiri berawal saat Shanty, mengantar temannya datang ke Prambors untuk mendaftar menjadi anggota KMP (Kawula Muda Prambors), sebuah organisasi remaja. Shanty yang sebenarnya tidak berminat ikutan KMP, ketika itu dipaksa oleh temannya sehingga ambil formulir juga. Sys sendiri ketika itu belum tahu menahu mengenai KMP. Sesudah terkumpul banyak anggota, teman Sys minta pertolongannya untuk membuat ide kreatif anggota KMP. Sys pun kemudian meminta foto-foto pendaftar dan melihatnya satu per satu. Terseleksilah beberapa foto diantaranya foto Shanty. Ketika melihat foto Shanty, Sys sudah merasakan daya tarik gadis yang satu itu.

Pada waktu diadakan peresmian anggota KMP yang bertempat di hotel Sahid, Sys sendiri menjadi MC untuk memperkenalkan anggota-anggota KMP ini. Saat acara mulai, anggota pun dipanggil satu per satu. Dan pada saat giliran Shanty yang dipanggil, Sys pun mulai mengganggu dan sengaja melama-lamakannya. Maksudnya agar si gadis selalu ingat sama dia. Setelah melakukan pendekatan, akhirnya Sys dapat menaklukkan hati gadis pujaannya itu. Padahal saat itu usianya terpaut sangat jauh yaitu 13,5 tahun. “Cintalah yang mempersatukan kita,” ungkap mantan presenter talkshow Who Wants To Be The President di TPI ini. Ketika resmi berpacaran, Sys sudah meyakinkan Shanty bahwa cintanya tidaklah main-main. Sys pun membuktikannya.

Tujuh tahun lamanya mereka berpacaran tanpa ganti-ganti. Sys menunggu Shanty hingga menyelesaikan pendidikan Sarjana Ekonominya di Universitas Padjajaran, Bandung. Barulah kemudian mereka akan melangkah ke pelaminan. Dari hasil perkawinannya, Sys dan Shanty dikaruniai tiga orang anak yaitu Syanindita Trasysty (13), Sabdayagra Ahessa(12), dan Sadhenna Sayanda (8).

Kepedulian Tinggi. Bagi Sys, kegiatan sosial yang ia lakukan adalah dalam rangka membangun Hablumminnanaas yaitu hubungan antar manusia. Agar terjadi hubungan antar manusia dengan baik, maka salah satunya adalah saling membantu dengan yang lain. Kepedulian sosial yang dimilikinya ini adalah wujud dari rasa syukur yang ia peroleh selama ini. “Tuhan terlalu sayang kepada saya, apa yang saya minta Tuhan selalu mengabulkan,” aku Sys. Sys boleh disebut pria multi profesi. Banyak keahlian yang ia miliki, dari mulai main bola, main basket, nyanyi, presenter, penyiar, sampai menjadi direktur radio, semua pernah ia lakoni. “Saya pernah melakukan apa saja kecuali peragawan dan tukang sulap,” katanya bergurau.

Berbagai hal yang dilakukannya selalu berhasil dan mendapat sambutan yang baik dari masyarakat. Namun meski demikian, mantan anggota MPR-RI, Utusan Golongan, periode 1999-2004 ini sendiri mengakui talentanya yang banyak ini membuatnya sedikit tidak fokus dalam satu hal. Apakah itu suatu hal yang bagus atau jelek dia sendiri tidak tahu. Tapi ia merasa bahwa hal demikian ada bagusnya dan ada juga buruknya. Hampir semua pernah dia lakukan khususnya yang berhubungan dengan dunia seni hiburan. Jadi penulis skenario, sutradara, pemain film bahkan pelawak seperti ‘Sersan Prambors’ ia pernah ikuti walaupun tidak begitu berani di panggung. Tapi kalau di kaset dan di film dia cukup berani membuat humor. Bahkan ketika menggeluti disc jockey, Sys pernah memperoleh penghargaan sebagai The Best of Disc Jockey of Indonesia pada tahun 1975.

Aktivitas sosial yang dilakukan Sys sendiri bermacam-macam. Dari mulai memberikan santunan kepada anak yatim, sunatan massal, beasiswa sekolah bagi anak-anak yang tidak mampu sampai dengan membantu para korban banjir. Aksi sosial yang dilakukan seringnya dilakukan secara aksidental dan kontinyu. Adapun kegiatan sosial yang dilakukan secara kotinyu adalah pengumpulan uang dalam pengajian rutin keluarga yang dilakukan setiap dua minggu sekali. Uang dari hasil patungan yang terkumpul, lalu disalurkan ke tempat-tempat pengajian Al-Qur'an (TPA) yang kurang mampu di wilayah Jakarta.

Begitupun di radio Muara dimana Sys menjadi Direktur Utamanya. Ia selalu mengadakan kegiatan sosial. Seperti santunan kepada fakir miskin dan anak yatim. Bahkan pada tahun 1989 lewat Radio Muara ia mendirikan BOM (Bursa Orang Muda), salah satu kegiatan BOM adalah memberikan Beasiswa kepada anak-anak yang berprestasi yang tidak mempunyai biaya. Mulai dari uang sekolah, buku, transportasi, sampai dengan uang saku. Untuk menjaring calon penerima beasiswa, Sys bekerja sama dengan sekolah-sekolah di Jakarta untuk mendata siswa yang tidak mampu. Sayangnya, kegiatan BOM ini hanya berjalan tiga tahun dan pada tahun 1991 kegiatan BOM ini berhenti. Meski demikian bukan berarti Sys tidak lagi melakukan kegiatan sosial, ia tetap melakukan kegaiatan sosial tapi tidak berbentuk beasiswa melainkan santunan kepada fakir miskin.

Sedangkan bentuk aksi sosial Sys secara aksidental adalah saat banjir melanda Jakarta. Ia bersama teman-temannya turun memberikan bantuan kepada para korban banjir, dari mulai makanan, minuman, sampai dengan obat-obatan. “Pada awalnya bantuan banjir dananya dari kita, tapi setelah melihat aksi sosial kita, banyak orang yang ikut membantu memberikan bantuan,” jelas Sys. Begitupula saat ia meresmikan kantor Partai NKRI yang ia dirikan, tak lupa ia mengundang anak yatim piatu untuk syukuran dan memberikan santunan.

Mendapatkan Kebahagiaan. Apa yang dilakukan Sys di berbagai kegiatan sosial, bukanlah suatu hal baru. Sebab, sejak kecil Sys sudah diajarkan kedua orang tuanya untuk memiliki kepedulian sosial. Seperti membantu orang yang sedang kesusahan atau memberi uang kepada pengemis. Berkat didikan orang tuanya inilah ia mempunyai kepedulian yang sangat tinggi. Bagi Sys, membantu orang lain bukan sekadar ajaran agama saja tapi lebih ke panggilan hati. “Kalau orang punya hati waras pasti akan tergerak untuk membantu, tapi kalau hatinya sakit pasti tidak akan tergerak,” ujar mantan juru kampanye tingkat nasional, pemilu Capres dan Cawapres SBY-JK ini.

Dengan berprinsip seperti itulah, meski ia tidak punya uang, ia tetap membantu ketika ada orang yang membutuhkan pertolongan dengan menjadi perantara orang yang mempunyai uang. ”Kalau kita tidak punya uang untuk memberi, kita jadi jembatannya saja. Jangan tidak punya uang lalu diam saja ketika ada orang minta pertolongan,” ungkapnya. Sys sendiri selalu menyisihkan sebagian dari penghasilannya untuk diberikan kepada orang-orang yang kurang beruntung. “Kalau yang pasti sih 2,5 % saya sisihkan sesuai dengan aturan Islam,” aku Sys. Meski begitu, pada kenyataannya, Komisaris PT. Radio CDBS 94.5FM Bali ini selalu menyisihkan lebih dari 2,5 % dari penghasilannya untuk diberikan kepada orang-orang yang berhak.

Dalam memberikan bantuannya, Sys selalu menggunakan ilmu “kalaunologi” ilmu “kalaunologi” adalah ilmu yang ia ciptakan sendiri, yaitu ilmu berkalau-kalau. Misalnya, bila ia memberikan uang pada orang, ia akan bertanya dalam hati, kalau dikasih uang bagaimana rasanya ya? Tentu akan senang apalagi kalau lagi tidak punya uang untuk makan. Begitu pula sebaliknya orang yang memberi pasti akan lebih berbahagia karena bisa menolong orang. “Memberi supaya orang berbahagia, jauh lebih bahagia memberi. Artinya, hati saya senang, otak saya fresh dan badan saya sehat,” tuturnya. Doel

Side Bar I

Mengajarkan Berbagi kepada Anaknya dengan Contoh

Pengalaman saat kecil mendapat didikan yang keras dari ayahnya dan lemah lembut dari ibunya, membuat Sys seakan mendapat pelajaran berharga dalam mendidik anak-anaknya. Jika dulu bapaknya selalu memperlakukannya sebagai anak bukan mitra, ia ingin anak-anaknya sekarang sekaligus menjadi mitranya. Menurutnya, hanya kebetulan anak-anak itu menjadi anaknya dan ia menjadi bapak mereka.

Dengan memperlakukan anak sebagai mitra, pemeran utama film Seindah Rembulan ini pun menempatkan dirinya sejajar dengan anak-anaknya. Ia merasa anaknya harus menjadi sahabatnya juga. Di rumahnya, budaya demokrasi ia hidupkan supaya anak itu tidak egois. Ia menempatkan anak-anaknya punya hak suara juga. Sehingga jika akan pergi, misalnya, ia selalu bertanya kepada anak-anaknya mau ke mana, nonton ataukah makan, anaknya yang menentukan. Sedangkan ia tinggal mengikuti. Namun jika tidak ada keputusan, barulah ia bersama istrinya yang berembug.

Begitu pula ketika mengadakan kegiatan sosial, ia tidak memerintahkan anaknya untuk berbagi, tapi mengajarkannya melalui contoh dengan mengajak mereka setiap kali melakukan kegiatan sosial. Hal ini menurutnya, agar sang anak memiliki rasa empati terhadap orang yang kurang beruntung. “Saya juga dulu diajarkan orang tua dengan contoh, bukan perintah,” ujarnya. Doel

Side Bar II

Membakar Barang-barang Porno yang Telah Susah Payah Dikumpulkannya

Sejak masih muda, Sys memiliki hobi yang sangat tidak wajar. Ia suka sekali mengoleksi barang-barang porno, baik itu film porno, gelas porno, maupun handuk porno. “Pokoknya, yang berbau porno saya pasti punya,” kenangnya. Kadang untuk mendapatkan barang porno, ketika di Indonesia tidak ada, ia berburu sampai ke luar negeri. Tidak sedikit biaya yang ia keluarkan demi memuaskan hobinya ini. Apa yang ia lakukan adalah untuk mewujudkan impiannya yaitu membangun museum porno.

Sebelum menunaikan ibadah Haji, Sys tidak tahu kalau mengoleksi barang porno dilarang agama. Sys baru mengetahui bahwa hobi yang selama ini ia kerjakan dilarang agama, saat ia menunaikan ibadah Haji. Selama menunaikan ibadah Haji di Makkah, setiap sore ia mengaji di kelompoknya untuk membahas masalah ke-Islaman. Salah satunya, membahas masalah pornografi. Sejak saat itu ia baru tahu kalau mengoleksi barang-barang porno adalah haram. Maka, sepulang dari menunaikan ibadah Haji, tanpa berpikir panjang lagi ia langsung membakar barang-barang pornonya yang telah ia kumpulkan dengan susah payah. Doel

Hj. Linda Agum Gumelar, Sip., Ketua Umum Kowani (Kongres Wanita Indonesia)

Semakin Peduli Setelah Nyawanya Sempat Divonis Hanya Tinggal 40 Persen

Hidup bagi Linda adalah sebuah pengabdian dan memberikan banyak kontribusi bagi masyarakat sekecil apapun. Sebab menurutnya hidup akan berarti jika bisa bermanfaat bagi orang lain. Prinsip hidup itulah yang mendorong Linda aktif di berbagai kegiatan sosial. Baik skala nasional maupun internasional. Lalu, seperti apa bentuk kegiatan sosialnya tersebut?

Pagi itu perumahan yang terletak di bilangan Panglima Polim, Jakarta Selatan terlihat ramai dengan lalu-lalang kendaraan di sepanjang jalan. Namun, di salah satu rumah di kawasan tersebut justru menunjukkan keadaan yang sebaliknya. Rumah bepagar besi itu nampak sepi seakan-akan ditinggal penghuninya. Meski dari luar terlihat sepi, ternyata sang pemilik tengah berada di dalam rumah. Saat Realita berkunjung Rabu (30/4), petugas jaga langsung membukakan pintu dan mempersilakan Realita masuk. Setelah menunggu di ruang tamu, seorang wanita paruh baya keluar dan menyapa dengan ramah. Dialah Linda Agum Gumelar, istri Jenderal TNI (Purn) Agum Gumelar. Seraya tersenyum, pemilik nama lengkap, Linda Amalia Sari ini pun menceritakan tentang kegiatannya kini yang sebagian besar dihabiskan untuk aktivitas sosial. Ia pun terlihat sangat antusias dan bersemangat ketika bercerita tentang perjalanan hidupnya dan kegiatan sosial yang dilakukannya.

Anak Seorang Pejuang. Linda merupakan anak keempat dari enam bersaudara pasangan (alm) Jenderal (Purn) TNI Achmad Tahir dan (almh) Rooslila Simanjuntak. Kedua orang tua Linda adalah seorang pejuang kemerdekaan negara Republik Indonesia, ayahnya adalah salah seorang yang mengumumkan kemerdekaan negara Indonesia di wilayah Sumatera. Sedangkan ibunya, penyiar radio dan pernah dua kali menjadi ketua Persit (Persatuan Isteri Tentara). Sebagai ketua Persit, di masa-masa peperangan tentunya ibunya punya tanggung jawab yang sangat besar dalam menyiapkan mental para istri tentara yang gugur di medan juang.

Meski anak seorang tentara, namun Linda mengaku kedua orang tuanya sangat demokratis dalam mendidik anak-anaknya. “Semua anak-anaknya diberi kebebasan untuk memilih jalan kehidupannya masing-masing,” aku Linda. Hanya saja, orang tuanya sangat menekankan untuk bisa bertanggung jawab terhadap pilihan yang telah diambil dan mengajarkan untuk menghargai orang lain, apapun profesi dan latar belakangnya. Berkat didikan yang sangat egaliter, Linda tumbuh menjadi sosok perempuan yang penuh dengan tanggung jawab. Linda juga sering mendapat pembelajaran secara tidak langsung dari kegiatan kedua orang tuanya, sebab rumahnya sering dijadikan tempat berkumpul bagi para pejuang untuk membicarakan berbagai persoalan bangsa.

Setelah Indonesia merdeka tahun 1945, lima tahun kemudian ayahnya dipindahkan ke Jakarta. Tak lama di Jakarta, lalu dipindahkan ke Bandung. Pada saat bertugas di Bandung inilah Linda lahir, tepatnya tanggal 15 November 1951. Karena ayahnya sering berpindah-pinah tugas, pendidikan Linda pun sering berpindah-pindah mengikuti tugas sang ayah. Linda mengaku sempat trauma sebab setiap kali masuk sekolah baru ia harus bertemu dengan kenalan baru, lingkungan baru, dan guru-guru baru. Namun untungnya ia sudah biasa dididik mandiri oleh kedua orang tuanya hingga ia bisa cepat menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya, termasuk saat ia sekolah SD di Italia saat ayahnya mendapat tugas di sana. Pengalaman berpindah-pindah saat sekolah SD, ia jadikan pelajaran berharga untuk tidak membawa anak-anaknya mengikuti tugas sang suami, Agum Gumelar yang juga seorang tentara.

Aktivis Sejak SMP. Kepedulian sosial yang dimiliki Linda bukanlah tiba-tiba muncul dengan sendirinya. Ia telah memilikinya sejak masih sekolah. Ibarat pepatah mengatakan buah tak mungkin jatuh jauh dari pohonnya, mungkin itu pepatah yang pas menggambarkan sosok Linda. Sang ibu yang aktif di pergerakan kemerdekaan rupanya menurun pada Linda. Sejak SMP, ia sudah dikenal sebagai anak perempuan yang sangat aktif di berbagai kegiatan, termasuk di sekolahnya yakni dengan menjadi anggota OSIS.

Saat SMU, Linda juga masuk di KAPI (kesatuan aksi pelajar Indonesia). Begitu pula saat kuliah, ia aktif di lembaga Senat Mahasiswa Farmasi. Tak heran ketika menikah dengan Agum Gumelar yang seorang tentara, keaktifannya berorganisasi terus berlanjut dengan menjadi anggota Persit. Berkat keaktifannya dalam kegiatan di Persit, membuatnya dipercaya menjadi ketua Persit Kartika Chandra Kirana daerah VII/Wirabuana.

Sebagai ketua Persit, Linda terus berjuang mengupayakan kesejahteraan para istri prajurit dan kesolidan di antara istri prajurit. Menurutnya, tugas Persit yang sangat berat adalah ketika harus menyampaikan berita kematian kepada salah satu istri yang suaminya gugur dalam berjuang. “Saya merasa tidak tega untuk menyampaikan karena kadang masih muda dan mempunyai anak yang masih kecil,” kisahnya. Sebagai ketua, tentunya Linda harus bisa menghibur dan membesarkan hati para istri yang suaminya meninggal.

Selain di Persit dan berbagai organisasi fungsional lainnya, pengagum tokoh Margaret Thatcher ini banyak aktif di berbagai kegiatan sosial seperti di Palang Merah DKI sebagai wakil ketua tahun 1992-1996, Yayasan Kanker Indonesia sebagai ketua bidang organisasi dan pembinaan wilayah tahun 2000-2005, anggota Yayasan Seni Rupa Indonesia, Pembina Yayasan Onkologi Anak dan pembina Yayasan Kesehatan Payudara Jakarta (YKPJ).

Keterlibatan Linda di berbagai yayasan sosial, karena ia merasa tersentuh ketika melihat seorang ibu atau anak yang menderita kanker yang tidak punya biaya. Sebab ia sendiri pernah mengalami bagaimana menderitanya terkena kanker payudara dan keponakannya juga pernah menderita kanker. Dari pengalaman dirinya dan keponakannya itulah ia terjun di berbagai yayasan kanker untuk membantu orang-orang yang tidak mempunyai biaya untuk berobat.

Sebagai pembina di berbagai yayasan sosial, Linda tidak terlibat langsung di kegiatan sosial yayasan. Ia hanya memberikan konsep, strategi, dan kebijakan lima tahunan yayasan. Linda juga sering mengadakan penggalangan dana untuk sumber pembiayaan segala macam kegiatan operasional yayasan seperti mengadakan malam penggalangan dana dan segala bentuk kerjasama dengan berbagai perusahaan. Menurutnya, apa yang ia lakukan di berbagai kegiatan sosial semata-mata adalah ibadah. Sehingga, ketika menjalaninya tidak terasa berat, justru sangat menyenangkan.

Memilih Pengurus. Keaktifan Linda di berbagai kegiatan sosial patut diapresiasi dan patut ditiru. Bagaimana tidak? Sederet amanah yang ia tanggung di pundaknya baik itu di organisasi maupun yayasan sosial, tapi ia mampu menjalaninya dengan lancar. Belum lagi ia harus mendampingi sang suami dan anak-anaknya. “Alhamdulillah saya bisa mengemban semua amanah ini dengan baik,” ujar mantan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, 1992-1997 ini. Kegiatan yang dilakoninya ini juga mendapat dukungan penuh dari sang suami tercinta dan anak-anaknya. Setiap kali ia akan menjabat sesuatu di sebuah organisasi, ia selalu meminta ijin kepada suaminya.

Kesuksesan Linda dalam memimpin tak lain berkat kemampuannya me-manage. Bagi Linda, sebuah organisasi haruslah dikelola dengan modern. Dalam organisasi modern, orang-orang yang mengisi adalah yang mempunyai kapasitas dan kapabilitas sehingga bisa mengatur organisasi dengan transparansi dan bertanggung jawab. “Makanya saya selalu memilih orang-orang yang kapabel,” ujarnya.

Menjadi Ketua Kowani. Keterlibatan Linda di berbagai kegiatan sosial tidak diragukan lagi. Dedikasinya selama ini setidaknya membuktikan bahwa ia mempunyai jiwa sosial yang tinggi. Maka tak heran pada tahun 1999 ia ditunjuk menjadi ketua Kowani (Kongres Wanita Indonesia), sebuah organisasi federasi yang menaungi 76 organisasi wanita di seluruh Indonesia dengan jumlah angota 30 juta orang lebih.

Sebagai ketua umum Kowani, Linda dituntut untuk kerja ekstra. Waktu dan tenaganya ia curahkan untuk memperjuangkan kaumnya yang sering dianggap manusia kelas dua. Menurutnya, masalah perempuan di Indonesia sangatlah kompleks, mulai dari kekerasan, pelecehan, sampai perdagangan perempuan (trafficking). Untuk memperjuangkan kaumnya itu, Linda bersama kawan-kawannya terus menggalakkan berbagai kegiatan dan pelatihan agar perempuan mempunyai kemandirian secara ekonomi. Sebab menurutnya, terjadinya trafficking karena masalah ekonomi dan minimnya pendidikan. Indonesia merupakan negara Asia yang paling sering terjadi kasus trafficking.
Selain masalah trafficking, Kowani juga sedang memperjuangkan Undang-Undang Pornografi yang belum disahkan. Sebab, menurut wanita yang hobi baca buku biografi ini, pornografi dan pornoaksi ini berdampak negatif dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Beberapa di antaranya adalah terjadi peningkatan jumlah pada kasus pemerkosaan, pencabulan yang disertai pembunuhan untuk menghilangkan jejak, dan free seks. Dengan adanya Undang-Undang Pornografi, bisa menyelamatkan generasi muda bangsa dari budaya-budaya yang tidak mendidik. Doel

Side Bar I

Sempat Divonis Nyawanya Tinggal 40 Persen

Bagi seorang Muslimah, dapat melaksanakan rukun Islam yang kelima merupakan anugerah yang sangat berharga. Bagaimana tidak, untuk dapat datang sendiri mengunjungi kota dimana Rasulullah melaksanakan wahyu yang diterimanya langsung dari Allah, bukanlah satu kesempatan biasa, tapi perlu banyak perjuangan dan persiapan. Bukan hanya persiapan finansial saja, tetapi juga kesehatan dan mental.
Begitupula dengan Linda. Pada tahun 1996, saat akan menunaikan ibadah haji, ia memeriksakan kesehatannya secara intensif. Waktu itu Linda merasakan dirinya sehat dan tidak mengalami keluhan yang serius. Ia tahu bahwa di payudaranya terdapat benjolan tapi tidak sakit. Jadi dianggap bukan masalah. Namun dari hasil pemeriksaan kesehatan sungguh mengejutkan. Benjolan yang dikira “biasa” itu ternyata adalah kanker jenis ganas. Dokter yang memeriksanya mengatakan nyawanya tinggal 40 persen. Bak disambar petir di siang bolong, Linda langsung shock dan sedih. Itulah yang sempat ia alami. Siapapun, jika divonis umurnya tinggal sejengkal lagi, pasti tidak punya semangat dalam menjalani hidup.

Linda dihadapkan pada dua pilihan. Tetap berangkat ke Tanah Suci atau pergi berobat ke luar negeri. Jika berobat, ia pun harus memutuskan apakah mau dioperasi atau tidak. Akhirnya, setelah berembuk dengan suami, Linda mengambil keputusan untuk segera berangkat ke Roterdam, sebuah kota di negeri kincir angin. Di sana ada sebuah rumah sakit khusus kanker payudara yang sudah banyak membantu kesembuhan penderita kanker payudara, termasuk pasien-pasien dari Indonesia. Artis kondang Rima Melati salah satu di antaranya. Rima termasuk orang yang banyak memberikan dukungan pada Linda saat dalam menjalani hari-hari yang berat.

Pada bulan Februari 1996, Linda berangkat ke negeri Belanda. Di sana Linda banyak mendapatkan keajaiban-keajaiban yang membuat semangat hidupnya bertambah kuat. Ternyata Kanker ganas yang bersarang di payudaranya yang sempat membuat nyawanya divonis hanya tinggal 40 persen, termasuk kategori stadium nol atau masih dini. Dengan tindakan operasi, harapan sembuh terbuka lebar. Tentu ini kabar baik yang sangat menggembirakan. Tiga bulan setelah kedatangannya di negeri Belanda, barulah Linda menjalani operasi kanker payudara. Operasi ini juga mengangkat kelenjar getah bening di ketiak kanan dan kirinya. Sebuah keajaiban kembali datang pada Linda. Menurut dokter, dari operasi pengangkatan penyakit dan kelenjar getah bening, diketahui belum terjadi penyebaran sel-sel kanker di tubuh Linda. Dengan begitu Linda dinyatakan tidak perlu menjalani kemoterapi dan radioterapi. Pasalnya, dua hal inilah yang biasanya menjadi momok menakutkan bagi para penderita kanker. Sebab, kemoterapi bisa mendatangkan berbagai efek samping yang membuat rasa tidak nyaman.

Setelah operasi, Linda tidak lepas begitu saja dari pengobatan. Selama dua tahun ia harus bolak balik Jakarta – Roterdam minimal sekali enam bulan untuk memonitor perkembangan kesehatannya. Setelah itu, kontrol cukup dilakukan sekali dalam setahun. “Setiap kali mengontrol kesehatan, saya selalu merasa deg-degan, khawatir bila penyakit itu masih ada,” tuturnya. Tapi sekarang dokter tidak lagi mengharuskannya memeriksakan diri secara rutin. Hanya bila sewaktu-waktu berkunjung ke Belanda, Linda diminta menyempatkan diri ‘main’ ke Roterdam dan melakukan check up di rumah sakit tempat ia dirawat dahulu.

Pengalaman Linda bergelut dengan penyakit kanker payudara, membuatnya tergerak untuk mengkampanyekan pentingnya deteksi dini kanker payudara dengan mendirikan Yayasan Kesehatan Payudara Jakarta (YKPJ), bersama teman-temannya. Dalam yayasan tersebut Linda menjadi Dewan Penasehat. Salah satu programnya adalah meluncurkan Gerakan Pita Pink. Gerakan itu diharapkan mendorong rasa saling peduli dan saling menjaga di antara sesama perempuan akan bahaya kanker payudara. Langkah pertama gerakan itu adalah membuat mobile mammography pertama di Jakarta, bahkan di Indonesia.

"Melalui mobile mammography ini, makin banyak perempuan Indonesia yang memeriksakan payudaranya sedini mungkin jika tidak sempat pergi ke rumah sakit," kata Linda seraya menambahkan biaya pemeriksaan di mobile mammography bisa 3/4 lebih murah dibandingkan dengan rumah sakit. Program YKPJ yang lain adalah sosialisasi di masyarakat, terutama kalangan muda untuk memeriksakan diri secara dini. Karena semakin dini penyakit itu diketahui, akan semakin mudah dan murah biaya pengobatannya. Doel

Side Bar II

Mendengar Suara Takbir Saat Mendapat Kesulitan Ketika Menunaikan Ibadah Haji

Siapa pun yang menunaikan ibadah haji pasti mengimpikan bisa mencium hajar aswad. Begitu pula dengan Linda, pada saat menunaikan ibadah haji yang pertama, Linda berobsesi untuk bisa memegang dan mencium hajar aswad. Linda menunaikan haji bertiga yaitu dengan tantenya dan kakak ipar. Saat mengelilingi Ka’bah dan sudah dekat dengan hajar aswad, ketika akan menciumnya tiba-tiba saja datang rombongan dari orang-orang Arab yang bertubuh besar. Akhirnya, badannya terjepit hingga terangkat. Untungnya, sebelum berangkat Linda sudah diberi tahu oleh pembimbingnya jika terjepit agar berjalan mundur membelakangi Ka’bah, karena kalau tidak berjalan mundur, akan terbawa lagi ke depan. Karena mengikuti arahan dari pembimbingnya itu, akhirnya Linda bisa lepas dari himpitan orang-orang Arab itu dan keluar.

Setelah tidak berhasil, Linda pun kembali ke kamar hotel. Pada saat shalat Ashar, tantenya mengajak untuk shalat Ashar di Masjid. Tapi karena badannya masih terasa sakit akibat terjepit saat akan mencium hajar aswad, ia pun menolak ajakan tantenya. Linda pun akhirnya menunaikan shalat Ashar di kamar. Saat shalat Ashar, Linda menangis menyesali perbuatannya karena tidak membaca Bismillah dan tidak minta bantuan Allah SWT saat akan mencium hajar aswad. Ia terlalu percaya dengan kemampuannya. “Ya Allah, kalau memang umur saya mau dicabut, nanti setelah ibadah haji karena saya sudah jauh-jauh meninggalkan suami dan anak,” batinnya.

Setelah itu Linda kembali ke tempat tidur untuk merebahkan badan. Tapi tiba-tiba saja badannya kedinginan dan menggigil. Saat adzan Maghrib berkumandang, tantenya mengajak lagi untuk shalat Maghrib di Masjid. Linda pun pergi ke Masjid dengan tantenya. Saat menuju Masjid, karena musim haji sehingga tempatnya berdesak-desakan, tiba-tiba saja di telinganya ada suara takbir. “Saat itu saya tidak terlalu menghiraukan bunyi suara di telinganya itu,” kisahnya. Anehnya, ia bisa mendapatkan tempat untuk shalat padahal banyak yang tidak dapat termasuk tantenya.

Setelah menunaikan shalat Maghrib, ia kembali ke hotel dan begitu tiba di hotel, suara takbir terngiang lagi di telinganya. Karena penasaran ia pun mencari sumber suara itu dengan membuka jendela kamar hotel. Rupanya di luar tidak ada suara takbir. Dengan perasaan takut, ia pun kembali menutup pintu jendela. Anehnya, suara takbir itu selalu berbunyi saat dirinya mendapat kesulitan ketika menunaikan ibadah haji. Meski demikian, kejadian itu tidak pernah ia ceritakan kepada siapapun. Setelah selesai menunaikan ibadah haji, pada saat akan kembali ke Jakarta, barulah Linda bercerita kepada pembimbingnya. Mendengar cerita yang sangat menakjubkan seperti itu, sang pembimbing mengatakan kalau suara takbir itu adalah malaikat yang menjaganya. “Saat pembimbing mengatakan suara itu adalah malikat, saya langsung merinding dan menangis,” ungkapnya. Doel

In Memoriam Ali Sadikin

Alm. Ali Sadikin, Mantan Gubernur DKI Jakarta

Disaat Kritisnya Masih Memikirkan Biaya Pendidikan yang Makin Tinggi dan Harga Bahan Pokok yang Terus Melambung

Kota Jakarta empat puluh dua tahun silam adalah sebuah kota yang amburadul dan kumuh. Sejak Ali Sadikin memerintah kota Jakarta, ia sulap menjadi kota yang modern dengan berbagai fasilitasnya. Tak heran, kalau Ali Sadikin selalu dikenang warga Jakarta berkat kesuksesannya itu. Kota Jakarta bagi Ali Sadikin sudah seperti jiwa dan raganya. Setelah lengser dari Gubernur, Ali Sadikin juga tetap membangun Jakarta lewat pemikirannya. Bahkan di saat-saat ia sakit menjelang kematiannya, ia tetap memikirkan Jakarta dan negaranya. Lalu seperti apakah sosok Ali Sadikin?

Jum’at (23/5) selepas adzan Maghrib Realita mendatangi rumah (alm.) Ali Sadikin, mantan Gubernur DKI Jakarta. Berbagai karangan bunga dari beberapa pejabat negara, tokoh politik, dan masyarakat yang menandakan rasa berduka cita, masih tersusun rapi di sepanjang Jalan Borobudur 2 Jakarta Pusat. Dari ucapan bela sungkawa yang tertera pada karangan bunga itu, menandakan bahwa sepanjang hayatnya, baik saat menjadi Gubernur maupun setelah lengser, Ali Sadikin merupakan figur yang patut diteladani.

Bukan hanya keluarga saja yang merasa kehilangan dan berduka dengan kepergian Ali Sadikin, warga Jakarta dan masyarakat Indonesia juga kehilangan tokoh bangsa yang visioner ini. Ratusan warga baik orang biasa dan pejabat yang mengikuti acara tahlilan, menunjukkan kalau pria yang kerap disapa Bang Ali ini sangat dihormati dan dicintai. Dengan khusyuk mereka melafadzkan tahlil, tahmid, dan takbir untuk mendoakan arwah bapak pembangunan kota Jakarta ini. Tahlilan berhenti saat memasuki shalat Isya. Setelah melaksanakan shalat Isya, para jamaah kembali mendoakan Bang Ali yang kemudian dilanjutkan dengan ceramah oleh salah satu Ustadz.

Tegas dan Konsisten. Bagi warga ibukota, nama Ali Sadikin mungkin tidak akan pernah terlupakan. Berkat jasanya, Jakarta bisa menjadi seperti sekarang ini. Asal tahu saja, pada tahun 60-an, kota Jakarta adalah sebuah kota yang kumuh, amburadul, dan semrawut. Maka tak heran kalau wartawan dan diplomat asing saat itu menjuluki Jakarta dengan sebutan “WC terpanjang di dunia” lantaran di sepanjang sungai Ciliwung berderet-deret kakus milik penduduk.

Saat menjadi Gubernur Jakarta tahun 1966, langkah pertama yang diambil Bang Ali adalah membangun dan membenahi kota Jakarta. Bang Ali sadar betul, untuk mengubah Jakarta menjadi kota yang modern sangat dibutuhkan dana yang cukup besar padahal anggaran Jakarta yang tersedia saat itu hanya Rp 66 juta. Belum lagi masyarakat Jakarta yang kala itu kondisinya sedang terpecah belah sebagai akibat peristiwa pembunuhan para jenderal oleh PKI. Sebagai pemimpin, Bang Ali tidak mau membiarkan warganya hidup dalam kesusahan karena terbatasnya sarana pendidikan, kesehatan, pasar, dan tempat ibadah.

Dengan anggaran yang minim itu, pria kelahiran 20 Juli 1927 ini membuat kebijakan yang cukup berani yaitu menghidupkan dunia malam, melegalkan perjudian dan prostitusi. Bukan hanya semata-mata untuk mendapatkan pajak besar Bang Ali melegalkan perjudian dan prostitusi. Pasalnya, sebelum dilegalkan, perjudian sudah marak dan keuntungannya hanya dinikmati oleh beberapa gelintir orang saja. Begitupula dengan pelacuran yang tersebar hampir di setiap sudut Jakarta sehingga menimbulkan persoalan sosial. Dengan melokalisasikannya menjadi satu yaitu di Keramat Tunggak, para pelacur jalanan bisa ditertibkan.

Kebijakan beraninya itu bukan tidak mendapatkan protes dan kecaman. Beberapa alim ulama memprotes kebijakan yang kontroversi itu. Namun Bang Ali jalan terus dengan pendiriannya itu setelah gagal menjelaskan kepada para ulama untuk mengerti keadaan. Bahkan Bang Ali pernah disumpahi masuk neraka. Tapi ia bilang kepada para ulama waktu itu, lebih baik bagi seorang pemimpin melanggar ajaran agama daripada membiarkan rakyat susah dan ia rela masuk neraka, asalkan bisa menolong rakyat kecil. Karena keras dan kuat pendiriannya itulah, presiden Soekarno pernah menjulukinya kopig (keras kepala).

Dari hasil dilegalkannya perjudian, Pemda DKI memperoleh pendapatan Rp 40 miliar per tahun dan semua hasilnya untuk membangun Jakarta. Berkat kerja kerasnya, Jakarta yang tadinya kota kumuh, menjadi sebuah kota metropolitan yang modern. Berbagai sarana prasarana ia bangun, seperti Taman Ismail Marzuki, Kebun Binatang Ragunan, Proyek Senen, Taman Impian Jaya Ancol, dan Taman Ria Monas. Di bidang kebudayaan dan pariwisata, dia menggagas tradisi penyelenggaraan pesta rakyat tahunan dalam rangka menyambut hari jadi kota Jakarta setiap tanggal 22 Juni melalui Pekan Raya Jakarta dengan merevitalisasi Pasar Gambir. Menghidupkan ondel-ondel, lenong dan topeng, topeng Betawi, dan membangun Pusat Kesenian Taman Ismail Marzuki. Pemilihan Abang dan None Jakarta untuk pertama kali juga dirintis sejak zaman Bang Ali.

Bang Ali Juga berhasil memperbaiki jalan yang rusak dan membuat jalan-jalan baru. Tak ketinggalan sarana transportasinya dengan mendatangkan banyak bus kota dan menata trayeknya serta membangun halte (tempat menunggu) bus yang nyaman. Di bawah kepemimpinan Bang Ali, Jakarta berkali-kali menjadi tuan rumah Pekan Olahraga Nasional (PON) dan mengantarkan DKI menjadi juara umum berkali-kali. Bang Ali pula yang mencanangkan kawasan segitiga (jalan Jenderal Sudirman, jalan Jenderal Gatot Subroto, dan jalan H Rasuna Said) sebagai pusat bisnis Jakarta.

Dalam bidang hukum Bang Ali juga mendorong sejumlah pengacara muda di bawah pimpinan Adnan Buyung Nasution untuk membentuk lembaga bantuan hukum guna membantu masyarakat miskin, yaitu YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia). Lembaga yang populer dengan nama LBH itu, Bang Ali membantu pembentukan dan pendanaannya. Tapi kemudian, LBH pula yang berkali-kali menggugat kebijakan Bang Ali, terutama penggusuran. Namun Bang Ali menikmatinya sebagai part of the game (bagian dari permainan, red).

Keberhasilan Bang Ali memimpin kota Jakarta selama 10 tahun dengan berbagai proyek pembangunannya, begitu membekas di hati dan benak warga Jakarta. Maka tak heran warga Jakarta selalu menyebut periode ”zaman Bang Ali Sadikin” untuk mengenang Jakarta tempo dulu yang mereka rasakan lebih manusiawi dan kebijakannya banyak berpihak kepada rakyat. Bang Ali memang sosok pemimpin visioner yang berbicara lewat program aksi. Pemimpin di masa sukar yang teguh pendirian dan berani melawan arus demi kepentingan masyarakat. Berkat kesuksesan membangun Jakarta itu pula, Institut Kesenian Jakarta (IKJ) menganugerahi Empu Peradaban Kota, sebagai bentuk penghargaan jasa-jasa Bang Ali.

Tidak Pendendam. Bang Ali memimpin Jakarta selama dua priode yaitu dari tahun 1966-1977. Sebelum menjabat sebagai gubernur DKI, Bang Ali pernah menjabat sebagai Deputi II Panglima Angkatan Laut (1959-1963), Menteri Perhubungan Laut Kabinet Kerja (1963-1964), Menko Kompartimen Maritim/Menteri Perhubungan Laut Kabinet Dwikota dan Kabinet Dwikora Yang Disempurnakan (1964- 1966). Setelah masa jabatannya sebagai Gubernur berakhir, tidak lantas membuat Bang Ali berakhir pula dalam membangun kota Jakarta. Ia tetap mempunyai kepedulian yang tinggi dengan kemajuan Jakarta yaitu membangun Jakarta dengan menyumbangkan buah pikiran kepada para penggantinya.

Ketika tidak lagi menjadi Gubernur, Bang Ali memperlihatkan kegigihannya sebagai pejuang demokrasi. Bang Ali banyak menentang kebijakan presiden Soeharto yang tidak berpihak kepada rakyat kecil. Bersama 50 orang yang terdiri dari tokoh-tokoh militer dan swasta, yang kemudian disebut sebagai Petisi 50, mereka menekan pernyataan keprihatinan terhadap kondisi bangsa. Bang Ali mengatakan Soeharto telah salah menafsirkan pancasila sehingga menjadi alat kepentingan kekuasaan semata.

Akibat keterlibatannya di petisi 50 Bang Ali terkena cekal. Bang Ali bukan saja tak bisa bepergian ke luar negeri, namun hak perdata dan hak ekonominya juga dipersulit bersama anggota petisi yang lain. Pada masa itu menurut Boy Bernadi Sadikin (55), anak pertama Bang Ali, semua aktivitas Bang Ali selalu diawasi oleh pemerintah. Seperti tidak boleh memperoleh kredit bank ketika akan membuka usaha dan tidak bisa menghadiri acara seminar atau pernikahan.

Meski selama pemerintahan Soeharto Bang Ali mendapat perlakuan yang tidak mengenakkan, namun Bang Ali tidak pernah menaruh rasa dendam dengan Soeharto. Buktinya, saat ibu Tien, istri Soeharto meninggal, Bang Ali ikut ziarah dan melakukan tahlilan di Cendana. Bahkan sejak presiden Soeharto lengser, setiap Lebaran ia silaturahmi ke rumah Soeharto di Cendana. Begitupula saat Soeharto sakit, Bang Ali tak lupa menjenguk. “Pada Lebaran tahun lalu sebelum Soeharto meninggal, Bapak tidak silaturahmi ke rumah Soeharto, tapi Soeharto lah yang silaturahmi ke rumah dengan Mbak Tutut,” ujar Boy, anak Ali Sadikin.

Menderita Sakit. Semakin bertambah usia, ternyata kondisi kesehatan Bang Ali juga sering terganggu. Pada tahun 2001 Bang Ali pernah menderita gagal ginjal dan sempat dirawat di rumah sakit militer di Ghuang Zhou, Cina selama tujuh bulan. Bang Ali baru bisa pulang ke tanah air setelah mendapat cangkokan ginjal namun berat tubuhnya berkurang 25 kilogram. Menurut Boy, setelah mencakok ginjalnya pada tahun 2001, kondisi kesehatan Bang Ali terus menurun. Puncaknya pada awal April 2008 saat jatuh di kamar tidur. “Meski sakit, Bapak orangnya tidak mau menyusahkan orang lain. Padahal ada perawat yang menangani tapi Bapak jarang minta bantuan,” ujar Boy. Sejak jatuh, Bang Ali menjadi demam tinggi. Karena kondisinya terus memburuk, Bang Ali dilarikan ke Rumah Sakit Pondok Indah, Jakarta Selatan.

Setelah dirawat di Rumah Sakit Pondok Indah selama satu minggu, Bang Ali dipindahkan ke Rumah Sakit Gleneagles di Singapura. Selama dirawat di Singapura, anak-anak Bang Ali bergantian menjaga termasuk sekretarisnya, Mia. Meski pada saat-saat kritis, Bang Ali menurut Boy masih memikirkan kota Jakarta dan kondisi bangsa. Seperti ia sangat prihatin dengan kondisi negara saat ini dimana biaya pendidikan melambung sehingga orang miskin tidak bisa mengenyam pendidikan yang merupakan hak setiap warga negara untuk mendapatkan pendidikan. Begitupula dengan harga-harga bahan pokok yang terus merangkak naik hingga banyak anak orang miskin yang menderita busung lapar karena kekurangan gizi dan berbagai persoalan bangsa lainnya.

Setelah satu bulan dirawat di Rumah Sakit Gleneagles Singapura, Bang Ali menghembuskan nafasnya yang terakhir pada Selasa (20/5) pukul 18.30 waktu setempat atau pukul 17.30 WIB. Bang Ali meninggal dalam usia 82 tahun akibat sakit lever dan komplikasi sakit paru. Bang Ali meninggalkan satu istri, Linda Syamsudi Mangan (istri kedua) dan lima anak, Boy Bernadi Sadikin, Edi Trisnadi Sadikin, Irawan Hernadi, Benyamin Irwansyah Sadikin, Yasser Umarsyah Sadikin.

Kuburannya Di Tumpang. Saat menjadi Gubernur Jakarta, Bang Ali melakukan penggusuran kuburan. Bagi sebagian orang, penggusuran kuburan adalah sesuatu yang sangat tabu. Tapi Bang Ali beralasan, kalau kuburan tidak digusur maka pembangunan tidak mungkin bisa dilakukan. Sebab pada masa itu kuburan terdapat di setiap perkampungan di Jakarta. Bang Ali menggantinya dengan membangun Taman Pemakaman Umum (TPU). Bang Ali juga menganjurkan makam bersusun, artinya, satu liang makam digunakan secara tumpang tindih.

Sebelum meninggal, Bang Ali berpesan kepada keluarganya agar ketika meninggal jenazahnya ditumpangkan di makam istrinya, Nani Sadikin. Sesuai wasiat, maka jenazah Bang Ali di tumpangkan di makam istri pertamanya drg. Nani Arnasih. Bagi Boy, wasiat ayahnya adalah bukti konsistensinya dalam bersikap, berpikir, dan berperilaku, mengingat lahan Jakarta semakin sempit. Doel

Side Bar I:

Boy Bernadi Sadikin, Putera Sulung Bang Ali

Bapak berkata akan pergi pada hari Selasa”

Di mata keluarga, sosok Bang Ali merupakan figur seorang ayah yang cukup bertanggung Jawab dan bersahaja. Selain itu, sebagai mantan Gubernur, Bang Ali hidupnya sangat sederhana. Ia tidak enggan untuk makan di pinggir jalan bersama masyarakat kelas bawah. Prinsip hidup sederhana yang ia lakoni juga ia ajarkan kepada anak-anaknya. ”Bapak selalu berpesan dalam hidup untuk melihat ke bawah, karena kalau melihat ke atas pasti tidak akan merasa puas,” ujar Boy.

Selain kesederhanaan, ajaran Bang Ali kepada anak-anaknya adalah berani bertanggung jawab terhadap apa yang telah diperbuat dan harus siap menanggung risiko dalam hidup. “Semua ajaran yang Bapak sampaikan kepada anak-anaknya, Bapak juga mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari, seperti saat membangun kota Jakarta,” jelas Boy lagi.

Dalam mendidik anak-anaknya, Bang Ali juga tidak pernah memaksakan kemauannya sendiri sehingga ia memberikan kebebasan kepada anak-anaknya untuk memilih jalan hidupnya masing-masing. ”Bapak itu orangnya demokratis,” tegas Boy. “Bapak hanya meminta anak-anaknya untuk tidak mengikuti jejaknya di dunia militer. Makanya anak-anaknya tidak ada yang masuk ABRI,” tambah Boy.

Saat menjadi Gubernur DKI, Bang Ali juga tidak pernah menganakemaskan anak-anaknya. Seperti yang dialami Boy saat masih SMU. Saat itu Boy akan pergi ke Glodok, karena kehausan ia mampir ke kantor Bapaknya untuk istirahat dan numpang minum. Saat akan pergi ke dapur untuk mengambil air minum, rupanya Bapaknya melihatnya karena pintu dapur dan ruang kerja Bapaknya berhadapan. “Kamu ke sini mau apa?” hardik Bapaknya. Dengan perasaan serba salah, Boy langsung menjawab, “Mau minum pak, saya haus.” Setelah minum, Bapaknya langsung menyuruhnya ke luar dari ruangan. Sejak saat itu Boy tidak lagi berani masuk ke kantor Bapaknya.

Firasat. Menurut Boy, kepergian Bapaknya untuk selama-lamanya, sudah ia rasakan tanda-tandanya saat sang Bapak dirawat di rumah sakit di Singapura. Saat itu Bapaknya sering menyebut nama kakak-kakaknya yang sudah meninggal, Husain Sadikin dan Usman Sadikin. Padahal ada yang belum meninggal yaitu Abu Sadikin namun tidak pernah disebut namanya oleh sang Bapak. Begitupula sekretarisnya, Mia, yang juga sempat merasakan firasat. Sebelum masuk ICU, Bang Ali pernah menanyakan hari kepada Mia. Bang Ali mengatakan pada hari Selasa akan pergi namun ia tidak pernah mau menjelaskan akan pergi ke mana. “Makanya, setiap menjelang hari Selasa, Mia selalu was-was,” ujar Boy. Ternyata benar, rupanya Bang Ali akan pergi, pergi menghadap sang Maha Kuasa. Doel

Side Bar II

Imam Maliki, Sopir Bang Ali

Selama saya ikut Bang Ali, baru sekali itu beliau minta dicium”

Imam Maliki atau yang biasa disapa Malik ini merupakan sopir kedua Bang Ali, sopir sebelumnya berasal dari Angkatan Laut. Malik menjadi sopir sejak Bang Ali sudah tidak lagi menjabat sebagai Gubernur. “Saya jadi sopir Bapak dari tahun 1986, jadi sudah 22 tahun saya ikut Bapak,” cerita Malik. Bagi Malik, sosok Bang Ali adalah pribadi yang komplit. “Semua yang ada dalam diri Bapak tak ada yang terlupakan. Beliau seorang bapak, kakek, teman, dan sekaligus seorang guru yang baik,” ujarnya mengenang. Dan yang membuat Malik betah bersama Bang Ali adalah, Bang Ali selalu “mengorangkan” orang. Meski hanya seorang sopir, Bang Ali sangat menghargai pendapatnya. “Bahkan saya sering bantah-bantahan pendapat dengan Bapak,” jelasnya lagi.

Selama menjadi sopir Bang Ali, Malik mengaku kalau setiap mengisi bensin, Bang Ali selalu memberikan tips kepada penjaganya. “Hampir tidak pernah Bang Ali tidak ngasih uang tips, dan minimal kalau ngasih itu satu kali ongkos naik mobil dan bahkan saya sekarang sudah terbiasa, kalau membeli bensin meski untuk motor saya sendiri, selalu ngasih uang tips,” ujarnya. Bang Ali juga selalu memberikan uang kepada para pengemis setiap kali berhenti di lampu merah.

Menurut Malik, Bang Ali dengan Jakarta sudah seperti jiwa dan raga. Seperti saat di jalan dan menemui jalanan yang rusak, Bang Ali maunya datang ke kantor Camat untuk menanyakan kondisi jalan. ”Sering kali kita belok di jalan datang ke kantor Camat tanpa ada rencana ketika ada jalan berlobang,” ungkapnya. Dan tak jarang pula Bang Ali mendatangi kantor Gubernur kalau ada masalah tentang kondisi Jakarta.

Ciuman Pertama dan Terakhir. Sebelum ikut dengan Bang Ali, setiap Lebaran, pria asli Surabaya ini selalu pulang ke rumah untuk sungkem dengan orang tua. Namun sejak ikut Bang Ali, Malik hanya pulang dua kali pada saat Lebaran. “Bang Ali tidak mau diganti dengan sopir yang lain makanya setiap Lebaran saya tidak pulang karena sudah saya anggap sebagai orang tua saya sendiri. Saya pun tidak pernah nolak,” ujarnya.

Pengalaman yang tidak mungkin terlupakan buat Malik sejak ikut dengan Bang Ali adalah saat Bang Ali masuk Rumah Sakit Pondok Indah, tiga hari sebelum dipindahkan ke Singapura. Saat Malik menjaga Bang Ali, tiba-tiba saja Bang Ali minta dicium. Padahal di situ ada anak-anak dan keluarganya. Karena merasa tidak enak, Malik hanya diam saja. Tapi Bang Ali tetap memaksa dan berteriak, “Ayo Malik.” Mendenger teriakan itu, akhirnya Malik mencium kedua pipi Bang Ali. “Seumur saya ikut Bang Ali, baru sekali itu beliau minta dicium,” ujarnya berkaca-kaca.

Sejak peristiwa itu Malik mengaku perasaannya tidak karuan, dan sudah punya firasat tidak bisa bertemu lagi. Sebab, beberapa kali Bang Ali sakit, ia tidak pernah minta dicium. “Rupanya permintaan itu adalah permintaan terakhirnya,” ujarnya. Doel