Senin, 12 November 2007

Daus Acil

Ahmad Firdaus alias Acil (20)

Meski Bertubuh Kecil, Namun Allah SWT Memberikan Rezeki yang Besar

Allah Maha Adil, meski Daus lahir tidak sesempurna seperti orang lain pada umumnya, namun Allah SWT memberikan talenta yang tidak dimiliki orang normal, sehingga Daus pun bisa bekerja di dunia entertainment yang justru dimimpikan banyak orang. Bagaimana ceritanya Daus bisa menjadi pemain sinetron?

Rumah yang terletak di Kampung Lio, RT 03 RW 19, Depok Baru, Jawa Barat malam itu terlihat sangat menyolok dibandingkan dengan rumah-rumah sekitarnya. Pasalnya, rumah itu merupakan satu-satunya rumah bertingkat. Dari dalam rumah, tampak ada seorang yang bertelanjang dada sambil mengibas-ngibaskan bajunya. Orang itu tak lain adalah Ahmad Firdaus, pemeran tokoh Acil dalam sinetron Tuyul Milenium.

Lelaki yang akrab disapa Daus Acil ini, merupakan anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Wildan (50) dan Yuriani (44). Di antara saudara-saudaranya, Daus merupakan anak yang paling kecil. Padahal sewaktu mengandung, Yuriani mengaku tidak mengalami firasat aneh. “Waktu mengandung Daus, saya tidak mengalami keganjilan apa-apa. Sama seperti anak pertama kami,” terang Yuriani. Begitupula waktu Daus lahir, berat badannya cukup normal yaitu tiga kilogram. Tapi anehnya, ketika pada masa pertumbuhan, badannya bertumbuh tidak normal.

Menurut Yuriani, dalam silsilah keluarganya, tidak ada yang mempunyai kondisi fisik seperti Daus, sehingga ia merasa heran dengan kondisi anaknya itu. Kakak Daus yaitu Wirda Aryani (24), meskipun berpostur tubuh kecil, tapi tidak seperti Daus adiknya. Daus sendiri memiliki tinggi badan 105 cm dan berat badan 20 kilogram. Meskipun memiliki postur tubuh mungil, kedua orang tua Daus tidak membeda-bedakan mereka dalam mendidik anak-anaknya. “Semua anak, saya perlakukan sama. Tidak ada perlakuan khusus meskipun Daus bertubuh kecil,” ungkap Yuriani.

Sering Dihina. Sudah menjadi sesuatu yang umum, ketika ada orang yang memiliki tubuh tidak normal, biasanya sering menjadi bahan hinaan. Begitu pula dengan Daus. Sebelum menjadi orang terkenal, ia kerap dihina maupun diremehkan banyak orang. “Waktu itu, kalau ada orang yang ngejek, seandainya ada batu di depan mata, sudah saya timpuk orangnya,” kenang pria kelahiran Jakarta, tahun 1987 ini.

Namun kini, setelah ia menjadi orang terkenal, masyarakat menghargai dan menghormatinya. “Dulu mana ada orang yang berani menyapa saya. Yang ada, hanya mau mengejek saya,” ujarnya. Sebenarnya Daus tidak pernah bermimpi jadi artis seperti sekarang. Pasalnya, cita-citanya hanyalah ingin jadi mubaligh seperti Aa Gym atau Ustadz Jefri. Untuk merealisasikan cita-citanya itu, ia pun memilih mondok di Pesantren Al-Ahyar, pimpinan Kyai Wahab di Beiji, masih di kawasan Depok.

Ketika menjadi santri, ia sering diundang untuk mengisi pengajian baik itu di Depok maupun di Jakarta. Seperti dalam acara Maulid Nabi, HUT RI, maupun acara-acara keagamaan lain. Maka tak heran, ia sempat mendapat julukan sebagai Ustadz Cilik. Sebenarnya hal ini tidak aneh. Karena Uwa-nya juga seorang mubaligh yang sering mengisi ceramah. Namun, sejak menjadi artis terkenal, Acil jarang mengisi ceramah. Bahkan kalau ada orang yang memintanya untuk berceramah, selalu ditolaknya dengan alasan memberi ceramah mempunyai konsekuensi cukup berat. Karena setelah menjadi artis pelawak, kadang kata-katanya tidak pantas untuk ditiru penonton.

Meski memiliki postur tubuh tidak seperti orang kebanyakan, Daus tidak merasa minder lalu menutup diri dari pergaulan. Baginya, sudah lahir ke dunia saja merupakan hal yang harus disyukuri. “Ada untungnya juga sih bertubuh kecil seperti aku. Karena semuanya serba irit. Makan irit, beli baju pun irit,” ujar pria yang biasa dipanggil Bang Daus di lingkungan tempat tinggalnya tersebut.

Main Sinetron. Lepas dari cita-citanya menjadi mubaligh, kini Daus justru menjadi seorang pemain sinetron. Keterlibatannya di dunia sinetron pun sebetulnya tanpa sengaja. Suatu ketika di tahun 2002, salah seorang tetangganya yang bekerja sebagai penata kostum di Multivision Plus, menawarinya untuk ikut kasting sinetron Tuyul dan Mbak Yul. Pasalnya, pemeran utama, Oni Syahrial yang selama ini memerankan tokoh Ucil, tidak mau lagi memerankan figur Ucil, karena sudah merasa dewasa dan cukup lama memainkan peran itu. Alasan lainnya, karena rambutnya tidak mau lagi digunduli.

Ketika ikut kasting, Daus tidak berharap akan terpilih, karena tidak pernah belajar akting. Selain itu, banyak sekali orang yang mengikuti kasting. Tapi setelah pengumuan dan ia terpilih, Daus merasa sangat bersyukur. “Mungkin karena sudah rezeki saya, jadi saya yang terpilih,” ungkap pria yang suka main playstation ini.

Meski Acil mengikuti kasting untuk sinetron Tuyul dan Mbak Yul, tetapi sinetron pertamanya adalah Tuyul Milenium. Sejak ia bermain dalam sinetron itu, banyak sutradara yang mengakui aktingnya, sehingga banyak tawaran untuk main di sinetron lain. Sampai sekarang, sudah delapan sinetron yang telah ia bintangi. Baik itu sebagai pemeran utama, peran pembantu utama maupun figuran. Tapi menurutnya, sinetron yang paling berkesan adalah ketika bermain di Tuyul Milenium. Pasalnya, waktu itu ia baru pertama kali main sinetron.

Bangun Rumah. Sejak Daus main sinetron, membuat roda ekonomi keluarganya berubah. Padahal tadinya, ayahnya hanya seorang kuli bangunan, dan memiliki penghasilan yang hanya cukup buat makan sehari-hari. Itu pun belum tentu Ayahnya mendapatkan pekerjaan setiap hari, karena belum tentu setiap hari ada orang membangun rumah. “Kalau tidak ada order, ya menganggur,” ujar Wildan, ayah Acil sambil menghembuskan asap rokok kretek.

Kini kondisi ekonomi keluarga Daus sudah mulai membaik setelah Daus menjadi artis sinetron. Jerih payah Daus dari dunia sinetron cukup untuk membangun rumah orang tuanya di daerah Depok. Ia juga sudah memiliki sebuah mobil dan sepeda motor. “Alhamdulillah, sejak Daus main sinetron, banyak membantu ekonomi keluarga kami,” tutur Wildan bangga.

Meskipun Daus sudah bisa membahagiakan kedua orang tuanya, namun ada satu cita-cita yang sampai kini belum kesampaian. Yaitu memberangkatkan kedua orang tuanya ke Tanah Suci Mekkah untuk menunaikan ibadah haji, Rukun Islam kelima.

Tiga Kali Pacaran. Meskipun memiliki tubuh kecil, bukan berarti tidak ada cewek yang mau sama Daus. Menurutnya, selama ini petualangan cintanya cukup memiliki lika-liku. Ternyata, sudah tiga kali Daus berpacaran dengan gadis normal. Namun sayang, percintaannya tidak sampai ke pelaminan. “Pacar pertama saya orang Kerawang. Tapi cuma berjalan enam bulan. Pacar saya secara sepihak memutuskan hubungan kami tanpa alasan yang jelas,” ujar pria yang mengaku dirinya sebagai cover boy ini.

Sedangkan pacar keduanya adalah orang Bogor. Namun itu hanya bertahan dua bulan. Begitu pula pacar ketiganya yang berasal dari Cijantung, hanya bertahan satu bulan. Doel


Side bar I

Yuriani, Ibunda Daus

“Anak adalah rezeki yang harus disyukuri”

Setiap orang tua ingin anak-anaknya lahir normal. Begitu juga dengan Yuriani. Namun ketika Yang Maha Kuasa memberi keturunan yang tidak sempurna, tentu sebagai hamba-Nya, kita tidak bisa mengelak. “Saya pernah mengeluh dan mempertanyakan kepada Tuhan. Mengapa anak saya lahir dengan tubuh seperti ini? Tapi hal itu langsung saya sadari, anak adalah rezeki dan anugerah yang harus disyukuri dan bukan untuk disesali,” katanya menirukan pesan-pesan orang bijak.

Yuriani tidak menyangka kalau Daus bakal menjadi orang terkenal seperti sekarang ini. Karena awalnya ia berharap Daus menjadi seorang Ustadz. “Mungkin ini sudah takdirnya,” terang wanita asli Betawi ini. Kini, Yuriani sangat bangga memiliki anak seperti Daus, karena bisa membahagiakan kedua orang tuanya. “Meskipun anaknya kecil, tapi Allah Maha Adil. Rezekinya tidak seperti orangnya,” ungkapnya.

Yuriani juga sangat berharap anaknya cepat mendapatkan jodoh. “Saya ingin anak saya cepat menikah,” harap wanita yang mengenakan jilbab cokelat ini. Menurutnya, sejak kecil Daus tidak pernah menyusahkan kedua orang tuanya. Karena Daus adalah tipe lelaki yang mandiri dan bertanggung jawab. Doel

Ajudan Jenderal Soedirman yang Tidak Pernah Diberi Pensiunan


Sarni (86)

Ajudan Jenderal Soedirman yang Tidak Pernah Diberi Pensiunan, dan Kini Menjadi Tukang Sapu

  • Rumahnya Digadaikan untuk Mengurus Pensiunan

Hari Kemerdekaan 17 Agustus selalu diperingati dengan gegap gempita oleh seluruh rakyat Indonesia. Namun demikian, gegap gempitanya perayaan hari kemerdekaan tersebut sangat kontras dengan nasib para Veteran pejuang kemerdekaan. Sebut saja Sarni, pria asal Desa Sobontoro Tulung Agung, Jatim, yang dulu pernah berjuang merebut kemerdekaan bersama Panglima Besar Jenderal Soedirman. Kini, ia harus berjuang seorang diri untuk mempertahankan hidupnya dengan menjadi seorang tukang sapu jalanan di pasar Templek Sobontoro. Sudah 62 tahun bangsa Indonesia merdeka namun nasibnya tidak pernah diperhatikan. Bagaimana keseharian Sarni? Kenangan apa yang paling membekas saat bersama Jenderal Soedirman?

Udara sejuk dan dingin di pagi hari menyambut kedatangan Realita pada hari Rabu (22/07) di kota Tulung Agung, Jawa Timur, yang dikenal sebagai penghasil marmer terbesar di Indonesia. Di kota yang hanya berjarak sekitar 90 km dari Pacitan (dimana Presiden SBY dilahirkan, red) itulah Sarni, salah seorang mantan ajudan Jenderal Soedirman tinggal.

Sarni, itulah nama yang diberikan orang tuanya pada 68 tahun silam. Kakek satu cucu ini merupakan salah satu dari mantan Veteran perang yang nasibnya kurang beruntung. Mbah Sarni, begitu ia kerap disapa, merupakan anak pertama dari enam bersaudara pasangan almarhum Kabul dan Sarmi. Rupanya, nama Sarni bukan sembarang nama, orang tuanya menamai Sarni dengan maksud tertentu yaitu singkatan dari “Saya Anak Rakyat Nasional Indonesia.” Dengan nama tersebut, tentu saja orang tua Sarni berharap agar kelak Sarni menjadi anak yang berguna bagi nusa dan bangsa.

Tidak berbeda dengan Sarni, demikian juga halnya Sarmi, nama sang ibu yang juga memiliki arti khusus yaitu “Saya Anak Rakyat Miskin Indonesia.” Masa penjajahan pada waktu itu memang membuat masyarakat Indonesia menjadi bangsa yang miskin dan bodoh. Baik Sarmi maupun Kabul berharap, anaknya kelak bisa mengusir penjajah dari bumi pertiwi yang membuat bangsa ini menjadi miskin. Tak heran kalau ada dua orang dalam keluarganya yang menjadi tentara yaitu Sarni sendiri dan adiknya, Samiri. Akan tetapi, nasib Samiri tidak seberuntung kakaknya. Samiri belum sempat menikmati indahnya hidup di alam kemerdekaan karena keburu menghadap Yang Maha Kuasa.

Saat muda, Sarni melihat bangsa Belanda menjajah Indonesia dengan semena-mena sehingga menimbulkan kesengsaraan dan penderitaan di mana-mana. Hatinya pun terketuk untuk membebaskan bangsa ini dari kungkungan penjajah. Ia tidak rela tanah airnya diinjak-injak oleh bangsa lain. Dengan tekad bulat, Sarni mendaftarkan diri menjadi tentara rakyat yang siap mengorbankan jiwa dan raganya demi kemerdekaan bangsa ini. Berkat kesungguhannya itulah di usianya yang ke-22 tahun, ia diterima di Angkatan Darat tepatnya pada tahun 1943.

Setelah diterima kemudian Sarni dilatih di kota Surabaya selama enam bulan. Menurut Sarni, waktu itu belum ada kesatuan, yang ada hanya sebuah Badan yang mirip seperti kesatuan sekarang.Sarni sendiri masuk dalam Badan di kota Surabaya.

Ajudan Jenderal Soedirman. Ketika Jenderal Soedirman jatuh sakit sehingga tidak bisa memimpin peperangan, Sarni ditugaskan oleh komandannya untuk menjaga Jenderal Soedirman dari incaran tentara Belanda. Jenderal Soedirman sendiri waktu sakit bersembunyi di kaki Gunung Willis, Nganjuk Jawa Timur. Sebagai anak buah, Sarni tidak pernah lengah dan selalu siap siaga setiap waktu untuk menjaga Jenderal Soedirman. Di matanya, sosok Jenderal Soedirman adalah orang yang sangat pintar dan bijaksana. Oleh Jenderal Soedirman, Sarni kerap dinasehati agar dalam berjuang selalu berhati-hati dan kelak jangan mengharapkan imbalan setelah merdeka.

Akan tetapi, Sarni sendiri tidak lama menjaga Pak Dirman-sapaan Jenderal Soedirman. Ia hanya menjaga sekitar lima bulan. Ketika kota Sidoarjo, Tanggulangin, diserang oleh pasukan Belanda, Sarni dipindahkan ke Kota Sidoarjo untuk membantu tentara yang lain. Menurutnya, pertempuran di Sidoarjo merupakan pertempuan yang sangat menegangkan selama ia berperang karena pada waktu itu tentara Belanda dengan persenjataan yang modern sudah hampir menguasai seluruh kota. Sedangkan tentara Indonesia sendiri hanya sebagian saja yang memegang senjata dan sebagian yang lain hanya menggunakan bambu runcing. Sarni sendiri waktu itu juga hanya menggunakan bambu rucing. Ketika pertempuran sedang berkecamuk, tiba tiba saja Sarni terkena tembakan di bagian kepala. Untungnya saat itu posisi Sarni sedang dalam keadaan tiarap sehingga hanya terserempet saja. Meski hanya terserempet, namun cukup melukai kepalanya hingga darah pun mengalir bercucuran membasahi kepalanya. Setelah tentara Belanda mundur, Mbah Sarni segera ke barak untuk diobati.

Selama menjadi tentara, Mbah Sarni hanya dibayar Rp 35. Meskipun terbilang kecil saat itu, namun Sarni menerimanya dengan lapang dada karena tujuan dia masuk tentara bukanlah untuk mencari uang namun untuk mengabdi kepada negara. Pada tahun 1968 ketika kondisi bangsa sudah tenang dan bangsa Belanda sudah hengkang dari Tanah Air, Sarni pun berhenti menjadi tentara. Sejak saat itu pulalah ia tidak lagi menerima gaji dari pemerintah.

Menjadi Buruh Tani. Setelah berhenti menjadi tentara, Sarni mulai bekerja sebagai buruh tani di desanya. Sebagai buruh yang menggarap sawah orang lain, Sarni hanya menerima uang ketika panen saja. Sehingga pendapatannya sangat bergantung dari hasil panen. Kalau panen bagus ia akan menerima uang banyak, kalau gagal panen ya tidak menerima apa-apa. Tapi menurutnya selama bekerja sebagai buruh tani, ia paling banyak mendapat bagian sebesar Rp 200 ribu.

Sarni yang biasa disebut orang di sekitarnya dengan sebutan Mbah Sarni, hanya memiliki satu orang anak yaitu Musaroh Eko Bangun Wati hasil pernikahannya dengan Musriyah. Karena hanya memiliki satu anak, Mbah Sarni sangat berharap anaknya kelak akan menjadi orang pintar. Ia pun berencana akan menyekolahkan anaknya hingga tingkat Universitas. Tapi karena tidak punya biaya, selepas sekolah SMU, putrinya hanya melanjutkan ke tingkat D-1 saja.

Menjadi Tukang Sapu. Pada tahun 1972, di usianya yang ke-51 Mbah Sarni merasa sudah tua dan tidak kuat lagi untuk mencangkul di sawah. Mbah Sarni pun memutuskan untuk berhenti bekerja sebagai buruh tani. Setelah tidak lagi bekerja sebagai buruh tani sebenarnya Mbah Sarni ingin berjualan sembako di rumahnya agar bisa menikmati hari tua dengan tenang bersama istri dan anaknya. Namun karena tidak punya modal, Mbah Sarni mengurungkan keinginannya. Dan karena desakan ekonomi, akhirnya Mbah Sarni memutuskan untuk menjadi tukang sapu di pasar Templek Sobontoro, Tulung Agung, Jawa Timur. “Sebenarnya saya tidak ada keinginan untuk menjadi tukang sapu, tapi mau kerja apa lagi. Mau jualan tidak punya modal. Jadi tukang becak, sudah tidak punya tenaga, terpaksa saya jadi tukang sapu yang tidak banyak mengeluarkan tenaga,” ujarnya dengan sesekali terbatuk.

Adapun jarak antara pasar Templek, tempatnya menyapu dengan rumah Mbah Sarni lumayan jauh yaitu sekitar 1 kilometer. Setiap hari dengan sepeda pancal tuanya, pagi-pagi buta Mbah Sarni sudah berangkat ke pasar Templek. Tepatnya pukul 05.00 pagi Mbah Sarni harus sudah sampai di pasar sebelum para pedagang datang untuk membereskan lapak-lapaknya. Kegiatan menyapunya baru berhenti pada pukul 09.00. Namun setelah itu Sarni juga tetap bersih-bersih kembali.

Selain sebagai tukang sapu pasar, Mbah Sarni juga bertugas sebagai penarik karcis pasar. Pasar Templek sendiri bukanlah pasar yang besar, jumlah pedagangnya hanya sekitar 20 orang yang hanya menjual sayur mayur dan alat-alat dapur. Karena jumlah pedagangnya yang sedikit itulah dalam sehari Mbah Sarni hanya bisa mengumpulkan uang paling banyak 5000 rupiah karena tidak semua para pedagang mau membayar karcis. Bahkan jika musim hujan tiba, terkadang Mbah Sarni tidak mendapatkan uang sama sekali. Padahal ia harus menyetor ke desa setiap bulan Rp 50 ribu. “Makanya kadang saya sering nombokin kalau kurang dari Rp 50 ribu,” tuturnya dengan logat jawa yang kental. Selama satu bulan, dari penghasilannya sebagai tukang sapu, Sarni hanya mendapat sekitar seratus sampai seratus lima puluh ribu rupiah. Dengan uang sekecil itu ia harus menghidupi istri dan satu orang anaknya. Istri Mbah Sarni sendiri hanya berprofesi sebagai ibu rumah tangga biasa saja.

Tak heran kalau kehidupan Mbah Sarni sangat sederhana. Di dalam rumahnya, tidak ada barang-barang mewah. Satu-satunya barang yang terlihat mewah hanyalah kursi sofa warna cokelat yang sudah tidak empuk lagi jika diduduki. Kursi itu pun didapat dari hasil sisa uang menjual tanahnya yang berada di belakang rumah untuk membiayai sekolah anak semata wayangnya.

Sering Sakit-Sakitan. Karena kondisinya yang sudah semakin sepuh, Mbah Sarni sering mengalami sakit-sakitan. Sejak tahun 1992 Mbah Sarni sering terkena batuk. Kalau sudah batuk, bisa sampai mengeluarkan darah. Padahal sudah banyak uang yang telah dikeluarkan untuk mengobati penyakitnya. Namun penyakit Mbah Sarni tidak juga kunjung sembuh. Bahkan pada tanggal 1 Agustus 2007 lalu, Mbah Sarni sempat diopname selama empat hari di rumah sakit Tulung Agung karena muntah darah. Untungnya pada awal Januari, Mbah Sarni sudah punya kartu Askes sehingga perawatannya gratis. Menurutnya, sebelum punya kartu Askes, tidak ada satu orang pun yang membantu biaya pengobatannya. Terkadang Sarni harus meminjam dari tetangga untuk membayar biaya rumah sakit.

Sejak menderita sakit batuk, Mbah Sarni jarang mau makan. Kondisi kesehatan tubuhnya pun terus menurun padahal istri dan anaknya sudah sering memperingatkan. Namun Mbah Sarni tetap saja susah untuk diajak makan. Hari-hari Mbah Sarni sendiri banyak dihabiskan di rumah. Tidak banyak aktivitas yang dilakukan. Biasanya sehabis dari pasar ia langsung istirahat dan bermain dengan cucunya, Habib Ali Afzalul Rahman, putra dari anak semata wayangnya. Selain itu, Mbah Sarni juga ditunjuk oleh masyarakat sebagai ketua RW I di Dusun Ngerco. Sebagai ketua RW, Mbah Sarni tidak pernah mendapat gaji maupun tunjangan dari pemerintah setempat. Justru terkadang ia mengeluarkan uang jika ada kegiatan di dusunnya.

Gadai Rumah untuk Ngurus Pensiunan. Pada pertengahan tahun 1985, Mbah Sarni bertemu dengan Karsono, salah satu pegawai di kantor Veteran. Mbah Sarni pun bercerita kalau dirinya mantan veteran perang tahun 1945. Oleh Karsono, Mbah Sarni diminta untuk mengurus pensiunnya. “Mbah urus saja pensiunnya biar nanti dapat tunjangan dari pemerintah, kan eman kalau tidak diurus,” ujar Mbah Sarni menirukan ucapan Karsono.

Sebelum bertemu dengan Karsono, Mbah Sarni tidak pernah berfikir untuk mengurus pensiunnya karena baginya ia berjuang karena panggilan hati. Akan tetapi ketika bertemu dengan Karsono, ia pun tergerak untuk mengurus pensiunnya. “Kalau tidak dikasih tahu sama Karsono, tidak mungkin saya mengurus itu,” ungkapnya. Saat itu Mbah Sarni juga berfikir dirinya sudah tua dan hanya bekerja sebagai tukang sapu. Mbah Sarni membayangkan setelah mendapat uang pensiun ia akan hidup tenang bersama keluarga.

Namun, rupanya untuk mendaptakn haknya sebagai pensiunan tentara pengabdi negara tidaklah sesederhana itu . Dipikirannya kala itu, ia hanya cukup melapor ke Kodim saja lalu oleh Kodim akan diurus. Tapi ternyata ia harus melapor terlebih dahulu ke desa, kecamatan, kapolres, dan barulah ke kodim. Yang membuat Mbah Sarni kesal adalah setiap melapor, ia dimintai uang administrasi yang tidak sedikit jumlahnya. Karena sudah terlanjur keluar uang banyak dan janji manis akan mendapat uang pensiun, Mbah Sarni pun tidak putus asa. Bahkan karena ingin prosesnya cepat, Mbah Sarni sampai menggadaikan sertifikat tanahnya demi mendapat uang 500 ribu rupiah. Dari pinjaman itu, Mbah Sarni juga harus membayar bunganya. Padahal rumah tersebut adalah warisan dari orang tuanya. Menurut Sarni, sudah jutaan uang yang ia keluarkan untuk bisa mengurus pensiunnya. Dari mulai menjual barang-barang yang ada di rumah, menggadaikan sertifikat tanah, bahkan sampai pinjam uang dengan para saudara dan tetangganya.

Namun, setiap kali Mbah Sarni menanyakan ke kantor veteran, orang-orang veteran yang berjaga hanya memberi alasan belum di Acc dari pusat dan Mbah Sarni diminta untuk sabar menunggu karena yang mengajukan pensiun tidak sedikit. Karena tidak ada kepastian, akhirnya Mbah Sarni pun tidak pernah memikirkan tentang status pensiunannya.

Hingga pada suatu hari di bulan Maret tahun 1998, Mbah Sarni mendapat surat dari kantor veteran. Ia diminta untuk datang. “Saya pikir SK pensiun saya sudah keluar. Saya sudah punya angan-angan untuk segera melunasi utang-utang dan mengambil surat tanah. Tapi ternyata ia hanya mendapat selembar surat piagam penghargaan saja dari presiden Soeharto,” keluhnya. Satu bulan kemudian ia juga mendapat piagam penghargaan dari Jenderal Wiranto sebagai mantan veteran BKR. Menurut Sarni, kalau dia tidak punya janji untuk mengambil sertifikat tanah yang telah digadaikan, mungkin ia sudah meninggal. Pasalnya, teman-teman seperjuangannya dahulu sudah meninggal semua. “Nasib teman-teman saya sebelum meninggal juga tidak ada yang beruntung. Kebanyakan teman-teman saya hanya menjadi buruh tani,” terangnya.

Mbah Sarni pun memahami kenapa kebanyakan para mantan veteran perang nasibnya kurang beruntung. Karena kebanyakan dari mereka tidak punya keahlian termasuk dirinya. Pada masa penjajahan, ia tidak sempat berfikir untuk belajar. Yang dipikirkan hanyalah bagaimana agar bangsa ini merdeka.

Mbah Sarni sendiri tidak pernah berharap akan dikasihani orang lain meski memang orang tidak ada yang peduli dengan nasibnya kini. Padahal dahulu jika sehabis pulang bertempur, orang-orang menyambutnya sebagai pahlawan. Namun setelah merdeka, orang-orang melupakannya. Bahkan kadang tidak sedikit juga ada orang yang mencibir pekerjaannya sebagai tukang sapu pasar. Tapi Mbah Sarni menerima semuanya dengan lapang dada. “Saya harus terima kondisi ini apa adanya meskipun saya mantan tentara 45, kalau saya mau marah, marah sama siapa,” tanyanya.

Bagi Mbah Sarni, selagi pekerjaan itu halal dan ia sanggup mengerjakannya maka akan ia lakoni meskipun pekerjaan itu oleh sebagian masyarakat dipandang sebagai pekerjaan yang rendah. Meski tidak ada orang yang menghargai atas perjuangannya selama ini, Mbah Sarni tidak merasa menyesal atau bersedih karena baginya berjuang adalah tugas yang paling mulia untuk membebaskan bangsa. Menurutnya, bulan Agustus 2007 lalu merupakan bulan yang paling membahagiakan. Pasalnya, sejak ia berhenti dari tentara pada tahun 1986, tidak ada seorang pun yang pernah menanyakan kehidupannya kini. Tapi pada bulan Agustus tahun ini setelah beberapa media mengangkat profilnya, sontak berbondong-bondong orang dari mulai pejabat sampai anak-anak sekolah, datang menemuinya. Bahkan Bupati Tulung Agung Ir. Heru Tjahjono saja tidak tahu kalau salah satu warganya ada yang bekas veteran perang. “Bupati baru tahu setelah lihat koran. Bupati pun mengundang saya ke pendopo dan memberikan penghargaan dan syukuran buat saya. Saya sangat senang sekali orang mulai menanyakan kondisi saya,” ucapnya dengan mata berkaca-kaca. Doel

Side Bar I

Musaroh Eko Bangun Wati (24), Putri Mbah Sarni

“Saat SMP bapak menjanjikan akan membelikan sepeda jika pensiunnya turun”

Sebagai anak satu-satunya, Musaroh Eko Bangun Wati atau yang biasa disapa Wati ini sebenarnya ingin sekali membahagiakan kedua orang tuanya. Terutama kepada bapaknya yang sudah sangat sepuh. Namun ia juga tidak bisa berbuat banyak karena ia sendiri tidak bekerja. Setelah lulus SMU, ia langsung menikah dengan pemuda di kampungnya yang bernama Tri Agung Puji Jatmiko. Wati sendiri sudah meminta kepada bapaknya untuk tidak bekerja lagi, namun karena bapaknya tidak mau, ia pun tidak bisa memaksa. “Bapak orangnya tidak mau merepotkan orang lain meskipun kepada anaknya sendiri. Padahal saya sudah berkali-kali meminta untuk istirahat dan membuatkan warung untuk aktivitas bapak, namun bapak tetap saja bekerja,” ujar wanita berkerudung ini.

Sebagai anak mantan veteran, Wati merasa sangat bangga karena bapaknya ikut berjuang dalam memerdekakan bangsa ini. Tapi ia juga sangat perihatin dengan kondisi bapaknya yang tidak mendapat perhatian dari pemerintah. Wati ingat betul saat masih duduk di bangku SMP kelas satu ketika ayahnya akan mengurus surat pensiun. Bapaknya selalu minta didoakan agar surat pensiunnya segera turun. Bapaknya juga selalu menjanjikan kalau dapat uang pensiun nanti akan membelikan sepeda untuk Wati pergi ke sekolah. Wati pun sangat berharap agar SK pensiunnya cepat turun. Tapi ternyata sampai ia sudah menikah dan punya anak, surat pensiun itu tak kunjung turun juga. Kini, baik Wati maupun orang tuanya tidak pernah berharap lagi akan mendapat pensiun. Wati hanya berharap agar orang tuanya dalam kondisi sehat wal ‘afiat. Doel

Sidebar 2:

Sugi, Tetangga Mbah Sarni

Berharap agar Pemerintah Segera Memberi Uang Pensiun kepada Mbah Sarni

Sebagai mantan veteran perang 45, sosok Mbah Sarni sangat familiar di lingkungannya. Menurut Sugi, meskipun Mbah Sarni mantan veteran perang, ia tidak pernah mengatakan kepada lingkungannya kalau ia mantan veteran perang. Sugi sendiri baru tahu kalau Mbah Sarni adalah mantan veteran perang dari tetangganya. Di matanya, Mbah Sarni adalah orang yang baik dan suka menolong tetangganya. Ia juga orang yang cukup dituakan di dusun Ngerco. “Kalau ada masalah biasanya orang-orang akan minta Mbah Sarni sebagai penengahnya,” ujar bapak dua orang anak ini.

Sebagai tetangga, tentunya ia sangat iba dan kasihan jika melihat pekerjaan Mbah Sarni yang sebagai tukang sapu pasar meskipun Sugi sendiri hanya sebagai tukang becak. Namun jika melihat perjuangan Mbah Sarni pada masa penjajahan, dalam benaknya seolah-olah tidak ada perhatian dari pemerintah terhadap nasib para veteran perang. Sugi juga berharap agar pemerintah segera memberikan uang pensiun Mbah Sarni. Karena sebagai tetangga tentunya Sugi tahu bagaimana perjuangan Mbah Sarni untuk memperoleh surat pensiun sampai ia menggadaikan sertifikat tanahnya. Doel

Sidebar:

DR. K.H. M. Hamdan Rasyid, MA., Ketua MUI Jakarta

Seharusnya Pemerintah Memperhatikan Orang-Orang yang Berjasa Memerdekakan Negara

Menurut KH. Hamdan Rasyid, masalah kemiskinan adalah takdir Tuhan yang bisa diubah dengan usaha kita. Karena Allah tidak pernah memperlihatkan takdir seseorang, kecuali senantiasa menjadi misteri, agar manusia mencari jawabannya. Kalau manusia tidak berjuang untuk memecahkan misteri takdirnya, maka akan tetap terpuruk dalam kemiskinan dan kefakiran. Sementara mereka yang berhasil memecahkan persoalan hidupnya, akan mendapatkan takdirnya sebagai orang yang kaya.

Dari sini kita bisa mengambil kesimpulan bahwa manusia tetap dituntut untuk berupaya seoptimal mungkin untuk mencapai kehidupan yang baik di dunia maupun di akhirat dengan seimbang tanpa melupakan sisi pasrah dan tawakal manusia terhadap Penciptanya. Pasrah bukan berarti sikap fatalis yang hanya menunggu perubahan dari Allah atau bertindak sesuatu yang irrasional. Sebagaimana yang dinyatakan dalam AlQuran, "Sesungguhnya Allah tidak mengubah suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri." (QS 13:11). Selain itu Allah SWT juga mengisyaratkan manusia untuk terus bekerja dan berbuat untuk tujuan jauh ke masa mendatang yaitu bertindak untuk tujuan akhirat tanpa melupakan sisi manusiawi seorang hamba untuk bekerja dan beraktivitas demi kehidupannya di dunia. Dalam hal ini Allah berfirman, "Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan kebahagiaan dari kenikmatan duniawi dan berbuat baiklah kamu kepada orang lain sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu."(QS 28:77 ).

Sedangkan mengenai nasib Sarni yang menjadi tukang sapu itu merupakan takdirnya, sehingga tergantung Sarni sendiri mau mengubah atau tidak. Selain itu, seharusnya juga ada perhatian dan penghargaan dari pemerintah agar orang-orang yang telah berjasa memerdekakan bangsa ini bisa menikmati masa tuanya dengan tenang.

Maka, dengan demikian hikmah yang dapat diambil, janganlah putus asa mencari rezeki Allah, karena Allah mengetahui yang terbaik buat hamba-Nya. Selalu berkhusnudzon kepada Allah, karena dengan berkhusnudzon kita akan dimudahkan dalam segala urusan. Dan yang terakhir adalah ikhlas, karena dengan ikhlas menerima kenyataan hidup, akan memberikan harapan yang positif di hari depan. Doel

Terapi Rukyah

Abi Ma’ruf Hidayat

Mengobati Penyakit Medis dan Nonmedis dengan Rukyah

Lewat terapi rukyah, Abi Ma’ruf Hidayat mampu mengobati berbagai macam penyakit baik yang bersifat medis seperti kanker dan tumor, maupun yang bersifat nonmedis seperti terkena santet ataupun guna-guna. Pengobatan yang bersandarkan AlQuran dan Hadist ini memang mulai diminati masyarakat. Bagaimana proses rukyah tersebut berlangsung?

Bangunan bertingkat yang terletak di Jalan Raya Kebagusan Gg. Butet No.01 RT05/RW07 Pasar Minggu Jakarta Selatan sore itu (26/8) nampak dipadati orang. Beberapa orang nampak keluar masuk di gang tersebut, rupanya orang-orang itu adalah para pasien Abi Ma’ruf Hidayat, seorang pemuda yang dipercaya memiliki kemampuan lebih.

Abi Ma’ruf Hidayat atau yang kerap dipanggil Abi ini merupakan salah satu orang yang mumpuni dalam hal pengobatan alternatif rukyah yang bersandarkan AlQuran dan Hadist. Abi sendiri mulai tertarik di dunia pengobatan ketika ia masih duduk di kelas tiga Aliyah (setaraf SLTA, red). Kala itu secara khusus Abi berguru kepada ustadz Sutoyo. Baru berjalan tiga bulan belajar, sang guru melihat pada diri Abi memiliki kelebihan tersendiri dibandingkan dengan murid-muridnya yang lain. Sejak saat itu, sang maha guru mengajar Abi secara khusus selama kurang lebih tujuh bulan. Sejak digembleng sang maha guru, kemampuan Abi bertambah drastis, bahkan bisa melampaui para seniornya yang sudah berguru puluhan tahun.

Sebenarnya tidak aneh kalau Abi bisa mengobati. Pasalnya, dari silsilah keluarganya, ada yang punya keahlian mengobati orang yaitu kakeknya. Semasa hidup ia sangat terkenal di kota Jombang sebagai orang yang bisa mengobati berbagai penyakit baik itu yang medis maupun non medis. Tak heran kalau kemudian Abi menuruni ilmu dari kakeknya itu.

Selain belajar ilmu pengobatan dari guru dan kakeknya, Abi juga belajar pengobatan sendiri secara otodidak. Inilah yang membuat meski Abi baru berumur 25 tahun, tapi sudah dikenal di kampungnya sebagai pakar rukyah muda. Abi sendiri secara resmi membuka praktek pengobatan alternatif pada tahun 1996 di kota tempat tinggalnya yaitu Jombang, Jawa Timur. Satu tahun kemudian, ia pindah ke Surabaya membantu gurunya yang membuka praktek pengobatan. Di tahun 1998 karena sang guru pindah ke Jakarta, Abi pun mau tidak mau mengikuti gurunya.

Selama hampir dua tahun lebih Abi mengikuti sekaligus diajari oleh gurunya tentang pengobatan alternatif. Pada tahun 2000 ketika Abi merasa sudah siap dan sanggup membuka praktek sendiri, sang guru pun mengizinkan Abi membuka praktek sendiri.

Rukyah Ada di Zaman Nabi Muhammad. Abi sendiri mendalami ilmu rukyah dengan gurunya secara khusus. Namun karena pada tahun 1993 belum terlalu populer, rukyah masih dianggap asing oleh sebagian besar masyarakat. Padahal menurut Abi, Nabi Muhammad SAW dan para shahabatnya telah mencontohkan pengobatan dengan mempergunakan AlQuran dan doa-doa untuk mengobati berbagai macam penyakit, baik yang disebabkan oleh tukang sihir seperti guna-guna atau yang disebabkan oleh gangguan jin seperti kesurupan dan penyakit-penyakit aneh lainnya. Tidak hanya itu, bisa juga untuk mengobati jika terkena gigitan binatang berbisa seperti kalajengking, ular, dan lain sebagainya.

Rasulullah SAW juga mempergunakan ayat-ayat AlQuran dan doa-doa untuk penjagaan dan perlindungan diri. Namun karena perkembangan zaman dan sekarang banyak pengobatan yang canggih, masyarakat pun mulai melupakan pengobatan rukyah yang dianggap kuno dan tidak ilmiah. Adapun alasan-alasan dilakukan rukyah adalah sebagaimana hadist yang diriwayatkan Bukhari Muslim yang artinya, “Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam meruqyah dirinya sendiri tatkala mau tidur dengan membaca surat Al-Ikhlash, Al-Falaq dan An-Nas, lalu beliau tiupkan pada kedua telapak tangannya, kemudian beliau usapkan ke seluruh tubuh yang terjangkau oleh kedua tangannya.

Dalam hadist yang lain juga ditegaskan seperti yang diriwayatkan oleh Muslim yaitu, Jabir Bin Abdillah Radhiyallahu ‘Anhu berkata, “Seseorang di antara kami disengat kalajengking, kemudian Jabir berkata, “Wahai Rasulullah apakah saya boleh meruqyahnya? Maka beliau bersabda, “Barangsiapa di antara kalian yang sanggup memberikan manfaat kepada saudaranya, maka lakukanlah.”

Mulai Dikenal. Di Indonesia sendiri metode pengobatan rukyah mulai banyak diminati sejak akhir tahun 2004 silam. Sedangkan pengertian Rukyah sendiri menurut Abi adalah jampi-jampi atau mantera yang dibacakan oleh seseorang untuk mengobati penyakit atau menghilangkan gangguan jin atau sihir atau untuk perlindungan dan lain sebagainya dengan hanya menggunakan ayat-ayat AlQuran dan atau doa-doa yang bersumber dari Hadits-Hadits Rasulullah SAW. Bisa juga dengan doa-doa yang bisa dipahami maknanya selama tidak mengandung unsur kesyirikan. Jadi intinya dalam rukyah adalah pembakaran. Yaitu pembakaran terhadap satu penyakit yang tidak dapat dilihat secara kasat mata maupun secara medis.

Proses Rukyah. Menurut pria Asal Jombang Jawa Timur ini, untuk merukyah harus melalui beberapa tahapan. Yang pertama, orang tersebut harus suci baik secara lahir maupun batin yang bertujuan untuk memudahkan proses rukyah itu sendiri. Kedua, dibacakan salah satu ayat yang ada hubungannya dengan penyakit pasien. Karena setiap penyakit pada dasarnya ada ayatnya masing-masing. Seperti kalau orang terkena guna-guna, maka ayat yang dibacakan adalah ayat kursi dan surat At-Taubah dua ayat terakhir. Ketiga, biasanya setelah proses rukyah selesai, si pasien akan diberi segelas air putih yang sudah didoakan oleh Abi. Akan tetapi, meminum air putih itu sendiri tidak wajib dan bergantung kepada kondisi si pasien mau menerima atau tidak. Sebenarnya tujuan memberikan air putih itu sendiri untuk mendinginkan kondisi si pasien, karena setelah di rukyah, badan akan terasa panas. Selain juga ada manfaat air sebagai sumber kehidupan bagi manusia.

Selama ini pengalaman yang pernah dialami Abi, saat orang dirukyah, jika kondisinya sudah cukup parah maka si pasien akan berteriak-teriak dan meronta-ronta. Setelah itu sang pasien akan memuntahkan sesuatu dari mulutnya seperti jarum, benang, batu, ataupun benda-benda yang lainnya. Akan tetapi jika kondisi si pasien tidak parah, biasanya nafas mereka hanya akan tersengal-sengal saja yang dikarenakan dalam tubuhnya ada proses pembakaran.

Penyebab Perceraian. Sebenarnya rukyah sendiri bukan hanya diperuntukkan bagi orang yang sakit. Orang yang tidak sakit juga bisa dirukyah. Karena biasanya orang mengirim teluh atau guna-guna bukan hanya berupa santet, tapi kadang teluh juga dikirim untuk memberi kebingungan kepada seseorang sehingga menimbulkan kegelisahan dan ketidaktenangan. Bahkan kalau dalam rumah tangga tidak ada ketentraman dan keharmonisan, bisa jadi dalam rumah tangga itu ada orang yang tidak suka.

Kasus-kasus perceraian yang marak terjadi bisa juga disebabkan dengan hal-hal seperti ini. Namun sebelum dilakukan rukyah, harus dideteksi terlebih dahulu. Kalau memang sebabnya bikinan orang, maka itu harus dilakukan rukyah. Akan tetapi kalau tidak ada sebab yang membuat ketidaktenangan, maka yang dilakukan bukan lagi terapi rukyah, namun ruwat.

Ruwat sendiri dalam pengobatan Abi termasuk penyempurnaan dari rukyah. Jadi tingkatannya di atas rukyah. Ruwat sendiri bermakna merawat batin. Termasuk membuang sial dan menjauhkan diri dari mara bahaya selain juga untuk merombak dan merenovasi serta membersihkan diri dari unsur-unsur negatif.

Selama ini kebanyakan pasien yang datang berobat ke Abi adalah orang yang memiliki penyakit-penyakit non medis seperti santet dan sejenisnya. Sudah tak terhitung jumlahnya orang yang telah ditolong oleh Abi. Selain mengobati penyakit yang non medis Abi sebenarnya juga bisa mengobati berbagai penyakit medis yang lain seperti kanker, tumor, dan hepatitis. Dalam mengobati penyakit yang nonmedis Abi menggunakan berbagai terapi seperti terapi listrik, akupunktur, dan herbal. Abi juga tetap menggunakan terapi rukyah sebagai penunjang kesembuhan. Karena menurutnya semua penyakit adalah datangnya dari Allah, manusia hanya memiliki obat saja. Jadi, meskipun diobati berulang kali, kalau Allah tidak mengijinkan untuk sembuh, orang itu tidak akan sembuh.

Dalam pandangan Abi, semua penyakit bisa sembuh manakala memenuhi tiga unsur. Pertama 30 persen untuk obat, kedua, 30 persen untuk doa, dan yang 40 persen adalah keinginan. Faktor keinginan merupakan faktor yang dominan daripada faktor-faktor yang lain. Sebagaimana pendapat para ahli fiqih bahwa tercapainya cita-cita harus dibarengi dengan keinginan yang kuat. Jika orang menderita sakit tidak sembuh-sembuh dan sudah berbagai obat di coba namun tidak sembuh juga, bisa jadi karena keinginan hatinya untuk sembuh sangat lemah.

Pernah suatu kali Abi mengobati ibu Mulyani yang berasal dari Cianjur. Sudah hampir dua bulan ia mengalami gangguan dalam perutnya. Setelah diperiksa ke dokter, ibu itu divonis menderita penyakit kista. Mengingat operasi kista biayanya cukup mahal, si ibu pun mencari pengobatan alternatif. Datanglah sang ibu ke tempat praktek Abi. Setelah menceritakan persoalannya, dan diterawang oleh Abi ternyata ibu itu tidak menderita kista tetapi karena ada makhluk ghaib yang menitipkan janin ke dalam rahim ibu itu. Lalu oleh Abi sang ibu dirukyah dan dikeluarkan janin ghaib yang ada diperut ibu tersebut. Setelah dikeluarkan, ibu itu pun tidak merasa kesakitan lagi. Pada malam harinya ibu itu didatangi oleh nenek-nenek dan mengatakan, “Masa dititipi seperti itu saja tidak boleh.”

Abi juga pernah mengobati seorang ibu yang bernama Kasemu dari Surabaya yang menderita penyakit kanker otak dan sudah parah sehingga ibu itu tidak kuat berjalan dan badannya menjadi kurus. Oleh Abi, ibu Kasemu diterapi dengan bunga mawar setelah terlebih dahulu dirukyah. Karena ibu itu punya keinginan besar untuk sembuh, ia pun menuruti nasihat dari Abi seperti minum bunga mawar yang sudah ditumbuk sehari sekali. Tidak sampai lima bulan kanker otaknya sembuh.

Pasien Abi datang dari berbagai kalangan baik masyarakat biasa sampai dengan pejabat negara dan artis. Meski demikian Abi tidak pernah mengistimewakan setiap pasien, semua pasien mendapat perlakuan yang sama, baik itu orang kaya maupun miskin. Sedangkan tarifnya sendiri Abi tidak pernah mematok, tergantung kemampuan pasien. Karena baginya menolong orang yang dalam kesusahan adalah tugas mulia. Doel

Side Bar I

Wiwin (33), Mantan Pasien Abi

Penyakit Anehnya Hilang Setelah Dirukyah

Pada tahun 2006 ibu Wiwin, salah satu warga Pasar Rebo Jakata Timur ini menderita penyakit aneh. Setiap malam hampir selama delapan bulan dari mulai jam dua belas malam sampai jam tiga ia tidak bisa tidur dengan nyenyak. Selain itu dadanya juga merasa ditusuk-tusuk dengan benda-benda tajam. Anehnya, ketika Wiwin periksa ke rumah sakit, dokter yang memeriksanya tidak bisa mendeteksi penyakit apa-apa. Dokternya hanya bilang kalau Wiwin kecapaian sehingga harus banyak istirahat. Karena tidak mendapat kepastian apa penyakitnya dari dokter, akhirnya Wiwin menemui Abi.

Oleh Abi, ibu Wiwin dideteksi penyakitnya. “Ternyata selama ini penyakit yang diderita saya karena saya dimasuki makhluk halus,” ujar wanita berkerudung ini. Lalu oleh Abi, ibu Wiwin diminta untuk dirukyah. “Pada waktu dirukyah, badan saya seperti terbakar, seolah-olah makhluk yang bersemayam di kepala saya antara mau keluar dan tidak. Tapi akhirnya Abi bisa mengeluarkan makhluk halus itu,” kenangnya. Kira-kira satu jam setelah dirukyah, badan dan kepala Wiwin terasa ringan. Padahal sebelumnya, kepala dan badannya terasa berat. Kini ibu Wiwin bisa tidur nyenyak lagi. Doel

Masjid Keramat Kampung Bandan

Masjid Keramat Kampung Bandan, Ancol

Tempat Terkabulnya Berbagai Permohonan

Banyak keutamaan-keutamaan yang diberikan Allah kepada waliyyullah (walinya Allah). Salah satunya adalah karomah. Dengan karomah itu pula, para waliyyullah menyebarkan agama Islam. Meski sudah meninggal, ke-karomah-an waliyyullah Habib Mohammad Bin Umar Al Qudsi, Habib Ali Bin Abdurrahman Ba’Alwim dan Habib Abdurrahman Bin Alwi Asy-Syathri masih terasa hingga sekarang. Apa saja peninggalan para waliyyullah tersebut dan apa saja khasiatnya bagi para peziarah?

Matahari mulai tergelincir ke ufuk barat. Sebentar lagi adzan maghrib. Di sebuah Masjid tua yang berdiri kokoh tidak jauh dari pintu masuk Pantai Ancol, terlihat beberapa orang sedang menunggu waktu berbuka puasa. Ada yang khusuk membaca Al-Qur’an, berdzikir di samping makam, dan ada yang tidur-tiduran. Itulah pemandangan sehari-hari di Masjid Keramat Kampung Bandan, sebuah Masjid yang diyakini banyak kalangan memiliki ke-karomah-an.

Masjid Kampung Bandan didirikan oleh Habib Abdurrahman Bin Alwi Asy-Syathri yang berasal dari Hadramaut (Yaman) pada tahun 1789. Menurut pengurus masjid, Habib Alwi Bin Ali Asy-Syathri atau biasa dipanggil Habib, berdasarkan cerita secara turun-temurun, Habib Abdurrahman mendapatkan karomah atau pencerahan dari Allah SWT untuk merawat dua makam wali penyebar agama Islam di Jawa yang berada di tempat tersebut.

Keturunan keempat dari Habib Abdurrahman Bin Alwi Asy-Syathri ini mengatakan, kedua makam tersebut milik Habib Mohammad Bin Umar Al Qudsi, wafat pada 23 Muharram 1118 H atau tahun 1627 M dan Habib Ali Bin Abdurrahman Ba’Alwi, wafat 15 Ramadhan 1122 H atau tahun 1701 M. Kedua waliyyullah yang menyebarkan agama Islam di Tanah Jawa ini sama-sama berasal dari Hadramaut (Yaman).

Habib Abdurrahman membangun sebuah tempat persinggahan untuk berteduh dan sembahyang bagi para peziarah di samping makam tersebut. Namun, karena semakin banyak peziarah yang datang ke kuburan kedua wali tersebut, akhirnya Habib Abdurrahman mendirikan sebuah Surau. Setelah Habib Abdurrahman Bin Alwi Asy-Syathri wafat, kepengurusan surau tersebut diserahkan kepada anaknya, Habib Alwi Asy-Sathri. Jenazah Habib Abdurrahman dikuburkan di samping kedua makam yang berada di kompleks surau tersebut.

Pada tahun 1947, Surau tersebut diubah oleh Habib Alwi Asy Syathri menjadi bangunan masjid dengan 12 tiang penopang. Hal ini dilakukan karena masyarakat Kampung Bandan saat itu belum memiliki tempat ibadah. Pada saat itu pula, nama masjid yang sudah dikenal dengan sebutan Masjid Keramat Kampung Bandan diubah menjadi Masjid Jami Al Mukaromah. Tapi hingga saat ini, masyarakat dan para peziarah lebih mengenal masjid ini dengan nama Masjid Kramat Kampung Bandan.

Banyak Keutamaan. Masjid Keramat Kampung Bandan yang terletak di tepi Jalan Lodan Raya, Kelurahan Ancol, Pademangan, Jakarta Utara ini diyakini oleh banyak kalangan memiliki keutamaan dibandingkan dengan masjid-masjid lain. Sebab, dalam Masjid itu terdapat tiga makam wali Allah yang memiliki karomah. Karomah adalah kejadian luar biasa yang tidak untuk tantangan dan tidak untuk mengaku nabi. Allah ta’ala menganugerahkan karomah kepada wali-Nya yang beriman untuk menolong urusan agama atau dunianya.

Maka, tidak heran kalau Masjid ini selalu ramai diziarahi oleh banyak orang. Para peziarah tidak hanya datang dari kota Jakarta, tetapi juga banyak yang datang dari luar Jakarta. Seperti Jawa Tengah, Jawa Timur, dan juga dari luar Jawa. Biasanya, puncak ziarah terjadi pada Haul dan Bulan Maulid.

Masjid ini berdiri di atas lahan seluas 700 meter persegi. Di sekeliling area masjid terdapat banyak pohon, sehingga lingkungan Masjid ini terasa sejuk. Menurut Habib Alwi, semua yang ada di lingkungan masjid, memiliki keutamaan. Baik masjid itu sendiri maupun pepohonan yang ada di sekitar masjid. “Orang yang punya hajat kalau shalat dan berdoa kepada Allah, Insyallah hajatnya cepat kesampaian,” jelas pria berumur 54 tahun ini. Habib Alwi meyakini hal ini karena di dalam masjid ada tiga makam Wali.

Pohon Kurma dan Sumur Tua. Subhanallah, Allah Maha Besar. Mungkin itu kalimat yang tepat untuk mengucapkan ke-karomah-an para wali Allah ini. Betapa tidak? Di depan masjid ini terdapat sebuah pohon kurma yang berbuah dan bisa digunakan untuk mengobati berbagai penyakit. Padahal, pohon kurma hanya bisa tumbuh dan berbuah di daerah yang panas seperti di daerah Timur Tengah. Pohon kurma sulit hidup di Indoensia yang beriklim tropis. Kalaupun bisa hidup, jarang ada pohon kurma di Indonesia yang bisa berbuah. Namun, kejadian di Masjid Keramat ini sungguh luar biasa.

Selain bisa berbuah, rasa buah kurma ini juga tak kalah dengan kurma dari negeri Arab yang dijual di Indonesia. Rasanya manis, kenyal, dan yang lebih mengherankan lagi buah kurmanya tidak berbiji sehingga tidak bisa dikembangbiakkan. Pohon kurma ini memiliki tinggi lebih kurang lima meter dan berbuah hanya setahun sekali yaitu setiap bulan Ramadhan. Namun sayangnya, setiap kali berbuah, tidak banyak. Paling hanya lima tandan. Tahun ini saja pohon kurma itu hanya berbuah satu tandan.

Tidak ada yang tahu, siapa yang menanam dan kapan pohon kurma ini tumbuh. Habib Alwi sendiri selaku penjaga, tidak tahu pasti siapa yang menanam pohon itu dan kapan pohon ini tumbuh. Tapi, ia berspekulasi, pohon kurma itu tumbuh dengan sendirinya. Sebab sejak zaman Habib Abdurrahman Bin Alwi Asy-Syathri, setiap bulan Ramadhan tiba, di masjid ini selalu diadakan acara buka puasa bersama dan selalu ada buah kurma. “Mungkin pohon kurma itu tumbuh dari biji yang dibuang orang secara sembarangan di lingkungan masjid,” jelas pensiunan karyawan BUMN ini.

Selain pohon kurma, di masjid ini juga terdapat sebuah sumur tua yang berumur sama dengan bangunan masjid ini. Menurut Habib Alwi, Habib Abdurrahman sengaja membuat sumur tersebut untuk wudhu bagi orang yang akan shalat di masjid ini. Sumur tua tersebut terletak tepat di depan mimbar masjid. “Awalnya sumur itu tempatnya di luar masjid. Tapi karena masjid ini tidak bisa lagi menampung para jamaah, akhirnya masjid ini direnovasi dan bangunannya diperluas. Karena letaknya berdekatan dengan mimbar, terpaksa ditutup,” ujar bapak lima anak ini.

Agar tetap digunakan, Habib Alwi memasang pipa dan menyedotnya menggunakan mesin pompa. Air sumur tua ini hanya dipakai untuk wudhu dan tidak pernah dipakai untuk mandi, apalagi untuk mencuci pakaian. Sejak digali tahun 1789 sampai sekarang, air sumur ini tidak pernah kering meski musim kemarau berkepanjangan. Anehnya lagi, rasa air sumur ini sama seperti air Zamzam yang berada di Makkah. Dan untuk meminumnya, tidak perlu dimasak terlebih dulu.

Selain memiliki keajaiban, air sumur ini juga bisa digunakan sebagai obat dan segala keperluan. Biasanya orang yang melakukan ziarah akan meminta air sumur pada Habib Alwi sebagai bekal. Namun harus didoakan terlebih dulu di samping makam waliyullah itu.

Cerita Aneh. Masjid ini juga memiliki cerita aneh di kalangan masyarakat. Hal itu terjadi pada tahun 1994, ketika dilakukan pembangunan jalan tol di Ancol. Menurut Habib Alwi, pada saat itu, rencananya sebagian halaman masjid akan digusur untuk jalan layang. Dan jika terlaksana, letak masjid tersebut nantinya akan berada di bawah jalan layang. Namun, pada saat pembangunan jalan tol, tiang penyangga jalan tersebut tiba-tiba patah dan ambruk. Pembangunan akhirnya dilakukan dengan cara manual, tapi tetap saja tiang penyangga tidak bisa berdiri kokoh.

Keajaiban lain juga terjadi pada saat itu. Para pekerja harus terus bekerja untuk mengejar deadline pengerjaan proyek. Akibatnya, para pekerja harus rela bekerja pada hari Jum’at, tanpa menghiraukan himbauan pengurus masjid untuk tidak melakukan aktivitas pembangunan pada hari tersebut. Akhirnya, semua beton dan tiang penyangga yang sedang dikerjakan hancur dan menewaskan banyak pekerja.

“Mungkin karena pimpinan proyeknya (pimpro) penasaran, akhirnya pimpronya bertanya kepada pengurus masjid. Pengurus masjid kemudian menjelaskan bahwa di dalam masjid ada tiga makam wali yang dikeramatkan. Setelah mengetahui hal itu, pembuatan jalan layang yang rencananya harus menghabiskan halaman masjid, diurungkan dan dibelokan ke arah kali,” paparnya sambil mengenang keajaiban yang disaksikan banyak orang itu.

Selain kejadian aneh pembangunan jalan tol, pernah juga ada kejadian serupa. Pada Juli tahun 2001 terjadi kebakaran hebat di Kampung Bandan. Hampir semua rumah terbakar habis. Namun anehnya, meski api berkobar dengan cepatnya melahap semua bangunan, tapi api tidak membakar masjid keramat. “Kejadian ini sunguh luar biasa. Kalau tidak ada campur tangan Allah, pasti masjid dan makam para wali sudah habis terbakar,” kisahnya. Doel

Side Bar I

Triyanti (39), Ibu Rumah Tangga

Dapat Momongan Setelah Berziarah ke Masjid Keramat Kampung Bandan

Setiap pasangan suami-istri pasti mendambakan kehadiran seorang anak dalam rumah tangga mereka. Begitu pula dengan pasangan suami istri Sutomo dan Triyanti. Sudah 12 tahun keduanya mendambakan seorang buah hati. Namun, rupanya Tuhan belum mengaruniakan seorang anak pun kepada mereka.

Sebagai seorang istri yang ingin membahagiakan suaminya, Tri sudah berusaha untuk segera mendapat momongan. Sudah berapa tempat ia datangi. Biaya yang dikeluarkan demi mewujudkan angan-angannya itu pun tidak sedikit. Namun, semua usahanya itu sia-sia. Saking inginnya punya anak, Tri tidak pernah menyerah dan putus asa. Setiap malam ia mengadu kepada Allah. Tri tidak pernah membayangkan apa jadinya nanti kalau ia tidak mempunyai keturunan. Siapa yang akan meneruskan kebanggaan keluarganya kelak?

Mimpi Aneh. Suatu malam di tahun 2005, Tri bermimpi bertemu dengan orang yang tidak dikenal. Dalam mimpinya itu Tri disuruh untuk mendatangi sebuah masjid yang letaknya di sebelah kanan flyover. Lelaki dalam mimpi itu juga memberi isyarat bahwa di dalam Masjid itu terdapat tiga makam wali Allah. “Saya tidak tahu maksud mimpi itu. Saya hanya berpikir, mimpi itu hanya petunjuk dari Allah tentang keluh kesah saya selama ini,” kenang wanita asal Boyolali ini.

Wanita yang kini tinggal di Cakung, Jakarta Timur ini mengaku, sejak mendapat mimpi itu, hatinya selalu dihinggapi perasaan gelisah. Namun kadang-kadang ada dorongan yang kuat untuk mengunjungi tempat yang ditunjukkan dalam mimpinya tersebut. Setelah berkonsultasi dengan suami, akhirnya Tri datang ke seorang guru untuk menanyakan maksud mimpinya itu. Lalu guru tadi menyarankan agar Tri mendatangi Masjid Keramat yang berada di Kampung Bandan. Mendapat penjelasan itu, Tri pun langsung menuju ke Kampung Bandan.

“Awalnya, saya masih bimbang. Antara percaya dan tidak. Ketika datang ke masjid itu, Subhanallah ternyata, semua yang ada di dalam masjid tersebut, sama persis dengan apa yang saya lihat dalam mimpi,” ungkap Tri mengenang peristiwa itu.

Setelah itu Tri menemui Habib Alwi selaku penjaga makam waliyyullah. Oleh Habib, Tri dibimbing untuk berdoa di Masjid Keramat itu. Setiap malam Senin, Tri bersama suami mengunjungi makam waliyyullah. ”Sebelum melakukan dzikir, saya harus membaca tulisan Arab yang berada di makam. Lalu Habib memimpin dzikir,” terangnya. Pada ziarah keempat, Tri diberi sebotol air mineral oleh Habib untuk diminum.

Di luar dugaan, dua bulan kemudian, tak disangka-sangka Tri tidak datang bulan. Karena penasaran, ia pun segera memeriksakan diri ke rumah sakit. “Syukur Alhamdulillah ya Allah, ternyata saya hamil,” jelasnya sambil tersenyum bahagia.

Meski sudah hamil, Tri setiap minggu masih tetap melakukan ziarah ke Masjid Keramat itu. Saat umur kandungannya menginjak tujuh bulan, Tri tidak bisa lagi berziarah ke Masjid sebab ia harus pulang ke kampung di Boyolali untuk persiapan persalinannya di sana. “Saya kan belum pernah melahirkan, jadi saya pulang ke rumah orang tua biar ada yang membantu saya,” dalihnya. Akhirnya, pada tanggal 19 November 2005, Tri melahirkan seorang bayi perempuan yang diberi nama Lulu Estiningsih. Doel

Side Bar II

Prof. Dr. Yunasril Ali. MA., Guru Besar Tasawuf Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta

Allah Bisa Memberikan Karomah Sesuai Kehendak-Nya

Karomah diberikan Allah Ta’ala kepada hamba-hamba-Nya yang benar-benar beriman serta bertaqwa kepada-Nya, yang disebut dengan wali Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman ketika menyebutkan tentang sifat-sifat wali-wali-Nya, “Ketahuilah sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak ada kekhawatiran pada mereka dan tidak pula mereka bersedih hati, yaitu orang-orang yang beriman dan mereka senantiasa bertaqwa”. (QS. Yunus: 62-63). Jadi, karomah ini tetap ada sampai akhir zaman dan terjadi pada umat ini lebih banyak daripada umat-umat sebelumnya. Yang demikian itu menunjukkan keridhaan Allah Ta’ala terhadap hamba-Nya dan sebagai pertolongan baginya dalam urusan dunianya atau agamanya.

Ketika Wali itu meninggal, maka ke-karomah-annya juga akan menghilang seiring dengan lepasnya nyawa dari raga, yang tinggal hanya nilai ke-barokah-annya. Seperti halnya yang terjadi di Masjid Keramat Kampung Bandan. Meski para Wali itu sudah tidak bisa dijumpai dalam kehidupan, tapi karena sewaktu hidup mereka memiliki karomah, maka ketika orang berziarah di tempat tersebut ada harapan untuk mendapatkan barokah. Sebab biasanya bagi sebagian orang yang terbiasa melakukan wisata ziarah, ia juga akan melakukan tawasul, mengirimkan doa lewat perantara para Wali yang ada dalam makam tersebut atau yang tersebar di banyak tempat.

Adapun mengenai perubahan seorang preman menjadi ahli ibadah ketika menemukan telur berlafadz Allah itu semua karena memang kehendak Allah. Karena Allah merupakan sesuatu yang ghaib, dengan kekuasaan-Nya Ia bisa menampakkan nama-Nya dalam sebuah telur, terung, atau benda lain. Jika kemudian orang tersebut berubah karena telah menemukan benda berlafadz Allah, hal itu bisa saja terjadi. Pasalnya, Allah bisa memberikan karomah (kelebihan/berkah) kepada apa saja dan siapa saja yang dikehendaki-Nya. Doel

Hikmah Lebaran

KH. Hamdan Rasyid, MA

Ketua MUI DKI

Saling Memaafkan dan Silaturahmi Menambah Rezeki dan Panjang Umur

Lebaran tentunya bukan hanya sekadar salam-salaman. Namun ada makna lain di balik ritual yang hampir setiap tahun dirayakan oleh seluruh umat Islam di dunia. Yang terpenting adalah apakah kita mampu mempertahankan kualitas ibadah kita meski tidak lagi di bulan Ramadhan?

Malam belum sempurna. Mentari akhir Ramadhan tengah menjelang. Langit dipenuhi gemuruh takbir yang bergema di seluruh pelosok tanah air. Saat yang ditunggu-tunggu itu tiba. Idul Fitri di depan mata, kaum muslimin bergembira. Idul Fitri adalah momentum yang paling ditunggu kaum muslim. Tak ada hari yang paling ditunggu setelah Ramadhan selain Idul Fitri. Di hari inilah umat Islam yang telah melaksanakan puasa di bulan Ramadhan mendapatkan ampunan dan janji Allah SWT, kembali kepada fitrah atau kesucian. Inilah hari penuh ampunan dan pengharapan.

Idul Fitri juga disebut sebagai “hari kemenangan”. Setelah satu bulan penuh berpuasa, menahan diri dari berbagai godaan syahwat dan perilaku keji, kaum muslim merayakan kemenangan itu. Hari di mana umat Islam memproklamasikan kemenangan atas segala perjuangannya menahan nafsu.

Hari yang istimewa bagi umat Islam ini bermakna kesucian atau kembali pada asal kejadian. Laksana sucinya seorang anak manusia yang baru dilahirkan dari rahim ibunya. Dalam ajaran Islam, anak manusia dilahirkan tidak membawa atribut apa pun, termasuk beban dosa asal. Kelahirannya diibaratkan secarik kertas putih yang bersih dan suci. Namun, dalam perjalanannya manusia tidak luput dari melakukan perbuatan-perbuatan dosa. Karena itu, perlu upaya mengembalikan jati diri manusia seperti pada saat dilahirkan ke bumi.

Dosa yang paling sering dilakukan manusia adalah kesalahan terhadap sesamanya. Seorang manusia dapat memiliki rasa permusuhan, pertikaian, dan saling menyakiti. Idul Fitri merupakan momen tepat untuk saling memaafkan, baik secara individu maupun kelompok. Pekerjaan memaafkan adalah pekerjaan gampang-gampang susah. Tidak semua orang mau berbesar hati memaafkan kesalahan orang lain. Apalagi jika menganggap kesalahan itu terlalu besar sehingga kata maaf dianggap terlalu ringan dan tidak cukup untuk menebus kesalahan itu.

Maka, memaafkan orang lain adalah suatu kualitas dan tingkatan moral tersendiri. Kalau kita memaafkan kesalahan orang lain berarti kita menutupi kesalahan orang itu dan rasa marah kita sendiri. Sebab, keduanya saling berkaitan dengan keikhlasan memberi maaf. Kini pertanyaannya, mampukah kita mengatakan "mohon maaf lahir dan batin" di suasana Lebaran ini?

Salah satu ciri orang bertakwa adalah mampu memberi maaf dan meminta maaf, sebagaimana ditegaskan dalam surat Al-Imran ayat 135, “Orang-orang yang apabila berbuat keji atau berbuat dosa, mereka ingat kepada Allah dan meminta maaf atas dosa-dosanya, siapa lagi yang mengampuni dosa selain Allah. Dan dia tidak mengulangi lagi apa yang dikerjakannya padahal mereka mengetahuinya.”

Tradisi bermaaf-maafan seyogyanya dilakukan tidak hanya pada hari raya saja, tradisi ini seharusnya dilakukan ketika kita punya kesalahan terhadap orang lain, agar hubungan sosial kita tetap terjaga, karena kalau kita meminta maaf menunggu lebaran, belum tentu orang itu mau memaafkan karena sudah terlalu lama.

Selain bermaaf-maafan, di hari raya ini kita juga dianjurkan untuk melakukan silaturahmi, hari raya merupakan waktu yang tepat untuk melakukan itu, sebab pada hari raya biasanya semua anggota keluarga berkumpul setelah sekian lama tidak bertemu karena sibuk dengan pekerjaan masing-masing.

Silaturahmi sangat penting dilakukan, karena selain untuk merajut tali persaudaraan, berkah dari silaturahmi bisa untuk menambah rezeki sebagaimana sabda Rasulullah SAW, “Barang siapa menjamin untukku satu perkara, aku jamin untuknya empat perkara. Hendaknya dia bersilaturahim, niscaya keluarga akan mencintainya, diperluas baginya rezekinya, ditambah umurnya, dan Allah akan memasukkannya ke dalam surga yang dijanjikan-Nya'' (HR ArRabii).

Dalam hadist yang lain juga disebutkan, “Barangsiapa yang merasa senang dengan nikmatnya yang bertambah dan lamanya hidup diperpanjang, maka biasakanlah bersilaturahmi” (HR Bukhari).

Memaknai Idul Fitri. Kenikmatan berhari raya hanya dapat dirasakan secara maksimal bagi mereka yang benar-benar menunaikan ibadah puasa secara penuh. Mereka akan menginsyafi, bahwa kenikmatan tersebut baru mampu diperoleh, setelah melalui perjuangan berat, dalam bentuk kosongnya perut, keringnya tenggorokan, lemas dan tak berdayanya tubuh yang sebelumnya begitu perkasa, ditambah dengan kelelahan mental melawan gejolak emosi.

Makna yang terkandung dari proses ini, memberikan kita pencerahan tentang hal bahwa setiap keberhasilan, setiap kesuksesan dan setiap kemenangan yang memiliki nilai, hanyalah yang diperoleh melalui perjuangan yang berat. Semakin berat dan keras perjuangan yang dilalui, maka akan semakin manis pula madu kemenangan yang bisa direguk.

Maka, puasa Ramadhan yang ditutup dengan hari raya Idul Fitri haruslah dimaknai sebagai pembelajaran atau latihan untuk bulan-bulan selanjutnya. Seharusnya setelah Idul Fitri kualitas ibadah kita lebih meningkat dari pada bulan Ramadhan, sebab bulan Ramadhan adalah warming up atau pemanasan saja. Tantangan dan godaan setelah bulan Ramadhan jauh lebih menantang. Jika bulan Ramadhan semua orang terlihat religius dengan ditandai ramainya orang bersedekah dan datang ke masjid, tapi setelah bulan Ramadhan, praktis semua ritual itu tidak telihat. Bisakah kita konsisten seperti pada bulan Ramadhan?

Oleh karena itu, perayaan Lebaran bukanlah suatu rutinitas tahunan semata. Lebaran punya makna lebih luas dari sekadar perayaan. Tergantung kemampuan kita untuk menemukan makna yang hakiki dibalik Lebaran. Selama kita tidak memiliki kemampuan untuk menangkap makna dan pesan perayaan hari raya Idul Fitri, selama itu pula proses untuk menuju insan syamil (manusia paripurna, red) akan terus mengalami kendala. Sebab tanpa kemampuan menemukan makna, segala tindakan kita hanyalah akan menjadi sesuatu yang teknis, ritual, dan administratif. Banyak orang yang shalat, mengaji, dan berpuasa tapi tak memahami maknanya. Semua dilakukan semata-mata hanya sebatas ritual, tanpa pemikiran, apalagi kesadaran. Kebiasaan membuat kita merasa tak nyaman kalau belum melakukannya. Kita baru merasa nyaman setelah shalat karena kewajiban kita sudah tertunaikan.

Puasa Syawal. Setelah mengerjakan puasa Ramadhan selama satu bulan, umat Islam disunahkan untuk menyambungnya pada bulan Syawal selama enam hari. Hal ini untuk melestarikan nilai-nilai dan amaliah-amaliah Ramadhan yang telah dibina selama sebulan penuh. Karena manfaat puasa pada bulan Syawal adalah amal-amal yang dikerjakan seorang hamba untuk mendekatkan diri kepada Tuhannya pada bulan Ramadhan tidak terputus dengan berlalunya bulan mulia ini, selama ia masih hidup.

Puasa Syawal berfungsi sebagai penyempurna dan pelengkap pahala puasa Ramadhan. Pada hari Kiamat nanti perbuatan-perbuatan fardhu akan disempurnakan (dilengkapi) dengan perbuatan-perbuatan sunah. Sebagaimana keterangan yang datang dari Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam di berbagai riwayat. Mayoritas puasa fardhu yang dilakukan kaum muslimin memiliki kekurangan dan ketidaksempurnaan, maka hal itu membutuhkan sesuatu yang menutupi dan menyempurnakannya. Sebagaimana hadist nabi SAW, “Barang siapa berpuasa penuh di bulan Ramadhan lalu menyambungnya dengan (puasa) enam hari bulan Syawal, maka (pahalanya) seperti ia berpuasa selama satu tahun.” (HR Muslim) Dalam hadist lain juga disebutkan, “Barangsiapa berpuasa Ramadhan lantas disambung dengan enam hari di bulan Syawal, maka ia bagaikan telah berpuasa selama setahun.” (HR. Al Bazzar).

Selain itu, puasa syawal juga sebagai bentuk rasa syukur seorang hamba atas pertolongan dan ampunan yang telah dianugerahkan kepadanya adalah dengan berpuasa setelah Ramadhan. Tetapi jika ia justru menggantinya dengan perbuatan maksiat, maka ia termasuk kelompok orang yang membalas kenikmatan dengan kekufuran. Apabila ia berniat pada saat melakukan puasa untuk kembali melakukan maksiat lagi, maka puasanya tidak akan terkabul, ia bagaikan orang yang membangun sebuah bangunan megah lantas menghancurkannya kembali. Allah Ta’ala berfirman, “Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat menjadi cerai berai lagi.” (QS. An-Nahl: 92) Doel

Hikmah Ramadhan

Prof. Dr. Nasarudin Umar, Ma.

Dirjen Bimas Islam Departemen Agama

Temukan Malam Lailatul Qadar dengan Banyak Berdzikir dan Shalat Malam dengan Hati Ikhlas

Bulan Ramadhan merupakan bulan yang sangat dinanti-nantikan oleh segenap umat Islam di seluruh penjuru dunia. Karena banyak sekali keutamaan-keutmaan dalam bulan yang penuh dengan maghfirah ini. Bulan Ramadhan seharusnya juga digunakan sebagai momentum untuk melakukan perubahan dan introspeksi. Sejarah umat Islam sesungguhnya adalah sejarah Ramadhan. Peristiwa monumental yang terjadi dalam dunia Islam, semua terjadi dalam bulan suci Ramadhan. Pelantikan Nabi Muhammad menjadi Rasul juga dalam bulan Ramadhan. Begitupula turunnya wahyu Al-Qur’an.

Di antara keutamaan-keutamaan bulan Ramadhan. Pertama, Allah telah memberkati bulan Ramadhan ini sebagai bulan pengampunan atas segala dosa bagi orang yang memenuhi bulan ini dengan beragam ibadah. Nabi bersabda: "Barangsiapa yang beribadah pada bulan Ramadhan dengan penuh keimanan dan introspeksi diri, akan Allah ampuni dosa-dosanya yang terdahulu." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Kedua, termasuk keberkahan bulan suci Ramadhan adalah, sempitnya ruang gerak setan untuk melancarkan godaan dan tipu dayanya terhadap umat manusia. Terbelenggunya mereka, adalah dengan kehendak Allah dan dalam pengertian yang sesungguhnya. Namun juga tidak berarti mereka berhenti menggoda manusia secara total.

Ketiga, dihiasinya Jannah (surga) untuk menyambut kedatangan orang-orang yang berpuasa, seusai menjalani cobaan Allah selama masa hidup di dunia. Ini salah satu bentuk tabsyir atau kabar gembira dari Allah.

Keempat, keberkahan bulan Ramadhan juga terungkap jelas dengan adanya para malaikat yang memohonkan ampunan kepada Allah bagi mereka yang berpuasa. Di samping aroma mulut orang yang berpuasa yang menurut manusia mungkin tidak sedap, namun di sisi Allah lebih wangi dibanding aroma kesturi.

Hikmah Bulan Ramadhan. Ada beberapa hikmah dari bulan Ramadhan yang penuh berkah dan maghfirah ini yaitu sesuai dengan nama dari bulan Ramadhan itu sendiri. Bulan Ramadhan memiliki banyak nama di samping Ramadhan itu sendiri di antaranya adalah: Pertama, Syahrut-Tarbiyah (Bulan Pendidikan). Kenapa bulan Ramadhan disebut dengan bulan pendidikan? Karena pada bulan ini kita dididik langsung oleh Allah SWT. Seperti makan pada waktunya sehingga kesehatan kita terjaga. Kita juga diajarkan supaya bisa mengatur waktu dalam kehidupan kita. Kapan waktu makan, kapan waktu bekerja, kapan waktu istirahat, dan kapan waktu ibadah.

Kedua, Syahrul Jihad. Pada masa Rasulullah, justru peperangan banyak terjadi pada bulan Ramadhan. Dan itu semua dimenangkan oleh kaum muslimin. Seperti pada perang Badar, pertempuran besar pertama antara umat Islam melawan musuh-musuhnya. Perang ini terjadi pada 17 Maret 624 Masehi atau 17 Ramadhan 2 Hijriah. Pasukan kecil kaum Muslim yang berjumlah 313 orang bertempur harus menghadapi pasukan Quraisy dari Makkah yang berjumlah 1.000 orang. Setelah bertempur habis-habisan sekitar dua jam, pasukan Muslim berhasil menghancurkan barisan pertahanan pasukan Quraisy. Begitupula Bangsa Indonesia yang mendapat kemerdekaan pada bulan Ramadhan. Tapi, yang paling penting kita rasakan sekarang adalah kita berperang melawan hawa nafsu kita sendiri.

Ketiga, Syahrul Qur'an Al-Qur'an. Allah SWT menurunkan wahyu berupa Al-Qur’an pertama kali di bulan Ramadhan. Wahyu inilah yang merupakan sumber hukum untuk dijadikan pemimpin dan pemandu kehidupan. Dengan tegas, Allah SWT berfirman, “Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk (hudan) bagi manusia. Penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu (bayyinat) dan pembeda (furqan) (antara haq dan batil).” (QS Al-Baqarah [2]: 185). Ayat ini menjelaskan, bahwa Al-Qur’an diturunkan oleh Allah SWT sebagai petunjuk bagi umat manusia yang mengimaninya. Dalil yang jelas dan tegas bagi mereka yang memahaminya, yang terlepas dari kebatilan dan kesesatan. Al-Qur’an bukan kumpulan pengetahuan semata, tetapi juga petunjuk hidup bagi manusia. Al-Qur’an tidak hanya sekadar dibaca dan dihafalkan saja, melainkan harus dipahami dan diamalkan isinya dalam kehidupan sehari-hari. Nabi SAW dalam berbagai hadistnya menegaskan, bahwa siapapun yang berpegang pada Al-Qur’an dan As-Sunnah, tidak akan tersesat selama-lamanya.

Keempat, Syahrul Ukhuwah. Pada bulan ini kita merasakan sekali ukhuwah di antara kaum muslim terjalin sangat erat dengan selalu berinteraksi di Masjid untuk melakukan shalat Tarawih berjamaah. Dan di antara tetangga juga saling mengantarkan hidangan berbuka puasa sehingga antara kaum muslim terasa sekali kebersamaan dan kesatuan. Bulan Ramadhan sebagai sarana untuk membina hubungan rumah tangga yang lebih harmonis karena pada bulan ini akan buka dan sahur bersama anggota keluarga.

Kelima, Syahrul Ibadah. Bulan Ramadhan disebut juga dengan bulan ibadah karena pada bulan ini kita banyak sekali melakukan ibadah-ibadah sunnah disamping ibadah wajib seperti shalat sunnah Dhuha, Rawatib, dan Tarawih ataupun Qiyamullail (shalat malam) serta tadarus Al-Qur'an.

Membentuk Keshalehan Sosial. Puasa pada hakikatnya bukan hanya menahan lapar dan dahaga. Dalam kitab Ihya’ Ulumuddin, kitab yang ditulis Imam Ghazali, disebutkan orang yang berpuasa harus juga menjaga semua anggota tubuhnya agar tidak berbuat yang dilarang oleh agama. Puasa seharusnya dijadikan sebagai kesempatan berharga untuk meningkatkan keshalehan sosial. Sehingga kita tidak termasuk dari orang-orang yang berpuasa dengan menahan lapar dan dahaga, tapi tidak mendapatkan apa pun dari semua itu. Keshalehan sosial mendapatkan perhatian yang sangat besar dalam agama Islam.

Seorang yang berpuasa harus senantiasa menjaga semua anggota tubuhnya dari perbuatan yang dilarang agama. Orang yang berpuasa seharusnya tidak melakukan tanda-tangan fiktif. Orang yang berpuasa seharusnya tidak melakukan provokasi (fitnah). Dan orang yang berpuasa seharusnya terus meningkatkan keshalehannya dari keshalehan individual menuju keshalehan sosial.

Malam Lailatul Qadar. Lailatul Qadar merupakan satu malam yang mempunyai kelebihan lebih dari seribu bulan yang lain. Hal ini seperti disebutkan dalam Al-Qur’an surat Al-Qadar. Begitu juga dengan apa yang telah diberitahukan oleh Rasulullah SAW dalam beberapa hadist yang shahih. Kita disuruh untuk menghidupkan malam lailatul qadar dan tidak membiarkannya berlalu begitu saja. Rasulullah SAW telah bersabda dalam hadist muttafaq 'alaih daripada Abu Hurairah yang artinya, “Sesiapa yang menghidupkan malam lailatul qadar penuh keimanan dan keikhlasan akan diampuni baginya dosa yang telah lalu.”

Malam lailatul qadar merupakan malam yang penuh dengan keberkahan dan keutamaan sebagaimana yang disebutkan dalam hadist Nabi, “Barang siapa yang melaksanakan salat qiyamu Ramadhan (salat Tarawih) pada malam lailatul qadar dengan dasar iman dan mengharap ridha Allah, maka akan diampuni dosanya yang telah lalu”. (HR. Al-Bukhari).

Dalam hadist yang lain juga disebutkan, Nabi SAW bersabda, “Apabila datang lailatul qadar, malaikat Jibril bersama malaikat lainnya turun ke bumi mendoakan kepada setiap hamba yang berdzikir dan berdoa kepada Allah, Allah menyatakan kepada para malaikat bahwa Allah akan memenuhi doanya. Allah berfirman, "Pulanglah kamu sekalian, Aku telah mengampuni dosa kalian dan Aku telah mengganti kejelekan dengan kebaikan.” Maka mereka pulang dan telah mendapatkan ampunan-Nya. (HR. Al-Baihaqi dari Anas bin Malik).

Malam lailatul qadar adalah malam kemuliaan bukan hari kemuliaan. Yang paling penting dalam bulan Ramadhan adalah pada malam hari karena yang berlipat-lipat ganda adalah malamnya bukan siangnya. Karena pada malam hari penuh dengan rahasia, seolah-olah rahasia Tuhan pada malam hari akan lebih dekat kepada para hamba-Nya. Ada dua tanggung jawab yang diemban seorang manusia yaitu sebagai khalifah (pemimpin) dan abid (hamba). Pada siang hari akan lebih efektif untuk menjadi khalifah, sedangkan pada malam hari akan lebih tenang menjadi abid. Karena pada malam hari akan lebih khusuk dalam menjalankan ibadah. Adanya siang dan malam yang silih berganti itu bertujuan untuk mengkomposisikan kapasitas manusia, berjalan seiring seimbang sebagai khalifah dan sebagai abid.

Jadi, kedua hadist itu menunjukkan kepada kita bahwa bagi yang melaksanakan shalat Tarawih, memperbanyak dzikir, doa, dan istighfar, bertepatan dengan lailatul qadar dengan hati yang ikhlas, dengan cara yang benar sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW dan dengan khusuk, insya Allah baginya akan mendapatkan ampunan-Nya. Sesuatu yang senantiasa menjadi harapan dan dambaan setiap insan mukmin. Karena dengan ampunan-Nya itulah seseorang akan mendapatkan keselamatan dan kebahagiaan yang hakiki dan abadi, yakni kebahagiaan di akhirat kelak. Sedangkan malam lailatul qadar itu sendiri jatuh pada 10 malam terakhir bulan Ramadhan. Hal ini berdasarkan hadits dari Aisyah yang mengatakan, “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam beri'tikaf di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan dan beliau bersabda, yang artinya: "Carilah malam lailatul qadar di (malam ganjil) pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan. " (HR. Bukhari dan Muslim). Doel